Scroll untuk baca artikel
BeritaHikmah

Asraa vs Isra’: Permainan Kata yang Mengubah Sejarah

243
×

Asraa vs Isra’: Permainan Kata yang Mengubah Sejarah

Share this article

ppmindonesia.com- Jakarta – Peristiwa Isra’ Mi’raj adalah salah satu momen paling signifikan dalam sejarah Islam, sering dirayakan sebagai perjalanan luar biasa Nabi Muhammad SAW dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa, dilanjutkan dengan perjalanan menuju langit.

Namun, di balik narasi ini terdapat pertanyaan kritis tentang interpretasi kata asraa dalam Al-Qur’an dan bagaimana pemahaman atas istilah ini membentuk narasi sejarah yang kita kenal hari ini.

Dalam kajian ini, kita akan melihat bagaimana permainan kata antara asraa dan Isra’ berkontribusi pada pembentukan makna historis, spiritual, dan teologis yang sering kali terdistorsi.

Makna Kata “Asraa” dalam Al-Qur’an

Kata asraa yang digunakan dalam Surah Al-Isra’ ayat 1 berasal dari akar kata saraya, yang bermakna “memperjalankan pada malam hari.” Ayat tersebut berbunyi:

“Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami.”

Konteks ayat ini sangat jelas menggambarkan perjalanan malam yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW. Namun, penting untuk dicatat bahwa ayat ini tidak memberikan rincian tentang bagaimana perjalanan tersebut terjadi—apakah secara fisik, spiritual, atau simbolis.

Kata asraa lebih berfokus pada tindakan memperjalankan, bukan pada mekanisme atau rincian perjalanan itu sendiri.

Sementara itu, istilah “Isra’” digunakan secara populer untuk merujuk pada bagian pertama dari perjalanan ini. Padahal, istilah Isra’ tidak secara langsung muncul dalam Al-Qur’an sebagai nama peristiwa.

Perbedaan ini menunjukkan bahwa istilah “Isra’” lebih merupakan hasil konstruksi linguistik dan tradisi, bukan istilah Al-Qur’an yang spesifik.

Asraa dalam Konteks Historis dan Spiritual

Jika ditelaah lebih dalam, asraa dalam Surah Al-Isra’ dapat memiliki makna simbolis yang jauh melampaui perjalanan fisik.

Perjalanan ini dapat dipahami sebagai perjalanan spiritual Nabi Muhammad untuk menyaksikan tanda-tanda kebesaran Allah, yang memberikan pelajaran penting tentang hubungan manusia dengan Tuhan.

Dalam konteks ini, asraa bukan hanya sebuah peristiwa, melainkan proses mendalam yang membawa Nabi kepada kesadaran yang lebih tinggi tentang misi kenabiannya.

Namun, interpretasi ini berubah ketika tradisi lisan dan hadis memperluas narasi dengan menambahkan unsur-unsur yang bersifat fisik dan supranatural, seperti perjalanan menggunakan Buraq dan dialog dengan para nabi di langit.

Penambahan ini menciptakan kompleksitas narasi yang sering kali lebih sulit untuk diverifikasi secara historis dan teks.

Transformasi Asraa Menjadi Isra’: Sebuah Rekayasa Narasi?

Perubahan makna dari asraa menjadi Isra’ mungkin tampak sederhana, tetapi dampaknya sangat besar terhadap pemahaman umat Islam.

Istilah Isra’ yang merujuk pada perjalanan fisik sering kali dihubungkan langsung dengan Mi’raj, meskipun Al-Qur’an tidak pernah secara eksplisit menggabungkan kedua peristiwa ini.

Beberapa faktor yang mungkin mendorong transformasi ini meliputi:

1.Pentingnya Tradisi Lisan

Dalam masyarakat Arab awal, tradisi lisan memainkan peran besar dalam menyebarkan ajaran agama. Narasi tentang Isra’ dan Mi’raj diperluas melalui tradisi ini, yang sering kali memasukkan elemen-elemen yang memperkuat sisi dramatik perjalanan tersebut.

2.Legitimasi Kenabian

Narasi perjalanan fisik dan supranatural Nabi Muhammad SAW memperkuat posisi beliau sebagai utusan Allah. Dengan menjadikan perjalanan ini sebagai peristiwa literal, hal ini memberikan kesan keajaiban yang luar biasa, yang memperkuat legitimasi kenabian di tengah masyarakat Arab.

3.Konteks Politik dan Sosial

Selama masa awal Islam, umat Islam menghadapi tantangan besar dari kaum Quraisy dan masyarakat sekitarnya. Narasi Isra’ Mi’raj yang menonjolkan perjalanan fisik dan pengalaman supranatural menjadi alat untuk menginspirasi umat dan menunjukkan keagungan Islam di atas kepercayaan lain.

Dampak Perubahan Narasi terhadap Sejarah

Transformasi makna asraa menjadi Isra’ mengubah cara umat Islam memahami peristiwa tersebut, dari pengalaman spiritual yang mungkin bersifat simbolis menjadi perjalanan fisik yang penuh keajaiban. Hal ini berdampak pada:

1.Pembentukan Keimanan

Narasi Isra’ Mi’raj yang menekankan sisi fisik cenderung mendorong umat untuk mengagumi keajaiban daripada memahami hikmah spiritual di balik peristiwa tersebut.

2.Polemik Historis

Banyak sarjana modern mempertanyakan historisitas perjalanan fisik Nabi Muhammad SAW ke Masjidil Aqsa, terutama karena Masjidil Aqsa dalam bentuk fisiknya baru dibangun setelah masa Nabi. Hal ini memunculkan pertanyaan apakah “Masjidil Aqsa” yang dimaksud dalam ayat tersebut adalah sebuah tempat fisik atau simbolis.

3.Perpecahan Pemahaman

Perbedaan interpretasi tentang Isra’ Mi’raj sering kali menjadi sumber polemik di kalangan umat Islam, terutama antara mereka yang memahami peristiwa ini secara harfiah dan mereka yang memaknainya secara simbolis.

Asraa sebagai Sebuah Simbol

Dalam konteks spiritual, asraa dapat dimaknai sebagai perjalanan batin manusia menuju pencerahan dan pengenalan kepada Allah.

Masjidil Haram melambangkan kebenaran yang murni, sementara Masjidil Aqsa melambangkan kesempurnaan dalam pengabdian. Perjalanan ini mengajarkan bahwa manusia harus senantiasa mendekatkan diri kepada Allah dengan menyaksikan tanda-tanda kebesaran-Nya di alam semesta.

Dengan memahami asraa sebagai simbol, umat Islam dapat lebih fokus pada pesan-pesan moral dan spiritual yang terkandung dalam peristiwa tersebut, daripada terjebak pada perdebatan tentang detail fisik yang sulit diverifikasi.

Permainan kata antara asraa dan Isra’ telah mengubah cara umat Islam memahami salah satu peristiwa paling penting dalam sejarah Islam.

Dari perjalanan spiritual yang kaya akan makna simbolis, peristiwa ini berkembang menjadi narasi fisik yang penuh keajaiban.

Sementara tradisi ini memberikan inspirasi dan penguatan iman, penting bagi umat Islam untuk menggali makna mendalam di balik ayat-ayat Al-Qur’an dan mempertimbangkan konteks historis serta spiritualnya.

Dengan demikian, kita dapat memahami asraa bukan hanya sebagai perjalanan Nabi Muhammad SAW, tetapi juga sebagai perjalanan spiritual setiap manusia menuju kesadaran akan kebesaran Allah. (husni fahro)

Example 120x600