ppmindonesia.com.Jakarta -Kerajaan Majapahit pernah berdiri megah sebagai kekuatan terbesar di Nusantara, dengan pengaruhnya yang meluas hingga Asia Tenggara.
Namun, kejayaan yang diraih pada masa Hayam Wuruk perlahan memudar hingga akhirnya Majapahit runtuh sebagai sebuah kekaisaran besar.
Proses kehancuran ini tidak terjadi secara tiba-tiba, melainkan melalui rangkaian peristiwa yang melibatkan konflik internal, pelemahan militer, serta tekanan eksternal.
Berikut adalah faktor-faktor utama yang menghancurkan Majapahit dan menjadikannya bagian dari sejarah kejayaan yang hilang.
1.Konflik Internal: Perang Paregreg
Salah satu faktor paling signifikan yang mempercepat kehancuran Majapahit adalah konflik internal, terutama Perang Paregreg yang terjadi pada awal abad ke-15.
Perang saudara ini melibatkan dua faksi kerajaan, yakni Wikramawardhana di Majapahit Barat dan Bhre Wirabhumi di Majapahit Timur. Perselisihan ini tidak hanya merenggut banyak nyawa, tetapi juga melemahkan fondasi kekuasaan Majapahit.
Kendati Wikramawardhana keluar sebagai pemenang, perang ini meninggalkan luka mendalam bagi kerajaan. Setelah Bhre Wirabhumi tewas, Majapahit Timur berada di bawah kendali pusat kekuasaan.
Namun, dampak dari konflik ini sangat merusak, baik secara politik maupun sosial. Persatuan kerajaan yang sebelumnya menjadi kekuatan utama Majapahit hancur, menciptakan ketidakstabilan yang terus berlanjut hingga masa pemerintahan berikutnya.
2.Pelepasan Daerah Bawahan
Pasca-Perang Paregreg, kelemahan internal Majapahit dimanfaatkan oleh daerah-daerah bawahan untuk memerdekakan diri.
Wilayah-wilayah seperti Palembang, Melayu, Malaka, dan Brunei mulai melepaskan diri dari hegemoni Majapahit. Bahkan wilayah strategis seperti Kalimantan Barat berhasil direbut oleh Dinasti Ming pada tahun 1405.
Kehilangan daerah-daerah ini bukan hanya mengurangi kekuatan militer Majapahit, tetapi juga menghantam sumber daya ekonomi kerajaan. Daerah-daerah tersebut sebelumnya adalah bagian dari jaringan perdagangan yang menopang kekuatan finansial Majapahit. Dengan merdekanya wilayah-wilayah ini, Majapahit tidak lagi memiliki kendali atas jalur perdagangan penting di Asia Tenggara.
3.Kelemahan Militer dan Tekanan Eksternal
Berbeda dengan masa kejayaan Hayam Wuruk dan Mahapatih Gajah Mada, angkatan perang Majapahit pada masa Wikramawardhana tidak lagi sekuat sebelumnya.
Kelemahan militer ini terlihat dalam berbagai kekalahan yang dialami Majapahit dalam menghadapi bekas daerah bawahannya. Salah satu contoh nyata adalah kegagalan total pasukan Majapahit saat menyerang wilayah Melayu, di mana mereka diporak-porandakan di Padang Sibusuk.
Selain itu, tekanan eksternal dari Dinasti Ming semakin memperburuk situasi. Dinasti Ming tidak hanya memperlihatkan kekuatan militer, tetapi juga menuntut ganti rugi atas konflik yang melibatkan warga Cina selama Perang Paregreg.
Denda sebesar 60.000 tahil perak yang dikenakan pada Wikramawardhana menjadi beban ekonomi tambahan bagi Majapahit.
4.Bencana Alam dan Krisis Sosial
Bencana kelaparan pada tahun 1426 menjadi pukulan berat bagi Majapahit. Kelaparan ini tidak hanya menghancurkan perekonomian, tetapi juga merenggut nyawa rakyat dan keluarga kerajaan.
Beberapa anggota keluarga kerajaan, seperti Bhre Tumapel, Bhre Lasem, dan Bhre Wengker, turut menjadi korban bencana ini.
Kondisi sosial dan ekonomi Majapahit semakin memburuk akibat kelaparan. Kekacauan sosial mulai merebak, memperlemah kemampuan pemerintah pusat untuk mengendalikan wilayah-wilayah yang tersisa.
5.Krisis Kepemimpinan
Krisis kepemimpinan di Majapahit juga menjadi salah satu faktor yang mempercepat keruntuhannya. Sepeninggal Hayam Wuruk, para penerus takhta tidak mampu menjaga kestabilan kerajaan.
Wikramawardhana, meskipun berhasil menyatukan kembali wilayah Majapahit setelah Perang Paregreg, tidak mampu mengatasi dampak dari konflik tersebut.
Setelah kematian Wikramawardhana pada tahun 1427, takhta diwariskan kepada putrinya, Sri Suhita. Meski Suhita adalah pemimpin yang cukup tangguh, situasi yang sudah terlalu buruk membuat upaya pemulihan menjadi sulit.
Krisis internal yang berlarut-larut membuat Majapahit terus melemah, hingga akhirnya runtuh pada akhir abad ke-15.
Kejatuhan Sebuah Kekaisaran Besar
Runtuhnya Majapahit adalah hasil dari kombinasi berbagai faktor, mulai dari konflik internal, pelepasan daerah bawahan, kelemahan militer, tekanan eksternal, hingga krisis kepemimpinan.
Perang Paregreg menjadi titik balik yang mengungkap rapuhnya persatuan kerajaan, sementara bencana kelaparan dan serangkaian kekalahan militer mempercepat proses kehancuran.(asyary)
Majapahit yang pernah berjaya sebagai kekuatan maritim terbesar di Nusantara akhirnya runtuh, meninggalkan pelajaran berharga tentang pentingnya persatuan, kepemimpinan yang kuat, dan pengelolaan kekuasaan yang bijaksana.
Keruntuhan ini menjadi simbol akhir dari era klasik di Indonesia, membuka jalan bagi munculnya kekuatan-kekuatan baru di Nusantara, seperti Kesultanan Malaka dan Demak.