Scroll untuk baca artikel
BeritaHikmah

Fitrah Manusia dan Solidaritas Qurani: Landasan Perdamaian dan Persatuan Umat

198
×

Fitrah Manusia dan Solidaritas Qurani: Landasan Perdamaian dan Persatuan Umat

Share this article

ppmindonesia.com.Jakarta-Dalam lanskap kehidupan manusia yang kompleks, Al-Qur’an hadir sebagai kompas moral yang membimbing umat manusia menuju harmoni dan kesatuan. Inti dari ajaran ini terletak pada konsep fitrah manusia, yaitu kecenderungan alami yang melekat pada setiap jiwa untuk mengakui keesaan Tuhan dan menjunjung tinggi nilai-nilai kebaikan.

Namun, fitrah ini seringkali terdistorsi oleh hawa nafsu dan kepentingan duniawi, yang memicu konflik dan perpecahan.

Al-Qur’an, melalui ayat-ayatnya yang sarat makna, menawarkan solusi transformatif: solidaritas Qurani. Konsep ini melampaui sekadar simpati atau empati, melainkan sebuah komitmen mendalam untuk “mencemaskan sesama sebagaimana mencemaskan diri sendiri” (QS. 30:28).

Ini adalah standar solidaritas yang sangat tinggi, yang menuntut pengorbanan dan keikhlasan untuk mewujudkan kesejahteraan bersama.

Solidaritas Qurani bukan sekadar idealisme, melainkan fondasi kokoh bagi perdamaian dan persatuan umat. Ketika setiap individu mampu menekan egoisme dan mengutamakan kepentingan bersama, maka sumber-sumber konflik akan mengering.

Namun, jalan menuju solidaritas ini tidaklah mudah. Al-Qur’an mengakui bahwa sebagian besar manusia lalai terhadap fitrah mereka (QS. 30:30) dan lebih memilih mengikuti hawa nafsu yang serakah (QS. 30:29).

Oleh karena itu, Al-Qur’an memberikan panduan praktis untuk menegakkan agama fitrah dan mewujudkan solidaritas:

  • Kembali kepada Allah (muniibiina ilaihi): Menyadari ketergantungan mutlak kepada Sang Pencipta dan menjadikan-Nya sebagai pusat kehidupan.
  • Bertakwa kepada-Nya (wattaquuhu): Menjaga diri dari perbuatan yang melanggar perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.
  • Menegakkan shalat (wa aqiimus shalata): Membangun koneksi spiritual yang kuat dengan Allah melalui ibadah yang khusyuk.
  • Tidak menjadi orang musyrik (walaa takunuu minal musyrikiin): Menghindari perpecahan dan golongan-golongan yang memecah belah persatuan umat.

Salah satu bentuk kemusyrikan yang paling merusak adalah “tafarruq” (perpecahan) dalam agama, di mana setiap kelompok merasa bangga dengan golongannya sendiri (QS. 30:31-32, 6:159). Al-Qur’an memperingatkan bahwa perpecahan ini adalah penyakit kronis yang menggerogoti persatuan umat dan melemahkan kekuatan mereka.

Dalam konteks ini, penting bagi umat Islam untuk merenungkan kembali tujuan utama agama, yaitu mewujudkan rahmat bagi seluruh alam. Dengan berpegang teguh pada fitrah manusia dan mengamalkan solidaritas Qurani, umat Islam dapat menjadi pelopor perdamaian dan persatuan, memberikan kontribusi positif bagi dunia yang lebih baik.(husni fahro)

Example 120x600