Scroll untuk baca artikel
BeritaNasional

Koperasi Desa Merah Putih: Solusi Ekonomi Pedesaan atau Tantangan Baru?

343
×

Koperasi Desa Merah Putih: Solusi Ekonomi Pedesaan atau Tantangan Baru?

Share this article
Ilustrasi gedung Koperasi Merah Putih (pp.doc)

ppmindonesia.com. Jakarta- Pemerintah Indonesia, di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto, merancang pembentukan sekitar 70.000 hingga 80.000 Koperasi Desa (Kopdes) Merah Putih di seluruh Indonesia.

Inisiatif ini, yang merupakan hasil Rapat Terbatas Kabinet pada 3 Januari 2025, bertujuan memperkuat perekonomian pedesaan dengan menyerap hasil pertanian lokal dan memangkas rantai distribusi yang selama ini merugikan produsen serta konsumen.

Dalam konferensi pers yang dipimpin oleh Menteri Koordinator Bidang Pangan, Zulkifli Hasan, dijelaskan bahwa Kopdes Merah Putih akan berperan sebagai agregator hasil pertanian. Dengan peran ini, koperasi diharapkan dapat membantu petani memperoleh harga jual yang lebih adil serta meningkatkan daya saing produk pertanian di pasar.

Selain itu, program ini juga akan mendukung kebijakan Makan Bergizi Nasional dengan memastikan ketersediaan bahan pangan yang terjangkau dan berkualitas bagi masyarakat.

Pendanaan dan Model Implementasi

Untuk mendukung operasional koperasi, pemerintah akan mengalokasikan dana dari berbagai sumber, termasuk Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), Dana Desa, serta pembiayaan perbankan melalui Himpunan Bank Milik Negara (Himbara). Setiap koperasi diperkirakan membutuhkan modal awal sekitar Rp3 miliar hingga Rp5 miliar agar dapat beroperasi secara optimal.

Menteri Koperasi Budi Arie Setiadi mengungkapkan bahwa pembentukan Kopdes Merah Putih akan dilakukan melalui tiga pendekatan utama:

  1. Mendirikan koperasi baru di desa-desa yang belum memiliki lembaga koperasi.
  2. Merevitalisasi koperasi yang telah ada tetapi belum beroperasi secara maksimal.
  3. Mengembangkan koperasi yang sudah berjalan dengan memperluas cakupan usaha dan layanan.

Lebih lanjut, ia menyebutkan bahwa sekitar 64 ribu kelompok tani siap bermigrasi menjadi koperasi, sehingga sistem pertanian dan distribusi pangan di desa dapat terintegrasi lebih baik. Dengan koperasi ini, diharapkan distribusi pangan menjadi lebih efisien, memutus rantai distribusi yang selama ini memicu harga tinggi di tingkat konsumen.

Potensi dan Tantangan

Meski tampak menjanjikan, inisiatif ini menuai beragam tanggapan dan tantangan. Salah satu kritik datang dari Ketua Nasional Perserikatan BUMDesa Indonesia (PBI), Saryanta, yang mempertanyakan bagaimana koperasi baru ini akan berinteraksi dengan lembaga ekonomi desa yang sudah ada, seperti Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), Koperasi Unit Desa (KUD), Koperasi Simpan Pinjam (KSP), serta kelompok tani dan nelayan.

Menurutnya, jika Kopdes Merah Putih menjadi pemain baru dalam distribusi hasil pertanian, perlu dipastikan bahwa kehadirannya tidak justru menciptakan monopoli baru atau menggeser peran pedagang tradisional dan lembaga ekonomi desa lainnya.

Selain itu, ia juga menyoroti potensi ketidakefektifan penggunaan Dana Desa, mengingat Kepmendes No. 3 Tahun 2025 telah menetapkan bahwa dana ketahanan pangan seharusnya dikelola oleh BUMDes. Jika anggaran desa dialihkan ke koperasi baru, apakah hal ini tidak akan mengorbankan program desa lain yang sudah berjalan?

Selain itu, pengalaman masa lalu menunjukkan bahwa banyak koperasi di Indonesia gagal akibat lemahnya manajemen dan pengawasan. Oleh karena itu, diperlukan mekanisme pengawasan yang ketat agar Kopdes Merah Putih tidak hanya menjadi entitas administratif di atas kertas, tetapi benar-benar beroperasi secara nyata dan memberikan manfaat bagi masyarakat desa.

Dukungan dan Harapan

Meskipun demikian, Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (Ikappi) menyambut baik inisiatif ini dan berharap koperasi dapat membantu memutus mata rantai distribusi yang selama ini menyulitkan pedagang pasar akibat tingginya harga barang. Sekretaris Jenderal Ikappi, Reynaldi Sarijowan, menegaskan pentingnya desain tata niaga pangan yang lebih modern dan efisien agar manfaatnya dapat dirasakan oleh desa maupun pasar tradisional.

Sementara itu, Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal, Yandri Susanto, menegaskan bahwa kebijakan ini akan diiringi dengan revisi regulasi terkait penggunaan Dana Desa. Pemerintah berkomitmen agar koperasi ini benar-benar menjadi pusat kegiatan ekonomi desa, termasuk sebagai gudang penyimpanan dan penyaluran hasil pertanian rakyat.

Kopdes Merah Putih juga diharapkan mampu mengelola berbagai unit usaha, seperti gerai sembako, gerai obat murah, apotek desa, unit usaha simpan pinjam, klinik desa, serta cold storage untuk menjaga ketahanan pangan.

Sebagai langkah mitigasi terhadap keterbatasan anggaran Dana Desa, pemerintah akan melibatkan Himbara dalam skema pendanaan melalui cicilan selama tiga hingga lima tahun. Dengan demikian, desa tetap memiliki fleksibilitas dalam mengalokasikan anggarannya tanpa membebani program lain yang telah berjalan.

Kopdes Merah Putih?

Kopdes Merah Putih memiliki potensi besar untuk memperkuat perekonomian desa dan meningkatkan kesejahteraan petani serta pelaku usaha kecil. Namun, tanpa kajian mendalam dan koordinasi yang baik dengan lembaga ekonomi yang sudah ada, program ini bisa berisiko tumpang tindih atau bahkan mengalami kegagalan.

Masyarakat desa berharap bukan sekadar program baru, tetapi juga evaluasi menyeluruh terhadap inisiatif sebelumnya agar pembangunan ekonomi desa benar-benar berkelanjutan.

Apakah Kopdes Merah Putih akan menjadi solusi konkret bagi perekonomian desa atau hanya proyek ambisius lainnya? Waktu yang akan menjawab. (emha)

Example 120x600