ppmindonesia.com.Jakarta – Semangat reformasi sektor koperasi tengah bergema di Indonesia. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI bersama pemerintah sedang menggodok revisi Undang-Undang (UU) Perkoperasian untuk menjawab tantangan zaman dan mengembalikan jati diri koperasi sebagai soko guru perekonomian nasional.
Revisi ini menjadi krusial karena UU Nomor 25 Tahun 1992 yang berlaku saat ini dinilai sudah tidak relevan dengan perkembangan zaman. Wakil Ketua Komisi VI DPR RI, Nurdin Halid, menegaskan bahwa koperasi memiliki peran vital dalam perekonomian Indonesia, sebagaimana tercantum dalam Pasal 33 Ayat 1 UUD 1945.
“Koperasi bukan hanya menjadi pilar ekonomi yang penting, tetapi juga sebagai wadah untuk mengembangkan potensi ekonomi rakyat, terutama di tingkat lokal dan pedesaan,” ujar Nurdin.
Namun, koperasi di Indonesia saat ini menghadapi berbagai permasalahan, terutama terkait tata kelola dan regulasi yang belum optimal. Oleh karena itu, revisi UU Perkoperasian menjadi langkah penting untuk memperkuat koperasi sebagai lembaga yang mandiri dan berdaya saing.
Tantangan Zaman dan Roh Korporasi
Salah satu tantangan utama yang dihadapi koperasi adalah perkembangan teknologi dan digitalisasi. Koperasi perlu beradaptasi dengan tren teknologi untuk meningkatkan daya saing dan memperluas akses pasar.
Selain itu, koperasi juga menghadapi tantangan “roh korporasi” yang terus merasuk ke dalam sendi-sendi kehidupan bernegara. UU Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian bahkan dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) karena dinilai bernuansa korporasi dan menghilangkan asas kekeluargaan dan gotong royong yang menjadi ciri khas koperasi.
“Roh korporasi terus merasuk ke sendi-sendi kehidupan negara, termasuk jiwa usaha yang sesuai dengan kegotongroyongan: koperasi. Gara-gara bernuansa korporasi, UU No. 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian 1 dibatalkan Mahkamah Konstitusi 2 (MK),” bunyi pernyataan MK.
Fokus Revisi UU Perkoperasian
Revisi UU Perkoperasian ini memiliki beberapa fokus utama, antara lain:
- Perbaikan tata kelola koperasi yang transparan, efisien, dan akuntabel.
- Optimalisasi fungsi pengawasan yang lebih ketat dan efektif.
- Pemberdayaan digitalisasi untuk operasional koperasi.
- Penguatan lembaga ragam koperasi.
- Pemberlakuan sanksi yang tegas bagi pelaku penyelewengan koperasi.
- Peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) koperasi.
Target Pengesahan Maret 2025
Kementerian Koperasi dan UKM (KemenkopUKM) terus mempercepat pembahasan Rancangan UU (RUU) Perkoperasian ini. Deputi Bidang Kelembagaan dan Digitalisasi Koperasi Kemenkop, Henra Saragih, menargetkan RUU ini dapat disahkan pada Maret 2025.
“RUU Perkoperasian telah masuk dalam agenda rapat Baleg DPR-RI untuk masa sidang I tahun sidang 2024-2025 periode 21 Januari-20 Maret 2025. RUU Perkoperasian ditargetkan untuk dapat disahkan pada akhir masa sidang I pada bulan Maret 2025,” ujar Henra.dalam keterangan resminya di Jakarta, Senin, 3 Februari 2025.
Dukungan dari Berbagai Pihak
Revisi UU Perkoperasian ini mendapat dukungan dari berbagai pihak, termasuk para pakar dan akademisi. Guru Besar Ilmu Ekonomi Islam Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof. Euis Amalia, berharap RUU ini dapat memperkuat peran koperasi di era digital dan ekonomi syariah.
“Rancangan Undang-Undang (RUU) Perkoperasian yang tengah dibahas di DPR diharapkan memperkuat peran koperasi di era digital dan ekonomi syariah, mampu memperkuat koperasi sebagai pilar utama perekonomian nasional,” kata Prof. Euis.
Ketua Harian Forum Koperasi Indonesia (Forkopi), Kartiko Adi Wibowo, juga menegaskan pentingnya revisi RUU ini untuk menjadi payung hukum yang lebih kuat dan melindungi gerakan koperasi di Indonesia.
Dengan revisi UU Perkoperasian ini, diharapkan koperasi di Indonesia dapat kembali ke jati dirinya sebagai soko guru perekonomian nasional dan mampu menjawab tantangan zaman. (emha)