Scroll untuk baca artikel
BeritaHikmah

Lailatul Qadar: Perspektif Al-Qur’an dan Pemahaman yang Mendasar

74
×

Lailatul Qadar: Perspektif Al-Qur’an dan Pemahaman yang Mendasar

Share this article

ppmindonesia.com.Jakarta – Dalam memahami Al-Qur’an, penting untuk menyadari bahwa Allah menggunakan berbagai bentuk tata bahasa untuk menggambarkan peristiwa, terlepas dari dimensi waktu yang kita pahami. 

Dalam beberapa kasus, Allah menggunakan present tense untuk merujuk pada peristiwa masa lalu atau masa depan, past tense untuk peristiwa masa depan, dan future tense untuk kejadian yang telah terjadi. 

Hal ini terjadi karena Allah tidak terikat oleh batasan waktu seperti manusia. Dia mengetahui masa lalu, masa kini, dan masa depan secara bersamaan.

Oleh karena itu, bergantung hanya pada bentuk kata kerja dalam 97:4 sebagai bukti bahwa Malam Kemuliaan terjadi setiap tahun adalah pendekatan yang tidak berdasar.

Pemahaman tentang ayat ini harus mempertimbangkan keseluruhan konteks Al-Qur’an dan prinsip linguistik yang digunakan di dalamnya.

Format Present Tense dalam 97:4 dan Pola Penggunaannya

تَنَزَّلُ ٱلۡمَلَٰٓئِكَةُ وَٱلرُّوحُ فِيهَا بِإِذۡنِ رَبِّهِم مِّن كُلِّ أَمۡرٖ ٤

[97:4] Para malaikat dan Ruh turun di dalamnya dengan izin Tuhan mereka, membawa segala ketetapan

Selain fakta bahwa deskripsi setelah ekspresi keajaiban (mā adrāka) selalu diberikan dalam present tense, ada poin lain yang perlu diperhatikan dalam 97:4.

Bentuk kata kerja “tanazzalu” dalam ayat ini memiliki karakteristik khusus dalam bahasa Arab.

Format ini menunjukkan suatu proses yang berlangsung dalam periode waktu tertentu, terlepas dari apakah kejadian tersebut terjadi di masa lalu, sekarang, atau masa depan.

Ini berbeda dari bentuk present tense biasa yang digunakan dalam konteks lain.

Sebagai bukti, kita bisa melihat beberapa contoh lain dalam Al-Qur’an yang menggunakan format present tense yang sama untuk menggambarkan peristiwa di masa lalu atau masa depan: 

 وَتَرَى ٱلشَّمۡسَ إِذَا طَلَعَت تَّزَٰوَرُ عَن كَهۡفِهِمۡ ذَاتَ ٱلۡيَمِينِ….. ١٧ ; (Qs Al Kaf 18:17)

 “ta zawaru” digunakan untuk menggambarkan bagaimana matahari terbit dan terbenam di sekitar gua tempat para pemuda tidur. Ini adalah proses yang terjadi di masa lalu tetapi dijelaskan dalam present tense.

وَيَوۡمَ تَشَقَّقُ ٱلسَّمَآءُ بِٱلۡغَمَٰمِ وَنُزِّلَ ٱلۡمَلَٰٓئِكَةُ تَنزِيلًا ٢٥ (Qs; Al Furqan 25:25)

 “ta shaqaqu” digunakan untuk menggambarkan langit yang terbelah pada Hari Kiamat, yang merupakan peristiwa di masa depan tetapi disampaikan dalam format present tense yang sama.

يَوۡمَ يَأۡتِ لَا تَكَلَّمُ نَفۡسٌ إِلَّا بِإِذۡنِهِۦۚ فَمِنۡهُمۡ شَقِيّٞ وَسَعِيدٞ ١٠٥ (Qs.Hud : 11:105)

 “ta kallamu” digunakan dalam konteks Hari Penghakiman, menggambarkan bahwa pada hari itu tidak ada jiwa yang berbicara kecuali dengan izin Allah.

Sekali lagi, ini adalah peristiwa masa depan yang menggunakan bentuk present tense yang sama seperti dalam 97:4.

Dengan memahami pola ini, kita dapat menyimpulkan bahwa tanazzalu dalam 97:4 tidak serta-merta menunjukkan bahwa kejadian tersebut berulang setiap tahun.

Sebaliknya, ini menggambarkan suatu proses yang terjadi dalam satu malam—yaitu malam ketika Al-Qur’an diturunkan—dan berlangsung hingga fajar, sebagaimana dijelaskan dalam 97:5.

Durasi Proses Turunnya Al-Qur’an

Proses turunnya Al-Qur’an dalam satu malam ditegaskan dalam beberapa ayat lainnya:

[17:1] menyebutkan perjalanan malam (Isra’) yang berkaitan dengan wahyu.

[44:3] menyatakan bahwa Al-Qur’an diturunkan pada malam yang diberkahi.

[97:5] menegaskan bahwa malam itu berlangsung hingga fajar.

Dari sini, jelas bahwa Lailatul Qadar bukanlah peristiwa tahunan, melainkan satu kejadian bersejarah yang terjadi dalam satu malam tertentu di masa lalu, ketika Al-Qur’an diturunkan.

Kesalahan Terjemahan dalam 97:4

Banyak terjemahan Al-Qur’an menambahkan kata “melaksanakan” dalam 97:4, yang tidak ada dalam teks aslinya.

 97:4 Para malaikat dan Ruh turun di dalamnya dengan izin Tuhan mereka, DENGAN setiap perintah.

Frasa “bi kulli amr” secara harfiah berarti “dengan setiap perintah”, bukan “untuk melaksanakan setiap perintah”. Penggunaan لِّ (li) dalam ayat ini memiliki kesamaan dengan ayat-ayat lain yang terkait dengan wahyu ilahi, seperti:

Al-Ruh (الروح) dalam berbagai konteks yang merujuk pada wahyu.

Bi al-Ruh (بِالرُّوحِ) yang sering dikaitkan dengan tugas Jibril dalam menyampaikan wahyu.

Dengan demikian, ayat ini tidak mengatakan bahwa para malaikat dan Ruh turun setiap tahun untuk melaksanakan perintah tertentu. 

Sebaliknya, ini menggambarkan suatu peristiwa unik di masa lalu di mana malaikat dan Ruh turun dalam satu malam yang penuh kemuliaan.

Kesimpulan

Berdasarkan analisis linguistik dan konteks Al-Qur’an, dapat disimpulkan bahwa:

  1. Lailatul Qadar adalah malam di mana Al-Qur’an diturunkan, bukan peristiwa tahunan yang terus berulang.
  2. Penggunaan present tense dalam 97:4 tidak menunjukkan pengulangan tahunan, tetapi menggambarkan suatu proses yang berlangsung dalam satu malam di masa lalu.
  3. Terjemahan yang menambahkan kata “melaksanakan” dalam 97:4 tidak akurat dan mengubah makna ayat.
  4. Deskripsi tentang Lailatul Qadar dalam Al-Qur’an sepenuhnya berkaitan dengan satu kejadian historis, bukan tradisi tahunan yang diwariskan oleh sumber di luar Al-Qur’an.

Oleh karena itu, seorang mukmin yang berpegang teguh pada Al-Qur’an hendaknya memahami Lailatul Qadar sebagaimana dijelaskan dalam kitab suci, tanpa dipengaruhi oleh interpretasi yang tidak memiliki dasar wahyu. (husni fahro)

Example 120x600