Scroll untuk baca artikel
BeritaHikmah

Meninjau Kembali Peringatan Lailatul Qadar: Antara Keyakinan dan Realitas Wahyu

82
×

Meninjau Kembali Peringatan Lailatul Qadar: Antara Keyakinan dan Realitas Wahyu

Share this article

ppmindonesia.com.JakartaLailatul Qadar atau Malam Kemuliaan sering dianggap sebagai malam istimewa yang terjadi setiap tahun pada bulan Ramadhan, khususnya pada malam ke-27. Dalam tradisi Islam, malam ini dikaitkan dengan keberkahan, turunnya para malaikat, dan pengabulan doa.

Umat Islam dianjurkan untuk menghidupkan malam ini dengan ibadah, dzikir, dan doa karena diyakini lebih baik dari seribu bulan. Namun, apakah pemahaman ini benar-benar didasarkan pada Al-Qur’an, ataukah lebih banyak dipengaruhi oleh tradisi yang berkembang seiring waktu?

Lailatul Qadar dalam Perspektif Al-Qur’an

Al-Qur’an secara eksplisit menyebutkan Lailatul Qadar dalam beberapa ayat, di antaranya:

  1. Surah Al-Qadr (97:1-5) – Menjelaskan bahwa Al-Qur’an diturunkan pada malam ini dan bahwa malam tersebut lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu, malaikat dan Jibril turun dengan izin Allah, membawa segala urusan, hingga terbit fajar.
  2. Surah Ad-Dukhan (44:3-4) – Allah menyebutkan bahwa Al-Qur’an diturunkan pada malam yang diberkahi (لَيْلَةٍ مُّبَارَكَةٍ), dan pada malam itu ditentukan segala urusan yang penuh hikmah.
  3. Surah Al-Baqarah (2:185) – Menegaskan bahwa bulan Ramadhan adalah waktu di mana Al-Qur’an diturunkan sebagai petunjuk bagi manusia.

Jika kita memperhatikan ayat-ayat ini dengan cermat, tidak ada satu pun yang menyatakan bahwa Lailatul Qadar adalah malam yang berulang setiap tahun. Sebaliknya, ayat-ayat tersebut menekankan bahwa malam ini adalah waktu khusus ketika Al-Qur’an pertama kali diturunkan, sebuah peristiwa monumental dalam sejarah Islam yang telah terjadi di masa lalu.

Bentuk Kata Kerja dan Indikasi Waktu dalam Al-Qur’an

Al-Qur’an sering menggunakan bentuk kata kerja dalam berbagai waktu untuk menggambarkan peristiwa yang melampaui batasan masa lalu, sekarang, dan masa depan. Sebagai contoh:

Dalam QS. 97:4, kata “tanazzalu” (تَنَزَّلُ) yang berarti “turun” digunakan dalam bentuk present tense yang menunjukkan suatu proses yang terjadi dalam durasi tertentu. Namun, dalam konteks pewahyuan Al-Qur’an, hal ini tidak berarti bahwa peristiwa itu terus berulang setiap tahun.

Dalam QS. 18:17, kata “tazawaru” (تَزَاوَرُ) digunakan dalam bentuk yang sama untuk menggambarkan pergerakan matahari di masa lalu, menunjukkan bahwa penggunaan present tense dalam Al-Qur’an tidak selalu berarti kejadian itu terus terjadi.

Dalam QS. 25:25 dan QS. 11:105, kata kerja present tense juga digunakan untuk menggambarkan peristiwa di Hari Kiamat, yang jelas merupakan kejadian di masa depan.

Dengan memahami pola bahasa dalam Al-Qur’an, kita dapat melihat bahwa bentuk kata kerja dalam QS. 97:4 tidak serta-merta menunjukkan bahwa Lailatul Qadar adalah peristiwa yang berulang.

Apakah Lailatul Qadar Harus Diperingati Setiap Tahun?

Tidak ada satu pun ayat dalam Al-Qur’an yang memerintahkan umat Islam untuk merayakan atau memperingati Lailatul Qadar setiap tahun. Tidak pula disebutkan adanya ibadah khusus yang harus dilakukan pada malam ini. Yang diperintahkan dalam Al-Qur’an adalah:

  • Membaca dan merenungkan Al-Qur’an setiap malam (QS. 73:1-8, QS. 73:20).
  • Menghormati bulan Ramadhan dengan berpuasa sebagai bentuk penghormatan atas turunnya Al-Qur’an (QS. 2:185).

Kepercayaan bahwa malaikat dan Jibril turun ke bumi setiap tahun untuk mengabulkan doa dan menetapkan takdir tidak memiliki dasar dalam Al-Qur’an.

Sebaliknya, yang dikatakan dalam QS. 97:4 adalah bahwa malaikat turun dengan perintah Allah pada malam ketika Al-Qur’an diwahyukan, yang merupakan peristiwa historis yang telah selesai.

Konsekuensi dari Keyakinan yang Tidak Berdasar pada Wahyu

Menganggap Lailatul Qadar sebagai peristiwa tahunan yang harus diperingati membawa beberapa konsekuensi:

  1. Menambah Ritual yang Tidak Ditetapkan dalam Al-Qur’an

Praktik seperti begadang semalaman, doa-doa khusus, dan pencarian malam tertentu dalam sepuluh hari terakhir Ramadhan menjadi tradisi yang tidak memiliki landasan dalam Al-Qur’an.

Hal ini bisa menyebabkan umat lebih fokus pada satu malam dalam setahun, sementara Al-Qur’an justru memerintahkan kita untuk bermeditasi dan beribadah setiap malam.

  1. Meninggalkan Esensi Sesungguhnya dari Pewahyuan

Lailatul Qadar adalah peringatan atas diturunkannya Al-Qur’an, bukan malam untuk sekadar mencari keberkahan atau pengabulan doa.

Fokus utama seharusnya pada memahami dan mengamalkan ajaran Al-Qur’an sepanjang hidup, bukan hanya menghidupkan satu malam tertentu.

  1. Membuka Celah bagi Inovasi dalam Agama (Bid’ah)

Banyak umat Islam yang menjalankan ritual-ritual tertentu karena mengikuti tradisi tanpa mengecek sumbernya dalam Al-Qur’an.

Hal ini bertentangan dengan prinsip dasar Islam yang menekankan pada ketaatan hanya kepada perintah Allah dalam Al-Qur’an.

 Kembali kepada Wahyu yang Murni

Lailatul Qadar adalah malam penuh keberkahan karena pada malam itulah Al-Qur’an pertama kali diturunkan.

Namun, tidak ada bukti dalam Al-Qur’an yang menyatakan bahwa malam ini terjadi berulang setiap tahun atau bahwa umat Islam diperintahkan untuk mengkhususkan ibadah pada malam tertentu.

Allah telah menetapkan puasa Ramadhan sebagai bentuk penghormatan terhadap turunnya Al-Qur’an.

Selain itu, umat Islam diperintahkan untuk membaca, memahami, dan mengamalkan Al-Qur’an setiap malam sepanjang hidup mereka, bukan hanya pada satu malam dalam setahun.

Oleh karena itu, sudah seharusnya kita meninjau kembali pemahaman kita tentang Lailatul Qadar berdasarkan Al-Qur’an, bukan sekadar mengikuti tradisi yang tidak memiliki dasar wahyu.

Islam adalah agama yang berdasarkan kebenaran dan ilmu pengetahuan, bukan kepercayaan yang diwarisi tanpa verifikasi.

Sebagai Muslim yang berserah diri kepada Allah, marilah kita kembali kepada satu-satunya sumber yang sah dan ilahi, yaitu Al-Qur’an, untuk mencari kebenaran sejati.

فَتَعٰلَى اللّٰهُ الْمَلِكُ الْحَقُّۚ وَلَا تَعْجَلْ بِالْقُرْاٰنِ مِنْ قَبْلِ اَنْ يُّقْضٰٓى اِلَيْكَ وَحْيُهٗ ۖوَقُلْ رَّبِّ زِدْنِيْ عِلْمًا:

“Yang Maha Agung adalah Tuhan, satu-satunya Raja yang benar. Jangan terburu-buru membaca Al-Qur’an sebelum diturunkan kepadamu, dan katakanlah, ‘Ya Tuhanku, tambahlah ilmuku.’” (QS. 20:114) (husni fahro)

Example 120x600