Scroll untuk baca artikel
BeritaHikmah

“Menafsirkan ‘Tahajjad Bihi’ dalam Al-Isra 17:79: Shalat Malam atau Perenungan Al-Qur’an?”

170
×

“Menafsirkan ‘Tahajjad Bihi’ dalam Al-Isra 17:79: Shalat Malam atau Perenungan Al-Qur’an?”

Share this article

Dalam Surah Al-Isra ayat 78-79, Allah berfirman:

“Dirikanlah shalat dari tergelincirnya matahari sampai gelapnya malam, dan (dirikan pula) bacaan Al-Qur’an pada waktu fajar. Sesungguhnya bacaan Al-Qur’an pada waktu fajar itu disaksikan. Dan pada sebagian malam, lakukanlah ‘tahajjad bihi’ (bermeditasi dengannya) sebagai tambahan manfaat untukmu, mudah-mudahan Tuhanmu mengangkatmu ke tempat yang terpuji.” (QS. Al-Isra: 78-79)

 

ppmindonesia.com. Jakarta – Ayat ini sering dikaitkan dengan shalat tahajjud sebagai suatu bentuk ibadah malam yang dilakukan setelah tidur.

Namun, jika kita menelaah struktur ayat dan makna bahasa Arab yang digunakan, ada indikasi bahwa ayat ini lebih berbicara tentang merenungkan Al-Qur’an daripada sekadar mendirikan shalat malam.

Analisis Makna ‘Tahajjad Bihi’

Dalam ayat 78, subjek utama yang dibahas adalah shalat dalam rentang waktu tertentu, mulai dari tergelincirnya matahari hingga masuknya malam. Namun, di akhir ayat 78, ada penyebutan khusus tentang Qur’an al-Fajr (bacaan Al-Qur’an di waktu fajar), yang disebut sebagai sesuatu yang “disaksikan.”

Selanjutnya, dalam ayat 79, kata kunci yang sering dikaitkan dengan shalat malam adalah tahajjad bihi. Namun, jika kita perhatikan struktur bahasa Arabnya, frasa ini sebenarnya mengandung makna yang lebih luas daripada sekadar shalat malam.

  1. Kata “bihi” (dengannya)

Kata ganti bihi dalam bahasa Arab merujuk kepada sesuatu yang maskulin.

Dalam konteks ayat sebelumnya, kata yang disebut terakhir adalah “Al-Qur’an,” yang dalam bahasa Arab adalah kata benda maskulin.

Jika yang dimaksud adalah shalat, maka seharusnya digunakan kata ganti biha, karena shalat dalam bahasa Arab adalah kata benda feminin.

  1. Perubahan Subjek dari Shalat ke Al-Qur’an

Dalam ayat 78, awalnya pembahasan adalah shalat, tetapi kemudian fokus berpindah kepada bacaan Al-Qur’an di waktu fajar.

Oleh karena itu, ketika dalam ayat 79 disebutkan tahajjad bihi, frasa ini lebih logis merujuk kepada Al-Qur’an yang telah disebutkan sebelumnya, bukan kepada shalat.

Ini mengindikasikan bahwa yang diperintahkan adalah melakukan tahajjud dengan merenungkan atau bermeditasi dengan Al-Qur’an pada malam hari, bukan hanya sekadar melakukan shalat.

  1. Makna Kata ‘Tahajjad’

Kata tahajjad berasal dari akar kata hajada, yang berarti meninggalkan tidur atau bangun dari tidur.

Secara linguistik, kata ini tidak secara spesifik berarti shalat, tetapi lebih mengarah kepada upaya seseorang untuk bangun dan melakukan sesuatu yang bermanfaat, seperti membaca dan merenungkan Al-Qur’an.

Oleh karena itu, dalam konteks ayat ini, tahajjad bihi dapat diartikan sebagai upaya untuk bangun di sebagian malam dan bermeditasi dengan Al-Qur’an, bukan hanya terbatas pada shalat malam yang dikenal sebagai “shalat tahajjud.”

Kesimpulan

Dengan memahami struktur bahasa dan konteks ayat, tampak jelas bahwa 17:79 bukanlah perintah eksplisit untuk mendirikan shalat tahajjud seperti yang sering diasumsikan. Sebaliknya, ayat ini menekankan pentingnya merenungkan Al-Qur’an pada malam hari sebagai suatu manfaat tambahan (nafilatan lak).

Jika Allah ingin menyebut secara spesifik bahwa yang dimaksud adalah shalat malam, tentu kata “shalat” akan disebutkan secara eksplisit, seperti dalam banyak ayat lainnya yang berbicara tentang shalat. Namun, dalam ayat ini, yang ditekankan adalah membaca dan merenungkan Al-Qur’an sebagai suatu amalan yang dapat mengangkat seseorang ke “maqam mahmud” (kedudukan yang terpuji).

Dengan demikian, makna yang lebih luas dari ayat ini adalah bahwa merenungkan Al-Qur’an di waktu malam memiliki manfaat besar dalam meningkatkan spiritualitas seseorang, dan bukan hanya sebatas melakukan shalat malam semata. (emha)

Example 120x600