ppmindonesia.com, Palembang–Pulau Kemaro merupakan salah satu destinasi wisata yang paling ikonik di Kota Palembang, terutama saat perayaan Imlek dan Cap Go Meh. Pulau ini terletak di tengah aliran Sungai Musi, sekitar 6 kilometer dari Jembatan Ampera.
Meski berada di kawasan industri—dikelilingi oleh pabrik Pupuk Sriwidjaja, Pertamina Plaju, dan Sungai Gerong—Pulau Kemaro tetap menjadi primadona wisata religi dan budaya yang ramai dikunjungi.
Daya Tarik Wisata dan Budaya
Pulau seluas sekitar 79 hingga 180 hektar ini menyimpan berbagai pesona yang menarik minat wisatawan, baik dari dalam maupun luar negeri. Salah satu landmark utama di pulau ini adalah Kelenteng Hok Tjing Rio (Klenteng Kwan Im), yang telah berdiri sejak tahun 1962. Kelenteng ini menjadi pusat kegiatan keagamaan masyarakat Tionghoa di Palembang, khususnya saat perayaan Imlek dan Cap Go Meh.
Di dekat kelenteng, berdiri megah sebuah pagoda berlantai sembilan yang menjulang tinggi. Pagoda ini memiliki arsitektur khas Tionghoa dan sering digunakan untuk tempat ibadah umat Buddha.
Menariknya, pagoda ini juga menjadi spot favorit untuk berfoto karena keindahan desain dan pemandangannya yang dapat dilihat dari kejauhan. Tak jauh dari sana, terdapat patung Buddha berwarna emas setinggi dua meter yang menambah nuansa religius dan artistik di kawasan ini.
Legenda Cinta Tan Bun An dan Siti Fatimah
Pulau Kemaro tidak hanya dikenal karena arsitektur budaya dan religinya, tetapi juga karena legenda cinta yang menyentuh hati. Dikisahkan, pada masa Kerajaan Sriwijaya, seorang putri bernama Siti Fatimah, anak Raja Palembang yang beragama Islam, jatuh cinta pada Tan Bun An, seorang saudagar asal Tiongkok yang beragama Buddha.
Mereka menjalin cinta meski berasal dari latar belakang budaya dan agama yang berbeda. Tan Bun An kemudian membawa Siti Fatimah ke Tiongkok untuk memperkenalkan kepada orang tuanya dan meminta restu. Setelah restu diberikan, keduanya kembali ke Palembang dengan membawa hadiah berupa tujuh guci besar dari orang tua Tan Bun An.
Namun, saat membuka guci-guci tersebut di Palembang, mereka menemukan isinya hanya sayuran busuk. Merasa kecewa, mereka membuang guci-guci itu ke Sungai Musi. Saat guci terakhir dibuang dan pecah, ternyata di dalamnya terdapat emas. Tan Bun An merasa bersalah telah membuang guci-guci berharga itu, lalu terjun ke sungai untuk mencarinya, disusul oleh pengawalnya.
Karena tak kunjung muncul ke permukaan, Siti Fatimah pun ikut terjun menyusul kekasihnya. Sejak saat itu, mereka tidak pernah terlihat lagi. Beberapa waktu kemudian, muncul sebuah pulau kecil di lokasi mereka menghilang. Pulau yang tidak pernah tenggelam meski air Sungai Musi sedang pasang ini kemudian dikenal sebagai Pulau Kemaro, yang diyakini sebagai tempat peristirahatan terakhir kedua sejoli tersebut.
Kampung Aer dan Museum Sungai Musi
Selain kelenteng dan pagoda, di Pulau Kemaro juga terdapat Kampung Aer, sebuah kampung kecil berwarna-warni yang bisa diakses dari pintu masuk dekat pagoda. Kampung ini dihuni sekitar 100 kepala keluarga. Di salah satu rumahnya, terdapat museum mini yang menyimpan koleksi barang-barang antik hasil temuan dari Sungai Musi, yang menambah nilai sejarah dan budaya bagi pengunjung.
Akses Menuju Pulau Kemaro
Untuk mencapai Pulau Kemaro, pengunjung harus menyeberangi Sungai Musi. Tidak ada tiket masuk ke pulau ini, namun pengunjung perlu menyewa perahu. Dari dermaga Benteng Kuto Besak, tersedia speedboat atau getek dengan tarif sekitar Rp300.000 per perjalanan pulang-pergi, dengan waktu tempuh 15–30 menit. Alternatif lainnya, dari dermaga pabrik ban Kalidoni, pengunjung hanya perlu membayar sekitar Rp5.000–10.000 per orang sekali jalan dengan getek tradisional.
Menariknya, saat perayaan Cap Go Meh, panitia biasanya membangun jembatan ponton sementara yang menghubungkan daratan langsung ke Pulau Kemaro. Kehadiran jembatan ini memudahkan akses, karena pengunjung tak perlu lagi menggunakan perahu.
Pulau Kemaro bukan hanya tempat wisata biasa, melainkan sebuah titik temu antara budaya, kepercayaan, dan legenda yang hidup dalam masyarakat. Keindahan alam, kekayaan budaya, dan kisah cinta yang melegenda menjadikan pulau ini sebagai salah satu destinasi yang wajib dikunjungi saat berada di Palembang. (emha)