Scroll untuk baca artikel
BeritaSejarah

Asal Usul Nama dan Sejarah Kota Depok: Warisan Cornelis Chastelein dalam Lintasan Sejarah Kolonial dan Lokal

299
×

Asal Usul Nama dan Sejarah Kota Depok: Warisan Cornelis Chastelein dalam Lintasan Sejarah Kolonial dan Lokal

Share this article
Bangunan Rumah Sakit Harapan Depok yang dulunya menjadi kantor Dewan Kota Depok (Gemeente Bestuur) sekitar tahun 1930. (Sumber foto: Oudheidkundige Dienst/Leiden University)

ppmindonesia.com.Jakarta– Nama “Depok” tidak hanya merujuk pada sebuah kota di selatan Jakarta, tetapi juga merepresentasikan sejarah panjang yang berakar dari masa kolonial hingga perkembangan masyarakat lokal modern. Penamaan dan pembentukan Depok berkaitan erat dengan tokoh penting bernama Cornelis Chastelein, seorang pegawai tinggi Vereenigde Oost-Indische Compagnie (VOC) yang memiliki pandangan progresif dalam memperlakukan budak dan membentuk komunitas Kristen Protestan pertama di wilayah tersebut.

Asal Usul Nama “Depok”

Terdapat beberapa versi mengenai asal-usul nama “Depok”. Salah satu versi menyebut bahwa kata “Depok” merupakan singkatan dari bahasa Belanda, De Eerste Protestantse Organisatie van Kristenen, yang berarti “Organisasi Kristen Protestan Pertama”.[^1] Istilah ini merujuk pada komunitas yang dibentuk oleh para bekas budak yang telah dimerdekakan oleh Cornelis Chastelein pada awal abad ke-18.

Versi lainnya menyebut bahwa “Depok” berasal dari kata dalam bahasa Sunda “padepokan”, yang berarti tempat bertapa atau tempat pengasingan diri untuk tujuan spiritual.[^2] Lokasinya yang berdekatan dengan Sungai Ciliwung—yang dahulu berada dalam lingkup pengaruh Kerajaan Pajajaran—memperkuat kemungkinan bahwa wilayah ini dulunya digunakan sebagai tempat bertapa.

Cornelis Chastelein dan Pembentukan Komunitas Depok

Cornelis Chastelein lahir di Amsterdam pada 10 Agustus 1657 dan tiba di Batavia pada tahun 1675. Ia memulai karier di VOC sebagai boekhouder dan secara bertahap naik jabatan hingga menjadi groot winkelier dan tweede opperkoopman, posisi tinggi dalam perdagangan VOC.[^3] Meskipun sukses secara ekonomi, Chastelein kemudian memilih keluar dari VOC karena tidak sejalan dengan praktik eksploitasi terhadap penduduk lokal.

Pada tahun 1693, Chastelein mulai membeli lahan di sekitar Batavia, termasuk wilayah yang sekarang dikenal sebagai Gambir, Lenteng Agung, Mampang, dan Depok. Di atas tanah tersebut, ia tidak hanya bertani tetapi juga membangun komunitas Kristen Protestan. Ia mendatangkan sekitar 150 budak dari berbagai wilayah Nusantara, seperti Bali, Sulawesi, dan Timor, dan memberikan perlakuan yang manusiawi serta pembinaan agama kepada mereka.[^4]

Dalam surat wasiatnya tertanggal 13 Maret 1714, Chastelein memutuskan untuk membebaskan seluruh budaknya dan mewariskan sebagian tanah miliknya kepada mereka. Ia juga menetapkan agar tanah tersebut menjadi basis pengajaran agama Kristen Protestan.[^5] Para bekas budak yang telah dimerdekakan ini kemudian membentuk komunitas De Eerste Protestantse Organisatie van Kristenen, yang menjadi cikal bakal masyarakat Depok. Mereka kemudian dikenal sebagai “Belanda Depok”.

Struktur Pemerintahan Lokal dan Identitas Komunitas

Pada tahun 1871, masyarakat Depok membentuk sistem pemerintahan sipil bernama Gemeente Bestuur, yang dipimpin oleh perwakilan dari 12 marga keturunan bekas budak Chastelein. Dari tahun 1913 hingga 1952, Depok memiliki empat orang pemimpin komunitas yang dijuluki sebagai “Presiden Depok”. Para presiden ini dipilih berdasarkan suara terbanyak atau melalui musyawarah antar marga.[^6]

Selain sebagai kawasan religius, Depok juga berkembang menjadi wilayah pertanian yang subur. Salah satu hasil perkebunan yang menonjol adalah buah belimbing, sehingga kota ini kemudian dijuluki sebagai “Kota Belimbing”.

Perkembangan Depok di Era Modern

Setelah kemerdekaan Indonesia dan memasuki era modern, Depok berkembang menjadi bagian dari wilayah metropolitan Jabodetabek. Selain menjadi kota penyangga Jakarta, Depok kini menjadi pusat pendidikan dengan berdirinya Universitas Indonesia dan institusi-institusi pendidikan tinggi lainnya. Identitas Depok sebagai kota dengan sejarah kolonial yang unik tetap hidup dalam budaya lokal dan narasi sejarah masyarakatnya.

Penutup

Sejarah Depok tidak hanya mencerminkan pengaruh kolonialisme, tetapi juga menunjukkan contoh peralihan dari dominasi kekuasaan menuju pembentukan komunitas mandiri berdasarkan nilai-nilai kemanusiaan dan keagamaan. Warisan Cornelis Chastelein dalam membebaskan budak dan membentuk komunitas Kristen menjadi fondasi penting dalam pembentukan identitas kota ini. Meskipun kini telah menjadi kota modern, jejak sejarah tersebut tetap tertanam dalam struktur sosial, budaya, dan religius masyarakat Depok. (acank)

Catatan:

  • [^1]: Tri Wahyuning M. Irsyam, Berkembang dalam Bayang-Bayang Jakarta: Sejarah Depok 1950–1990-an, Jakarta: LP3ES, 2017.
  •  [^2]: Artikel “The Role of Cornelis Chastelein in the Development of the Depok Region 1693–1714”. 
  • [^3]: Ibid. 
  • [^4]: Ibid. 
  • [^5]: Depok Tempo Doeloe, 2011. 
  • [^6]: Ibid.
Example 120x600