ppmindonesia.com.Jakarta – Sebuah temuan yang cukup mengusik kebiasaan minum teh masyarakat Indonesia terungkap oleh para peneliti dari Ecological Observation and Wetlands Conservation (ECOTON). Mereka mendapati bahwa sejumlah merek teh celup populer di Indonesia mengandung partikel-partikel mikroplastik yang berpotensi membahayakan kesehatan. Sumber utama kontaminasi ini diduga kuat berasal dari kantong teh celup itu sendiri, terutama saat proses penyeduhan dengan air panas.
Investigasi mendalam yang dilakukan pada Februari 2025 ini melibatkan pengujian terhadap lima merek teh celup yang menjadi pilihan favorit di kalangan konsumen Indonesia. Rafika Aprilianti, seorang peneliti mikroplastik dari ECOTON, memaparkan bahwa serangkaian uji coba dengan dua metode penyeduhan yang berbeda dirancang untuk mengidentifikasi keberadaan dan jumlah mikroplastik yang mungkin terlepas.
“Kami menerapkan dua perlakuan, yang pertama teh celup langsung dicelupkan ke dalam air yang tengah mendidih, dan yang kedua, air dididihkan terlebih dahulu hingga mencapai suhu 95 derajat Celsius, barulah kemudian dituangkan ke atas teh celup. Hasilnya sungguh mencengangkan, air teh dari kedua perlakuan tersebut teridentifikasi mengandung mikroplastik,” ungkap Rafika dalam wawancaranya dengan Kompas.com pada Kamis, 27 Maret 2025.
Temuan ini mengindikasikan bahwa kebiasaan umum masyarakat dalam menikmati secangkir teh celup secara tidak sadar turut berkontribusi pada paparan mikroplastik dalam tubuh. Lebih jauh, Rafika merujuk pada sebuah studi dalam jurnal “Environmental Science & Technology, 2024” yang memperkirakan bahwa rata-rata masyarakat Indonesia dapat mengonsumsi hingga 15 gram mikroplastik per kapita setiap bulannya, sebuah jumlah yang setara dengan volume tiga kartu ATM.
Proses pengujian yang dilakukan ECOTON meniru praktik penyeduhan teh sehari-hari. Pada perlakuan pertama, kantong teh dibiarkan terendam dalam air selama proses pemanasan hingga mencapai suhu 95 derajat Celsius. Sementara pada perlakuan kedua, air dipanaskan terlebih dahulu hingga suhu yang sama, lalu dituangkan ke atas kantong teh dan diaduk selama lima menit. “Dalam setiap pengujian, kami menggunakan 200 ml air untuk setiap merek teh dan setiap perlakuan,” jelas Rafika. Hasil analisis menunjukkan bahwa air teh dari kantong yang direbus bersama air mengandung rata-rata lebih dari seribu partikel mikroplastik, dengan rincian 1.093, 1.077, 1.059, 1.013, dan bahkan mencapai 1.1009 partikel. Menariknya, jumlah mikroplastik yang terlepas sedikit lebih rendah pada perlakuan di mana air dididihkan terlebih dahulu, dengan kandungan masing-masing 763, 720, 709, 692, dan 641 partikel.
Kedua metode pengujian ini secara jelas memperlihatkan bahwa kantong teh yang terbuat dari material plastik berpotensi melepaskan mikroplastik ke dalam minuman yang kita konsumsi. Rafika menekankan bahwa proses pemanasan menjadi pemicu utama pelepasan partikel-partikel kecil ini, terutama jika kita mempertimbangkan material penyusun kantong teh celup itu sendiri. “Komposisi jenis plastik sangat memengaruhi ketahanannya terhadap faktor eksternal seperti panas, radiasi ultraviolet, dan gesekan, yang pada akhirnya menentukan seberapa mudah plastik tersebut terfragmentasi menjadi mikroplastik,” terangnya. Meskipun demikian, tim peneliti ECOTON belum melakukan konversi jumlah partikel mikroplastik ini ke dalam satuan berat (gram).
Ancaman Kesehatan yang Mengintai Akibat Mikroplastik
Merujuk pada informasi dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes), mikroplastik didefinisikan sebagai fragmen plastik berukuran sangat kecil, dengan diameter kurang dari 5 milimeter. Keberadaannya dalam tubuh dianggap sebagai benda asing yang dapat memicu serangkaian dampak negatif bagi kesehatan, mulai dari peradangan, gangguan sistem hormon, hingga potensi risiko kanker. “Ketika tertelan, partikel-partikel mikroplastik ini dapat diserap melalui saluran pencernaan dan memasuki aliran darah,” jelas Rafika.
Lebih lanjut, ia menambahkan bahwa mikroplastik dapat menyebar ke berbagai organ vital seperti hati, ginjal, jantung, dan bahkan otak. Sifatnya yang sulit terurai membuat mikroplastik cenderung menetap dan terakumulasi dalam tubuh seiring berjalannya waktu (bioakumulatif). “Penumpukan mikroplastik dalam tubuh dapat memicu berbagai respons merugikan, termasuk peradangan kronis, stres oksidatif, dan kerusakan sel,” papar Rafika. Dalam jangka panjang, kondisi ini meningkatkan risiko peradangan yang berkelanjutan, yang pada akhirnya dapat menyebabkan kematian sel (apoptosis) dan memicu gangguan kesehatan yang lebih serius.
Solusi Bijak: Kembali ke Teh Daun Alami
Menyikapi potensi risiko kesehatan yang ditimbulkan oleh mikroplastik dari kantong teh celup, Rafika memberikan imbauan kepada masyarakat untuk beralih ke cara penyeduhan teh yang lebih tradisional dan aman.
Ia menyarankan penggunaan teh daun asli yang kemudian disaring menggunakan saringan berbahan stainless steel, teko, atau french press. Metode ini dipastikan bebas dari kontaminasi plastik. “Menyeduh teh langsung dengan daun teh dalam teko atau cangkir, tanpa perantara kantong teh berbahan plastik, adalah pilihan yang lebih alami dan sekaligus lebih ramah lingkungan,” pungkas Rafika.
Respons BPOM dan Kekhawatiran yang Meningkat
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sebelumnya pernah menyampaikan informasi pada tahun 2016 mengenai material yang umum digunakan dalam pembuatan teh celup di Indonesia, yang meliputi kertas (biasanya jenis kraft yang dilapisi polietilen untuk perekat panas) dan plastik (seperti nilon, Polyethylene Terephthalate (PET), atau Polylactic Acid (PLA)). BPOM juga menyatakan bahwa produk teh celup yang terdaftar telah melalui evaluasi keamanan pangan, termasuk keamanan kemasannya.
Meskipun demikian, Koordinator Humas BPOM, Eka Rosmalasari, menyatakan bahwa pihaknya akan melakukan penelusuran lebih lanjut terkait temuan mikroplastik ini dan berjanji untuk memberikan informasi terkini setelah proses investigasi selesai.
“Kami masih melakukan penelusuran sehingga belum bisa memberikan jawaban saat ini. Informasi akan kami update setelah ada perkembangan lebih lanjut,” ujarnya saat dihubungi Kompas.com.
Namun, Eka meyakinkan bahwa BPOM secara rutin melakukan audit bulanan terhadap produk yang beredar, serta inspeksi insidental jika terdapat kasus tertentu, dan juga melakukan pengawasan tematik sesuai isu yang berkembang.
“Produk yang sudah dievaluasi tentunya telah memenuhi persyaratan,” tegasnya. Masyarakat dihimbau untuk selalu memeriksa nomor izin edar suatu produk untuk memastikan keamanannya.
Isu mikroplastik kembali mencuat sebagai perhatian serius dalam konteks kesehatan dan lingkungan. Studi-studi terbaru, termasuk temuan ECOTON, semakin memperkuat kekhawatiran mengenai dampak partikel plastik berukuran mikroskopis ini terhadap kesehatan manusia, termasuk potensi risiko kanker dan gangguan kesuburan.
Sebuah studi dari Universitas Barcelona, Spanyol, yang dikutip oleh CNN Indonesia pada Minggu, 5 Januari 2025, bahkan mengungkapkan bahwa kantong teh yang terbuat dari polimer plastik seperti polypropylene dapat melepaskan miliaran partikel mikroplastik ke dalam air panas.
Studi tersebut memperkirakan bahwa kantong teh polypropylene dapat melepaskan hingga 1,2 miliar mikroplastik per seduhan. Sementara itu, kantong teh berbahan selulosa menghasilkan sekitar 135 juta mikroplastik, dan kantong teh berbahan nilon-6 melepaskan lebih dari 8 juta mikroplastik.
Lebih mengkhawatirkan lagi, mikroplastik tidak hanya bercampur dalam teh yang diminum, tetapi juga berpotensi melepaskan bahan kimia berbahaya yang dapat memicu perkembangan kanker dan gangguan organ lainnya. Berdasarkan berbagai studi, paparan mikroplastik dikaitkan dengan beberapa dampak kesehatan serius, di antaranya:
- Gangguan Saluran Pencernaan: Penelitian di China menunjukkan bahwa paparan mikroplastik pada tikus menyebabkan kerusakan pada dinding usus besar dan penurunan produksi lendir pelindung, serta memicu percepatan penyebaran sel kanker dalam saluran pencernaan.
- Risiko Kanker: Partikel mikroplastik yang terhirup dapat masuk ke aliran darah melalui paru-paru dan berpotensi meningkatkan risiko kanker kolon. Studi dari Universitas California San Francisco juga mengaitkan paparan mikroplastik dengan peningkatan risiko kanker usus pada usia muda.
- Gangguan Kesuburan: Penurunan tingkat kesuburan secara global juga diduga terkait dengan paparan mikroplastik. Percobaan pada tikus menunjukkan adanya penurunan fungsi reproduksi setelah terpapar partikel-partikel ini.
Keberadaan mikroplastik dalam kantong teh menjadi perhatian yang serius. Oleh karena itu, kesadaran dan kehati-hatian terhadap material yang kita gunakan sehari-hari menjadi semakin penting untuk melindungi kesehatan diri dan lingkungan.(emha)
Referensi;