Scroll untuk baca artikel
BeritaSosial Budaya

Kanjuruhan dan Malang: Membedah Akar Sejarah Jawa Timur

85
×

Kanjuruhan dan Malang: Membedah Akar Sejarah Jawa Timur

Share this article
Candi Badut tampak depan atau arah barat. Foto: dok Cagar Budaya Kemendikbud

ppmindonesia.com.Jakarta – Ketika menelusuri akar sejarah Jawa Timur, nama Kanjuruhan dan Malang muncul sebagai dua entitas yang tak terpisahkan. Keduanya ibarat dua sisi dari mata uang yang sama, menyimpan kisah tentang peradaban awal, sistem pemerintahan, serta kebudayaan lokal yang mewarnai perjalanan panjang daerah ini.

Kerajaan Kanjuruhan, yang berpusat di kawasan Malang kini, bukan sekadar kerajaan kuno; ia adalah fondasi dari lahirnya identitas kultural dan geografis Jawa Timur.

Kerajaan Tertua di Ujung Timur Jawa

Kerajaan Kanjuruhan diyakini berdiri sekitar abad ke-7 hingga ke-8 Masehi, menjadikannya sebagai salah satu kerajaan tertua di Jawa Timur. Lokasinya yang strategis di antara Sungai Brantas dan Sungai Metro membuat wilayah ini ideal sebagai pusat pemerintahan agraris dan perdagangan.

Dari kawasan yang kini dikenal sebagai Dinoyo, Merjosari, Tlogomas, hingga Ketawanggede di Kota Malang, kerajaan ini tumbuh dalam suasana aman, makmur, dan teratur. Keberadaannya dibuktikan secara arkeologis melalui Prasasti Dinoyo, yang memuat informasi penting tentang sistem kekuasaan, keagamaan, dan struktur sosial pada masa itu.

Raja Gajayana dan Kanjuruhan yang Makmur

Prasasti Dinoyo menyebutkan nama Raja Dewashimha sebagai penguasa awal, yang kemudian digantikan oleh putranya, Raja Liswa atau Gajayana. Di bawah pemerintahan Gajayana,

Kanjuruhan dikenal sebagai kerajaan bercorak Hindu-Siwa yang berdaulat, adil, dan disegani. Gajayana digambarkan sebagai pemimpin yang bijaksana—keamanan terjamin, hukum ditegakkan dengan tegas, dan masyarakat hidup tenteram.

Kehidupan keagamaan berkembang pesat di masa ini. Candi Badut dan Candi Karangbesuki adalah peninggalan penting yang memperlihatkan pengaruh Hindu yang kuat.

Letaknya di sekitar Malang modern memperkuat asumsi bahwa wilayah ini sudah sejak lama menjadi pusat spiritual dan administratif yang penting di kawasan timur Jawa.

Dari Kanjuruhan Menuju Mataram Kuno

Namun sejarah mencatat bahwa kejayaan Kanjuruhan tidak berlangsung selamanya. Sekitar pertengahan abad ke-9 Masehi, wilayah ini berada di bawah pengaruh ekspansi Kerajaan Mataram Kuno dari Jawa Tengah.

Sri Maharaja Rakai Pikatan Dyah Saladu berhasil menaklukkan wilayah Kanjuruhan, yang meskipun masih mempertahankan identitas lokalnya, berubah status menjadi daerah bawahan yang harus tunduk kepada pemerintahan pusat. Dalam sistem birokrasi Mataram, pemimpin wilayah ini diberi gelar Rakryan Kanuruhan, menandakan pergeseran dari kekuasaan otonom menuju subordinasi.

Jejak Arkeologis dan Kota Malang Kini

Warisan Kanjuruhan tidak berhenti pada masa lampau. Ia tetap hidup dalam berbagai bentuk: situs arkeologi seperti Kutobedah yang diyakini sebagai sisa benteng kerajaan, hingga nama “Kanjuruhan” yang diabadikan dalam stadion sepak bola dan wilayah administratif. Keberadaan kerajaan ini menjadi titik pijak awal dalam perkembangan kota Malang.

Pertumbuhan Kota Malang secara modern baru terjadi pada era kolonial Belanda, khususnya setelah dibukanya jalur kereta api pada tahun 1879.

Namun, fondasi sosial dan geografis yang diwariskan oleh kerajaan kuno seperti Kanjuruhan tetap menjadi acuan tidak langsung dalam pembentukan struktur kota dan masyarakatnya.

Membedah Akar, Menemukan Identitas

Memahami hubungan antara Kanjuruhan dan Malang berarti membuka lembaran awal sejarah Jawa Timur. Ini bukan sekadar kajian masa lampau, melainkan pengenalan terhadap akar identitas budaya, sosial, dan spiritual masyarakat Jawa Timur.

Dari peradaban awal yang harmonis, sistem pemerintahan yang teratur, hingga dinamika politik antara kerajaan, semuanya menyatu dalam narasi yang membentuk Malang hari ini sebagai kota dengan kedalaman sejarah yang kuat.(acank)

 

Example 120x600