ppmindonesia.com.Jakarta – Di tengah dunia yang kian cepat dan serba instan, kita sering kali lupa bahwa sesuatu yang bernilai tidak lahir dalam semalam. Dalam hiruk pikuk mengejar sukses, tak jarang kita kehilangan semangat di tengah jalan. Namun, sesungguhnya inspirasi besar kadang datang dari makhluk kecil—seperti burung Manyar.
Burung kecil ini barangkali tak banyak dikenal. Tubuhnya mungil, suaranya tak nyaring, dan ia lebih sering tersembunyi di antara ranting dan dedaunan. Tapi justru dari ketidakterkenalannya itu, Manyar menyimpan filosofi hidup yang sangat dalam: tentang kerja keras, ketekunan, dan tanggung jawab.
Sarang yang Dibangun dengan Cinta
Burung Manyar dikenal karena kemampuan luar biasanya dalam membangun sarang. Ia menyusun helaian rumput kering, jerami, dan serat alam dengan detail yang menakjubkan. Bukan sehari dua hari, tapi sering kali butuh waktu berhari-hari untuk menyelesaikannya.
Tak ada keluhan, tak ada penundaan. Hanya gerak yang konsisten, gigih, dan penuh dedikasi. Karena sarang itu bukan sekadar tempat tinggal—melainkan ruang kehidupan. Tempat pasangan berteduh, tempat anak-anak menetas, dan tempat generasi baru disiapkan.
Semua jerih payah itu dilakukan dalam diam. Tanpa kamera, tanpa panggung, tanpa tepuk tangan. Inilah pelajaran penting: kerja keras yang sejati lahir dari cinta, bukan dari keinginan untuk tampil.
Tak Menunggu Segalanya Sempurna
Burung Manyar tidak menunggu musim terbaik, tidak memilih bahan terindah. Ia bekerja dengan apa yang ada di sekitarnya. Rumput seadanya, ranting yang tersedia, dan cuaca apa pun—ia tetap bergerak.
Kita sering kali sebaliknya. Menunda mimpi karena merasa belum siap. Menunggu dukungan, dana, atau waktu yang sempurna. Padahal, seperti burung Manyar, yang dibutuhkan hanya satu hal: kemauan untuk mulai.
….. اِنَّ اللّٰهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتّٰى يُغَيِّرُوْا مَا بِاَنْفُسِهِمْۗ ….. ١١
“…Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sampai mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri.” (QS. Ar-Ra’d: 11)
Ayat ini menegaskan bahwa perubahan selalu dimulai dari dalam diri, bukan dari keadaan luar.
Ketekunan sebagai Gaya Hidup
Apa jadinya jika Manyar berhenti di tengah proses? Sarangnya tak akan selesai. Anak-anaknya tak punya tempat lahir. Dan seluruh siklus hidupnya akan runtuh.
Begitu juga dengan kita. Ketekunan bukan hanya alat mencapai tujuan, tapi bagian dari gaya hidup. Dalam pekerjaan, rumah tangga, pendidikan, atau perjuangan sosial—kita membutuhkan konsistensi, bukan sekadar motivasi sesaat.
Burung Kecil, Jiwa Besar
Di dunia yang sering mengukur nilai manusia dari popularitas atau jabatan, burung Manyar mengingatkan kita akan nilai yang lebih hakiki: kerja keras dalam diam, dan tanggung jawab dalam cinta.
Ia mengajarkan bahwa kesuksesan bukan tentang siapa yang paling cepat, tapi siapa yang paling tahan menghadapi proses. Bahwa rumah yang kokoh dibangun oleh jiwa yang tekun.
Maka, jika hari ini kita merasa lelah, ragu, atau hampir menyerah—tengoklah burung Manyar. Belajarlah darinya. Dan mulailah lagi, dengan semangat yang lebih kuat.(acank)