Scroll untuk baca artikel
Nasional

Membongkar Mitos ‘Ummi’ dalam Al-Qur’an

210
×

Membongkar Mitos ‘Ummi’ dalam Al-Qur’an

Share this article

Penulis; emha | Editor: asyary

ppmindonesia.com.Jakarta – Judul ini bagaikan seruan lantang untuk menantang narasi yang telah lama berakar. Istilah ‘ummi’ dalam Al-Qur’an, yang seringkali secara simplistik diterjemahkan sebagai “buta huruf,” diangkat ke meja bedah analisis. 

Artikel ini tidak bertujuan untuk meruntuhkan penghormatan terhadap Nabi Muhammad SAW, justru sebaliknya, ia hadir sebagai upaya untuk memahami konteks dan makna istilah tersebut secara lebih mendalam, melepaskannya dari belenggu interpretasi tunggal yang mungkin kurang akurat.

Pembaca akan diajak untuk menjadi detektif bahasa, menelusuri jejak kata ‘ummi’ dalam Al-Qur’an layaknya mencari petunjuk tersembunyi. Setiap ayat yang memuat istilah ini akan diuji dengan pertanyaan kritis: apakah makna “buta huruf” benar-benar selaras dengan konteks dan pesan keseluruhan ayat? Di sinilah mitos itu mulai terkuak.

Alih-alih sekadar menerima penafsiran mayoritas secara pasif, artikel ini menyajikan bukti-bukti tekstual yang secara kritis menggugat dan menguji kembali pemahaman-pemahaman konvensional yang selama ini diterima begitu saja. Perhatikan Surah Ali ‘Imran [3]:20:

…..وَقُلْ لِّلَّذِيْنَ اُوْتُوا الْكِتٰبَ وَالْاُمِّيّٖنَ ءَاَسْلَمْتُمْۗ… ۝٢٠

“Katakanlah kepada orang-orang yang telah diberi Kitab dan kepada orang-orang ummi: ‘Apakah kamu telah berserah diri?’”

Ayat ini secara jelas mengkontraskan “orang-orang yang telah diberi Kitab” (Ahlul Kitab, yaitu Yahudi dan Nasrani) dengan “orang-orang ummi”. Jika ‘ummi’ hanya berarti “buta huruf”, maka oposisi ini menjadi tidak logis.

Lawan yang lebih tepat bagi “orang yang memiliki kitab” adalah “orang yang tidak memiliki kitab” dalam konteks wahyu ilahi. Ini mengindikasikan bahwa ‘ummi’ di sini merujuk pada kelompok yang belum menerima wahyu sebelumnya.

Lebih jauh lagi, artikel ini menyoroti ayat yang menggambarkan tujuan diutusnya Nabi Muhammad SAW kepada kaumnya, yaitu Surah Al-Jumu‘ah [62]:2:

هُوَ الَّذِيْ بَعَثَ فِى الْاُمِّيّٖنَ رَسُوْلًا مِّنْهُمْ يَتْلُوْا عَلَيْهِمْ اٰيٰتِهٖ وَيُزَكِّيْهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتٰبَ وَالْحِكْمَةَ وَاِنْ كَانُوْا مِنْ قَبْلُ لَفِيْ ضَلٰلٍ مُّبِيْنٍۙ ۝٢

“Dialah yang mengutus kepada kaum ummiyyin seorang rasul dari kalangan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, menyucikan mereka, dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan Hikmah, meskipun sebelumnya mereka benar-benar dalam kesesatan 1 yang nyata.”  

Jika ‘ummiyyin’ semata-mata berarti “orang-orang yang tidak bisa membaca”, maka implikasinya seolah-olah risalah Nabi hanya ditujukan kepada mereka yang tidak memiliki kemampuan literasi. 

Ini bertentangan dengan sifat universal dakwah Islam. Konteks ayat ini lebih kuat mendukung pemahaman bahwa ‘ummiyyin’ adalah kaum yang belum memiliki tradisi kitab suci yang diturunkan kepada mereka sebelum kedatangan Nabi Muhammad SAW. Hal ini diperkuat oleh Surah As-Sajdah [32]:3:

اَمْ يَقُوْلُوْنَ افْتَرٰىهُۚ بَلْ هُوَ الْحَقُّ مِنْ رَّبِّكَ لِتُنْذِرَ قَوْمًا مَّآ اَتٰىهُمْ مِّنْ نَّذِيْرٍ مِّنْ قَبْلِكَ لَعَلَّهُمْ يَهْتَدُوْنَ ۝٣

“.Akan tetapi, mengapa mereka (orang kafir) mengatakan, “Dia (Nabi Muhammad) telah mengada-adakannya.” Sebaliknya, Al-Qur’an itulah kebenaran (yang datang) dari Tuhanmu agar engkau memberi peringatan kepada kaum yang sama sekali belum pernah didatangi seorang pemberi peringatan sebelum engkau. (Demikian ini) agar mereka mendapat petunjuk...”

Ayat ini secara eksplisit menyatakan bahwa kaum Nabi Muhammad adalah ‘ummi’ dalam artian belum pernah didatangi oleh seorang pemberi peringatan (rasul) sebelumnya, yang membawa risalah kitab suci.

Terakhir, mari kita telaah Surah Al-Baqarah [2]:78–79:

وَمِنْهُمْ اُمِّيُّوْنَ لَا يَعْلَمُوْنَ الْكِتٰبَ اِلَّآ اَمَانِيَّ وَاِنْ هُمْ اِلَّا يَظُنُّوْنَ۝٧٨فَوَيْلٌ لِّلَّذِيْنَ يَكْتُبُوْنَ الْكِتٰبَ بِاَيْدِيْهِمْ ثُمَّ يَقُوْلُوْنَ هٰذَا مِنْ عِنْدِ اللّٰهِ لِيَشْتَرُوْا بِهٖ ثَمَنًا قَلِيْلًاۗ فَوَيْلٌ لَّهُمْ مِّمَّا كَتَبَتْ اَيْدِيْهِمْ وَوَيْلٌ لَّهُمْ مِّمَّا يَكْسِبُوْنَ ۝٧٩

“Dan di antara mereka ada orang-orang ummi yang tidak mengetahui Kitab, kecuali hanya angan-angan belaka, dan mereka hanya menduga-duga.” (78) “Maka celakalah mereka yang menulis kitab dengan tangan mereka sendiri, kemudian mengatakan, ‘Ini dari Allah,’ untuk menjualnya dengan harga yang murah. Maka celakalah mereka karena apa yang mereka tulis dengan tangan mereka sendiri, dan celakalah mereka karena apa yang mereka peroleh (dari perbuatan itu).” 

Ayat 78 menjelaskan bahwa kaum ‘ummiyun’ tidak mengetahui isi Kitab, bukan karena ketidakmampuan membaca, melainkan karena mereka tidak memiliki akses atau pengetahuan tentang kitab suci yang sebenarnya. 

Sementara itu, ayat 79 dengan jelas menyebutkan adanya orang-orang yang “menulis kitab dengan tangan mereka sendiri” di antara mereka yang secara kontekstual merujuk pada kelompok yang sama (walaupun tidak secara eksplisit disebut ‘ummi’ dalam ayat tersebut, namun konteksnya berbicara tentang penyimpangan di kalangan yang seharusnya mengikuti kitab). Ini semakin memperkuat bahwa ‘ummi’ tidak dapat direduksi hanya pada makna “buta huruf”.

Dengan bahasa yang argumentatif namun tetap menghormati teks suci, artikel ini mengajak pembaca untuk membuka pikiran terhadap kemungkinan interpretasi lain. Ia menawarkan perspektif yang lebih kaya dan kontekstual, di mana ‘ummi’ dipahami sebagai sebuah kondisi sosio-historis – kaum yang belum menjadi bagian dari tradisi kitab suci sebelumnya.

Membongkar mitos ‘ummi’ sebagai sekadar buta huruf bukan berarti merendahkan kedudukan Nabi. Justru, pemahaman yang lebih akurat ini dapat memperkaya apresiasi kita terhadap risalah Islam yang dibawa beliau. 

Seorang nabi yang diutus kepada kaum yang belum memiliki warisan kitab suci, membawa cahaya petunjuk yang universal, melampaui batasan literasi. Artikel ini adalah undangan untuk melihat Al-Qur’an dengan kacamata yang lebih jernih, menghargai kedalaman maknanya, dan melepaskan diri dari interpretasi tunggal yang mungkin telah membatasi pemahaman kita selama ini.(emha)

Example 120x600