ppmindonesia.com.Jakarta – Di zaman ketika segala hal bisa diakses dengan satu sentuhan layar, pembicaraan tentang seks tidak lagi menjadi sesuatu yang tersembunyi.
Justru, ia menjadi topik yang sangat dominan—di film, media sosial, musik, bahkan percakapan ringan sehari-hari. Seks tidak lagi dilihat sebagai sesuatu yang sakral, tetapi kerap dianggap sekadar ekspresi kebebasan pribadi.
Namun, bagi seorang Muslim, seks bukan semata-mata urusan tubuh. Seks adalah soal spiritualitas, kesetiaan, dan kemanusiaan.
Dalam terang Al-Qur’an, kita diajak melihat seks sebagai bagian dari perjalanan suci hidup manusia—sebuah anugerah ilahi yang hanya layak dijalani dengan tanggung jawab, penghormatan, dan ikatan suci pernikahan.
Seks sebagai Anugerah yang Diberi Batas
Al-Qur’an tidak menolak kodrat seksual manusia. Tuhan yang menciptakan kita pun memahami bahwa pada masa pubertas, naluri itu mulai tumbuh dan menuntut pengakuan.
Namun, justru karena dorongan itu begitu kuat, Allah membimbing kita melalui wahyu-Nya agar mengelolanya dengan penuh tanggung jawab.
Tuhan berfirman dalam Surah Al Mu’minun (23: 5-7):
وَالَّذِيْنَ هُمْ لِفُرُوْجِهِمْ حٰفِظُوْنَۙ ٥اِلَّا عَلٰٓى اَزْوَاجِهِمْ اَوْ مَا مَلَكَتْ اَيْمَانُهُمْ فَاِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُوْمِيْنَۚ ٦فَمَنِ ابْتَغٰى وَرَاۤءَ ذٰلِكَ فَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْعَادُوْنَۚ ٧
“ dan orang-orang yang menjaga kemaluannya,kecuali terhadap istri-istri mereka atau hamba sahaya yang mereka miliki. Sesungguhnya mereka tidak tercela (karena menggaulinya), Maka, siapa yang mencari (pelampiasan syahwat) selain itu, mereka itulah orang-orang yang melampaui batas.”
Melalui Surah Al-Mu’minun (23:5–7), Allah memuji mereka yang menjaga kesucian diri, dan hanya menyalurkan hasrat seksual kepada pasangan sah dalam pernikahan.
Hubungan di luar itu, termasuk hubungan bebas atau hubungan yang dilandasi nafsu semata, dipandang sebagai pelanggaran terhadap kehendak Tuhan.
Kita hidup dalam lingkungan yang sangat permisif. Di banyak budaya modern, khususnya di Barat, seks bebas kerap dianggap lumrah, bahkan dirayakan.
Namun sebagai Muslim, kita diajak untuk menjadikan Al-Qur’an sebagai kompas moral yang memandu kita, bukan arus media, tren selebriti, atau tekanan teman sebaya.
Spiritualitas dalam Menundukkan Pandangan
Menjaga diri tidak hanya soal menahan tubuh dari perbuatan dosa, tetapi juga menjaga pandangan, pikiran, dan hati. Dalam Surah An-Nur (24:30–31), Allah memerintahkan kepada orang-orang beriman, laki-laki dan perempuan, untuk menundukkan pandangan dan memelihara kemaluan mereka.
Menundukkan pandangan bukan berarti menutup mata dari dunia, melainkan menjaga pandangan dari hal-hal yang bisa menyalakan nafsu dan menggoyahkan niat.
Ini adalah latihan spiritual yang menumbuhkan kesadaran, disiplin, dan kepekaan terhadap nilai-nilai luhur.
Ia menuntut kebesaran jiwa dan kejelasan niat: bahwa kita hidup bukan sekadar untuk memenuhi keinginan pribadi, tetapi untuk menyempurnakan diri dalam jalan menuju Tuhan.
Kisah Yusuf: Keteladanan di Tengah Godaan
Di antara kisah-kisah Al-Qur’an yang paling menyentuh soal kesucian dan keteguhan iman adalah kisah Nabi Yusuf a.s. Di usia muda, Yusuf mengalami godaan seksual dari seorang perempuan bangsawan yang berkuasa atas dirinya.
Pintu-pintu telah ditutup, kesempatan terbuka lebar, namun Yusuf berkata, “Aku berlindung kepada Allah. Dia adalah Tuhanku yang telah memperlakukanku dengan baik. Sungguh orang-orang zalim tidak akan beruntung” (QS. Yusuf: 23).
…. قَالَ مَعَاذَ اللّٰهِ اِنَّهٗ رَبِّيْٓ اَحْسَنَ مَثْوَايَۗ اِنَّهٗ لَا يُفْلِحُ الظّٰلِمُوْنَ ٢٣
Yusuf nyaris tergelincir, sebagaimana disebutkan dalam ayat 24. Namun karena ia adalah hamba yang taat, Allah melindunginya dari kejahatan dan dosa.
Kisah ini bukan sekadar cerita masa lalu. Ia adalah pelajaran hidup: bahwa kekuatan spiritual sejati adalah ketika seseorang mampu mengatakan tidak, bahkan ketika semua situasi mendorongnya untuk berkata ya.
Yusuf menunjukkan bahwa kesetiaan kepada Tuhan lebih penting daripada kesenangan sesaat.
Ia bersedia menerima risiko—bahkan dipenjara—demi mempertahankan kesuciannya. Dan di balik ujian itu, Allah memberinya kemuliaan, hikmah, dan kedudukan yang tinggi.
Jalan Lurus Tidak Selalu Mudah, Tapi Mulia
Menjaga diri di tengah dunia yang mengagungkan kebebasan tanpa batas bukan perkara mudah.
Tapi justru dalam kesulitan itulah nilai perjuangan kita sebagai orang beriman diuji. Islam tidak pernah menjanjikan bahwa hidup akan selalu mudah, tetapi ia menjanjikan bahwa setiap perjuangan di jalan kebenaran akan dibalas dengan pahala, keberkahan, dan kedamaian batin yang tak tergantikan.
Kesetiaan kepada Allah dan hukum-Nya bukanlah penghalang kebahagiaan, melainkan jalan menuju kebahagiaan sejati.
Seks yang dijalani dalam bingkai pernikahan, dengan cinta, tanggung jawab, dan komitmen, akan menjadi sumber keberkahan dalam rumah tangga dan keturunan.
Penutup: Memuliakan Diri, Memuliakan Tuhan
Di tengah godaan zaman dan gempuran budaya global, setiap Muslim perlu mengingat tujuan utama hidup: menyembah Tuhan dan mengabdi hanya kepada-Nya. Seks bukan musuh, tetapi medan ujian. Dan spiritualitas bukan pelarian, tetapi sumber kekuatan sejati.
Dengan menjaga diri, kita bukan hanya menjaga tubuh, tetapi juga menjaga jiwa, martabat, dan masa depan. Di jalan lurus ini, Yusuf telah berjalan. Dan kita semua—dengan segala kelemahan dan perjuangan—bisa mengikuti jejaknya.(emha)