Scroll untuk baca artikel
BeritaEdukasi

Menyemai Benih Keimanan: Fondasi Pendidikan Anak dalam Perspektif Luqman Al-Hakim

222
×

Menyemai Benih Keimanan: Fondasi Pendidikan Anak dalam Perspektif Luqman Al-Hakim

Share this article

Penulis; emha | Editor: asyary

Ilustrasi mendidik anak dengan gaya parenting milenial. Foto: Shutterstock.

ppmindonesia.com.Jakarta – Ayat suci Al-Quran, surah Luqman ayat 13, mengabadikan wasiat emas seorang ayah bijak, Luqman Al-Hakim, kepada putranya. 

Lebih dari sekadar nasihat, untaian kata “Yaa Bunayyaa, laa tusyrik billah, inna syirka ladzulmun ‘adziim” (Wahai anakku, janganlah engkau mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan Allah adalah benar-benar kezaliman yang besar) adalah lentera yang menerangi jalan pendidikan anak. 

Dari sini, terpancar dua pokok pikiran mendasar: kewajiban orang tua dalam mendidik dan prioritas utama pendidikan adalah menanamkan akidah yang kokoh sebagai landasan utama pembentukan pribadi saleh.

Dalam surah Luqman ayat 13, Allah SWT berfirman:

وَاِذْ قَالَ لُقْمٰنُ لِابْنِهٖ وَهُوَ يَعِظُهٗ يٰبُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللّٰهِۗ اِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيْمٌ ۝١٣

“Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: ‘Hai anakku! Janganlah kamu mempersekutukan Allah. Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar.’” (QS. Luqman: 13)

Sentuhan kasih sayang dalam mendidik bagai air yang menyirami benih kebaikan. Seruan “Yaa Bunayyaa” bukan sekadar panggilan, melainkan ungkapan kelembutan yang merasuk ke dalam jiwa anak. Ia adalah bahasa cinta yang membangun kedekatan emosional, menciptakan ruang aman di mana anak merasa diterima dan dihargai. 

Pendidikan dengan kelembutan adalah konsep Al-Quran yang mengajarkan bahwa setiap ilmu dan nilai yang ditanamkan hendaknya diiringi dengan kasih sayang, bukan kekerasan yang hanya akan mengikis kelembutan fitrah anak, meninggalkan luka yang membekas, dan membentuk jiwa yang keras dan kasar.

Mengapa akidah menjadi prioritas pertama? Jawabnya terletak pada hakikat akidah itu sendiri: ia adalah fondasi kehidupan. Ibarat sebuah bangunan, tanpa fondasi yang kuat, sekokoh apapun dinding dan seindah apapun atapnya, ia akan mudah roboh diterpa badai. 

Demikian pula dengan kehidupan seorang anak. Akidah yang tertanam kuat menjadi perisai yang melindunginya dari pengaruh negatif dunia, baik yang datang dari dalam diri, keluarga, maupun lingkungan sekitar. 

Akidah adalah jangkar yang menjaga anak agar tidak hanyut dalam arus deras kehidupan yang penuh godaan.

Akidah adalah kunci keselamatan dunia dan akhirat. Ia adalah modal dasar bagi anak untuk menapaki setiap jejak kehidupannya. 

Bayangkan seorang anak tumbuh tanpa akidah yang benar; ia akan rentan terhadap virus kekejian, kemungkaran, kemunafikan, dan kemaksiatan. Imunitas keimanannya lemah, membuatnya mudah terjerumus dalam kegelapan dunia, terseret arus hawa nafsu, dan tenggelam dalam kesengsaraan batin. 

Akidah adalah asas Islam. Jika asasnya kokoh, maka bangunan keislaman dalam diri anak akan tegak dengan sempurna. Fenomena anak-anak yang tidak teguh agamanya, yang mudah goyah keyakinannya, seringkali berakar pada pemahaman akidah yang dangkal.

Ironisnya, tak sedikit orang tua zaman sekarang yang kurang menekankan pendidikan akidah. Mereka lebih khawatir jika anak gagal dalam les matematika atau fisika, namun acuh tak acuh jika anak jauh dari Al-Quran dan ajaran agama. Sikap ini mencerminkan ketidakadilan dalam mendidik, berat sebelah antara urusan dunia dan akhirat. Padahal, pendidikan yang utuh mencakup keduanya, dengan akidah sebagai fondasinya.

Oleh karena itu, langkah awal yang tak tergantikan dalam mendidik anak adalah menanamkan akidah yang benar. Jika akidah telah berakar kuat, maka segala potensi dan keahlian yang dikembangkan dalam diri anak akan berdiri kokoh. 

Seorang polisi dengan akidah yang kuat akan menjadi penegak hukum yang adil dan berintegritas. Seorang ilmuwan dengan akidah yang kokoh akan menggunakan ilmunya untuk kemaslahatan umat. 

Seorang pemimpin dengan akidah yang lurus akan mengemban amanah dengan penuh tanggung jawab. Pondasi keimanan akan mewarnai setiap langkah dan keputusan mereka.

Wasiat Luqman juga mengisyaratkan bahwa mendidik anak adalah tanggung jawab bersama, bukan hanya ibu. Kebiasaan yang menempatkan ibu sebagai satu-satunya pihak yang bertanggung jawab atas pendidikan anak telah mengabaikan peran krusial seorang ayah. Padahal, Al-Quran mencontohkan bagaimana Luqman, Yaqub, dan Ibrahim aktif dalam mendidik putra-putra mereka. Sudah saatnya orang tua berbagi peran, berdiskusi, dan bekerja sama dalam merancang metode pendidikan yang tepat untuk buah hati mereka.

Setelah akidah tertanam, langkah selanjutnya adalah menekankan pendidikan ibadah, terutama salat. Orang tua hendaknya menjadi teladan dalam beribadah, mengajak anak dengan lembut, dan memantau pelaksanaan salat mereka. 

Salat bukan sekadar ritual, melainkan tiang agama. Jika anak mendirikan salat dengan baik dan benar, ia telah menegakkan agamanya. Sebaliknya, kelalaian dalam salat akan membuka celah bagi pengaruh buruk dan menjauhkan anak dari kebaikan. 

Sebagaimana firman Allah dalam surah Al-Ankabut ayat 45, “Sesungguhnya salat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar.”

….اِنَّ الصَّلٰوةَ تَنْهٰى عَنِ الْفَحْشَاۤءِ وَالْمُنْكَرِۗ…. ۝٤٥

Pendidikan dakwah juga menjadi pilar penting. Orang tua perlu menanamkan semangat untuk berbuat baik dan mencegah kemungkaran, dimulai dari diri sendiri, kemudian keluarga, dan lingkungan sekitar. 

Kesabaran dalam menghadapi cobaan hidup juga menjadi pelajaran berharga. Kehidupan bagai lautan yang tak selalu tenang. Mendidik anak untuk sabar menghadapi suka dan duka akan membekali mereka dengan ketahanan mental dan spiritual. 

يٰبُنَيَّ اَقِمِ الصَّلٰوةَ وَأْمُرْ بِالْمَعْرُوْفِ وَانْهَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَاصْبِرْ عَلٰى مَآ اَصَابَكَۗ اِنَّ ذٰلِكَ مِنْ عَزْمِ الْاُمُوْرِ ۝١٧

Allah berfirman dalam surah Luqman ayat 17, “Hai anakku, dirikanlah salat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).”

Terakhir, pendidikan akhlak mulia adalah mahkota dari seluruh proses pendidikan. Anak adalah peniru ulung. Orang tua yang bijak akan berusaha menjadi teladan terbaik dalam perkataan dan perbuatan. 

Lingkungan dan pendidikan formal juga memiliki pengaruh besar dalam membentuk karakter anak. Oleh karena itu, orang tua perlu selektif dalam memilih lingkungan bermain dan pendidikan yang kondusif bagi perkembangan akhlak mulia anak-anak mereka, menanamkan nilai-nilai kesabaran, qanaah, tawadhu, dermawan, dan akhlak terpuji lainnya.

Dengan demikian, mendidik anak adalah amanah besar yang diemban oleh kedua orang tua. Dimulai dengan menanamkan akidah yang kokoh dengan penuh kasih sayang, dilanjutkan dengan membiasakan ibadah, menanamkan semangat dakwah, melatih kesabaran, dan dihiasi dengan akhlak mulia. 

Semoga Allah SWT memberikan petunjuk dan kekuatan kepada kita semua dalam mendidik generasi penerus yang saleh dan salehah. Allahu A’lam.(emha)

Example 120x600