ppmindonesia.com.Jakarta – Dalam dunia yang dipenuhi oleh pencapaian teknologi dan penemuan ilmiah, kita kadang lupa untuk merenungi hakikat keberadaan kita sendiri. Siapa kita? Dari apa kita diciptakan? Mengapa manusia—yang secara biologis terbuat dari unsur yang sangat sederhana—diberi kehormatan luar biasa dalam semesta ciptaan?
Al-Qur’an menyodorkan jawaban yang mengejutkan namun penuh makna: manusia berasal dari tanah dan air—dua elemen paling biasa di muka bumi—namun justru dari kesederhanaan itulah kemuliaan dimulai.
Tanah dan Air: Unsur Dasar Kehidupan
Al-Qur’an secara eksplisit menyatakan bahwa manusia diciptakan dari tanah:
وَلَقَدْ خَلَقْنَا الْاِنْسَانَ مِنْ سُلٰلَةٍ مِّنْ طِيْنٍۚ ١٢
“Dan sungguh, Kami telah menciptakan manusia dari saripati (yang berasal) dari tanah.” (QS Al-Mu’minun [23]: 12)
الَّذِيْٓ اَحْسَنَ كُلَّ شَيْءٍ خَلَقَهٗ وَبَدَاَ خَلْقَ الْاِنْسَانِ مِنْ طِيْنٍ ٧
“Yang menyempurnakan segala ciptaan-Nya dan memulai penciptaan manusia dari tanah.” (QS As-Sajdah [32]: 7)
Ayat-ayat ini tidak hanya berbicara secara simbolik, tetapi menyingkap kebenaran yang telah terbukti secara ilmiah. Tubuh manusia terdiri dari unsur-unsur kimia yang juga ditemukan dalam tanah: karbon, oksigen, hidrogen, nitrogen, kalsium, kalium, magnesium, dan lainnya. Unsur-unsur ini bukan logam mulia atau zat langka, tetapi zat biasa yang nilainya di pasar nyaris tak seberapa.
Ahli biokimia terkemuka, Dr. Lawrence Henderson dari Harvard University, pernah menyatakan bahwa “bumi tampaknya telah dipersiapkan secara luar biasa untuk menopang kehidupan.
” Dalam tubuh manusia, unsur-unsur ini hadir dalam komposisi yang sangat presisi. Misalnya, tubuh membutuhkan sekitar 2 kg kalsium untuk membentuk tulang yang kokoh.
Kalium dibutuhkan dalam jumlah sekitar 120 gram untuk menjaga fungsi otot dan jantung. Bahkan unsur mikro seperti seng (hanya sekitar 2–3 gram) sangat vital untuk fungsi otak, hormon, dan sistem kekebalan.
“Ketika kita melihat tubuh manusia seperti laboratorium berjalan,” kata Prof. M. Amin Syukur, Guru Besar UIN Walisongo, “kita bisa melihat keteraturan, keserasian, dan kecermatan perhitungan unsur yang menandakan adanya desain Ilahiah, bukan kebetulan biologis belaka.”
Air: Detak Kehidupan
Penciptaan manusia tidak berhenti di tanah. Al-Qur’an menyatakan bahwa semua makhluk hidup berasal dari air:
…وَجَعَلْنَا مِنَ الْمَاۤءِ كُلَّ شَيْءٍ حَيٍّۗ….٣٠
“…dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup…” (QS Al-Anbiya [21]: 30)
وَاللّٰهُ خَلَقَ كُلَّ دَاۤبَّةٍ مِّنْ مَّاۤءٍۚ…٤٥
“Dan Allah menciptakan semua makhluk hidup dari air…” (QS An-Nur [24]: 45)
Air adalah komponen utama sel—unit kehidupan terkecil. Sekitar 60-80% tubuh manusia adalah air. Tanpa air, tidak ada metabolisme, tidak ada pertumbuhan, tidak ada kehidupan.
Secara kimia, air terdiri dari dua atom hidrogen dan satu atom oksigen—unsur yang pada dasarnya tidak hidup. Tetapi ketika disusun secara tepat dan digunakan dalam sistem biologis, air menjadi sumber kehidupan yang dinamis dan vital.
Fisikawan teoretis Prof. Paul Davies dari Arizona State University menulis, “Kehidupan bukanlah sekadar persoalan materi, tetapi persoalan informasi dan keteraturan.
” Maka, air dan tanah bukanlah sekadar bahan mentah. Dalam tangan Sang Pencipta, keduanya menjadi medium untuk menanamkan kehidupan yang penuh makna.
Nilai Manusia: Bukan dari Bahan, Tapi dari Rancangannya
Dalam perspektif material, semua unsur dalam tubuh manusia dapat dibeli di pasar bebas dengan harga yang tidak lebih dari seratus dolar. Namun, nilai manusia bukan pada harganya, melainkan pada desain dan fungsi yang ditanamkan oleh Tuhan.
هُوَ اللّٰهُ الْخَالِقُ الْبَارِئُ الْمُصَوِّرُ لَهُ الْاَسْمَاۤءُ الْحُسْنٰىۗ…. ٢٤
“Dialah Allah, Maha Pencipta, Maha Pembentuk, Maha Membuat Rupa…” (QS Al-Hasyr [59]: 24)
Manusia adalah makhluk dengan kemampuan berpikir, merasa, memilih, dan bertanggung jawab. Unsur tanah dan air menjadi kendaraan bagi penciptaan ruh, akal, dan kesadaran. Di sinilah letak kemuliaan: dari zat biasa, Allah menciptakan ciptaan yang luar biasa.
Prof. Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Mishbah menegaskan bahwa “penciptaan manusia dari tanah bukan untuk merendahkannya, melainkan untuk mengingatkan bahwa kemuliaannya bukan terletak pada asal penciptaannya, tetapi pada potensi spiritual dan moral yang diberikan Allah.”
Refleksi: Kembali kepada Asal, Menuju Kesadaran
Al-Qur’an bukan sekadar kitab suci yang mengatur ibadah ritual, tetapi juga kitab petunjuk kosmologis dan eksistensial. Dengan mengungkap bahwa manusia berasal dari tanah dan air, ia mengingatkan manusia akan hakikat dirinya—sederhana namun mulia, fana namun bermakna.
Jika kita menyadari bahwa kehidupan kita berasal dari sesuatu yang sangat biasa, lalu kita hidup dengan kesombongan, maka kita telah mengkhianati asal-usul dan makna keberadaan kita sendiri.
Penciptaan kita adalah cermin dari kebijaksanaan dan kasih sayang Tuhan, dan tugas kita adalah hidup sesuai dengan tujuan penciptaan itu: berbuat kebaikan, menyebar kemanfaatan, dan mengabdi pada-Nya.
اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَۙ ٢
“Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.” (QS Al-Fatihah [1]: 2) (emha)