Scroll untuk baca artikel
BeritaHikmah

Poligami dalam Al-Qur’an: Izin Bersyarat demi Keadilan, Bukan Kebebasan Pribadi

13
×

Poligami dalam Al-Qur’an: Izin Bersyarat demi Keadilan, Bukan Kebebasan Pribadi

Share this article

Penulis : emha | Editor : asyary

ppmindonesia.com.Jakarta – Dalam wacana keislaman, sedikit tema yang lebih kontroversial dan sering disalahpahami selain poligami. Banyak yang memandang poligami sebagai hak bebas laki-laki yang dilindungi agama.

Namun, jika kita kembali kepada Al-Qur’an secara menyeluruh, tampak jelas bahwa izin poligami bukan bentuk kebebasan pribadi, melainkan pengecualian bersyarat yang sangat ketat—yang justru lahir dari kepedulian terhadap keadilan sosial, khususnya terhadap perempuan dan anak-anak yatim.

Ayat Poligami: Mengapa dan untuk Siapa?

Satu-satunya ayat Al-Qur’an yang menyebutkan jumlah maksimal istri adalah QS An-Nisa ayat 3:

وَاِنْ خِفْتُمْ اَلَّا تُقْسِطُوْا فِى الْيَتٰمٰى فَانْكِحُوْا مَا طَابَ لَكُمْ مِّنَ النِّسَاۤءِ مَثْنٰى وَثُلٰثَ وَرُبٰعَۚ فَاِنْ خِفْتُمْ اَلَّا تَعْدِلُوْا فَوَاحِدَةً اَوْ مَا مَلَكَتْ اَيْمَانُكُمْۗ ذٰلِكَ اَدْنٰٓى اَلَّا تَعُوْلُوْاۗ ۝٣

 “Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim, maka nikahilah perempuan-perempuan lain yang kamu senangi: dua, tiga, atau empat. Tetapi jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (nikahilah) seorang saja…”(QS An-Nisa [4]: 3)

Ayat ini bukan berdiri sendiri, tapi merupakan bagian dari rangkaian ayat yang membahas perlindungan terhadap anak yatim dan perempuan dalam kondisi rentan (lihat QS 4:1–6).

Ayat 3 diawali dengan “fa in khiftum…” (“jika kamu takut…”), sebuah bentuk kondisi yang mengikat: poligami diperbolehkan hanya jika ada ketakutan akan ketidakadilan terhadap anak yatim.

Keadilan: Syarat Mutlak yang Tidak Mudah

Yang sering luput dipahami adalah bahwa syarat poligami dalam ayat ini adalah keadilan. Namun Al-Qur’an dalam ayat lain secara tegas menyatakan bahwa manusia tidak akan mampu berlaku adil sepenuhnya antara istri-istri:

وَلَنْ تَسْتَطِيْعُوْٓا اَنْ تَعْدِلُوْا بَيْنَ النِّسَاۤءِ وَلَوْ حَرَصْتُمْ۝١٢٩

“Dan kamu tidak akan mampu berlaku adil di antara istri-istri kamu, walaupun kamu sangat ingin…” (QS An-Nisa [4]: 129)

Diksi “lan” (لن) yang digunakan dalam ayat ini secara bahasa Arab menunjukkan kemustahilan. Maka, jika prasyaratnya adalah keadilan, dan Allah sendiri menegaskan keadilan itu sulit dicapai, maka poligami bukanlah norma, tetapi pengecualian yang amat terbatas.

Poligami Bukan untuk Memenuhi Nafsu

Poligami bukanlah ruang untuk memenuhi syahwat laki-laki. Bahkan Al-Qur’an menutup ayat 4:3 dengan pesan moral yang jelas:

 “…yang demikian itu lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.”

Artinya, pilihan satu istri saja adalah bentuk perlindungan agar tidak terjatuh dalam ketidakadilan. Jika poligami dipraktikkan tanpa memenuhi keadilan lahir dan batin, ia justru akan menjadi kedzaliman, dan Al-Qur’an melarang kedzaliman dalam bentuk apa pun:

 وَاللّٰهُ لَا يُحِبُّ الظّٰلِمِيْنَ ۝٥٧

“Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang zalim.”(QS Al-Imran [3]: 57)

Pandangan Para Cendekiawan Muslim

Berbagai ulama dan pemikir Muslim kontemporer mengkritisi praktik poligami yang tidak berakar dari tujuan sosial seperti dalam Al-Qur’an:

Muhammad Abduh menegaskan bahwa poligami dapat dibatasi negara, dan praktiknya hanya relevan pada situasi darurat sosial seperti masa pasca-perang.

Fazlur Rahman melihat bahwa Al-Qur’an menoleransi poligami semata-mata demi keadilan sosial, bukan kebebasan seksual pria.

Quraish Shihab dalam tafsirnya menyatakan, izin poligami bukanlah dorongan untuk memperbanyak istri, melainkan tanggapan atas kekhawatiran menzalimi perempuan yatim.

Monogami: Arah Moral dalam Islam

Salah satu ciri ajaran Islam adalah membimbing umat menuju akhlak terbaik, bukan semata-mata memenuhi keinginan duniawi. Dalam konteks pernikahan, Islam mengidealkan hubungan yang penuh cinta dan kasih sayang, sebagaimana firman Allah:

وَمِنْ اٰيٰتِهٖٓ اَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِّنْ اَنْفُسِكُمْ اَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوْٓا اِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَّوَدَّةً وَّرَحْمَةًۗ اِنَّ فِيْ ذٰلِكَ لَاٰيٰتٍ لِّقَوْمٍ يَّتَفَكَّرُوْنَ ۝٢١

 “Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang.” (QS Ar-Rum [30]: 21)

Ayat ini tidak menyebut pluralitas pasangan, tetapi menggambarkan kebersamaan dua insan dalam cinta dan ketenteraman, yang merupakan nilai luhur dari pernikahan.

Tafsir Kritis demi Keadilan

Poligami dalam Al-Qur’an bukan hak bebas, tetapi izin bersyarat—dan syarat utamanya adalah keadilan yang sangat sulit dipenuhi.

Karena itu, jika seseorang tidak mampu berlaku adil, maka monogami adalah jalan utama yang ditunjukkan Al-Qur’an.

Menggunakan ayat 4:3 sebagai pembenaran untuk poligami tanpa mempertimbangkan konteks dan syaratnya adalah bentuk penyalahgunaan wahyu. Islam tidak memihak nafsu, tetapi berpihak kepada keadilan dan perlindungan terhadap yang lemah.

اِنَّ اللّٰهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْاِحْسَانِ… ۝٩٠

 “Dan Allah menyuruh (manusia) berlaku adil dan berbuat kebajikan…” (QS An-Nahl [16]: 90) (emha)

Example 120x600