Scroll untuk baca artikel
BeritaHikmah

Menegakkan Shalat dalam Kesadaran: Bukan Sekadar Gerakan, Tapi Kehidupan

143
×

Menegakkan Shalat dalam Kesadaran: Bukan Sekadar Gerakan, Tapi Kehidupan

Share this article

Penulis: husni fahro| Editor| asyary

Mengapa Kita Shalat?

ppmindonesia.com.Jakarta- Shalat merupakan tiang agama dan ibadah paling sentral dalam kehidupan seorang Muslim. Namun, dalam praktiknya, shalat kerap direduksi menjadi rutinitas harian yang berlangsung lima kali sehari—tanpa benar-benar dihayati maknanya. 

Banyak yang menganggap shalat sebagai sekadar kewajiban, bukan sebagai sarana transformasi spiritual dan sosial.

Padahal, Al-Qur’an menekankan bahwa shalat adalah perwujudan dari kesadaran ilahiah (zikrullah). Ia bukan sekadar gerakan, tetapi kehidupan yang dijalani dalam ketundukan, keterjagaan moral, dan kedekatan kepada Allah.

Shalat sebagai Penegak Zikrullah

Allah berfirman dalam QS Thaha 20:14:

اِنَّنِيْٓ اَنَا اللّٰهُ لَآ اِلٰهَ اِلَّآ اَنَا۠ فَاعْبُدْنِيْۙ وَاَقِمِ الصَّلٰوةَ لِذِكْرِيْ ۝١٤

 “Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan selain Aku, maka sembahlah Aku dan tegakkanlah shalat untuk mengingat-Ku (li dzikri).”

Ayat ini menunjukkan bahwa shalat ditegakkan untuk menghidupkan zikrullah—yakni kesadaran akan kehadiran dan kekuasaan Allah dalam setiap aspek kehidupan. 

Maka, hakikat shalat bukanlah pada jumlah rakaat atau kecepatan membaca bacaan, melainkan pada tujuan batinnya: mengingat dan terhubung kepada Allah.

Lebih dari sekadar ritual, shalat adalah pilar kesadaran, titik awal dari hidup yang penuh nilai ilahi.

Makna Shalat yang Mencegah Kemungkaran

Dalam QS Al-‘Ankabut 29:45, Allah menegaskan:

اُتْلُ مَآ اُوْحِيَ اِلَيْكَ مِنَ الْكِتٰبِ وَاَقِمِ الصَّلٰوةَۗ اِنَّ الصَّلٰوةَ تَنْهٰى عَنِ الْفَحْشَاۤءِ وَالْمُنْكَرِۗ وَلَذِكْرُ اللّٰهِ اَكْبَرُۗ وَاللّٰهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُوْنَ ۝٤٥

“Bacalah Kitab (Al-Qur’an) yang telah diwahyukan kepadamu dan tegakkanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (zikrullah) itu lebih besar. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.”

Ayat ini menegaskan bahwa shalat bukan hanya ritual vertikal kepada Tuhan, tetapi juga berdampak horizontal terhadap lingkungan. 

Shalat yang benar akan mencegah pelakunya dari kejahatan, korupsi, kekerasan, dan kemaksiatan, karena kesadarannya selalu tertambat kepada Allah.

Jika seseorang masih terlibat dalam keburukan meskipun ia rajin shalat, maka kita patut bertanya: apakah shalatnya hanya berupa gerakan tanpa kesadaran?

Shalat sebagai Kehidupan: Bertasbihlah Semua Makhluk

Al-Qur’an membuka perspektif yang lebih luas tentang shalat dalam QS An-Nur 24:41:

اَلَمْ تَرَ اَنَّ اللّٰهَ يُسَبِّحُ لَهٗ مَنْ فِى السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ وَالطَّيْرُ صٰۤفّٰتٍۗ كُلٌّ قَدْ عَلِمَ صَلَاتَهٗ وَتَسْبِيْحَهٗۗ وَاللّٰهُ عَلِيْمٌۢ بِمَا يَفْعَلُوْنَ ۝٤١

“Tidakkah engkau tahu bahwa kepada Allah bertasbih siapa pun di langit dan di bumi serta burung-burung yang mengembangkan sayapnya? Masing-masing telah mengetahui shalat dan tasbihnya, dan Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan.”

Makhluk hidup—baik manusia, hewan, maupun makhluk langit—telah mengetahui shalat dan tasbihnya masing-masing. 

Artinya, shalat adalah bagian dari sistem alam semesta, cara tiap makhluk berhubungan dengan Tuhan dan menjaga harmoni. 

Manusia pun dituntut untuk menemukan dan menegakkan bentuk shalatnya yang otentik: hidup dalam zikr, menebar manfaat, dan mencegah kerusakan.

Selalu dalam Shalat: Shalat sebagai Kesadaran Berkelanjutan

Allah memuji orang-orang yang “selalu dalam shalatnya” dalam QS Al-Ma’arij 70:23:

الَّذِيْنَ هُمْ عَلٰى صَلَاتِهِمْ دَاۤىِٕمُوْنَۖ ۝٢٣

“(Yaitu) orang-orang yang dalam shalatnya senantiasa menjaga (da’imun).”

Shalat yang ditegakkan bukan hanya pada waktu-waktu tertentu, tetapi dijaga dalam seluruh aspek kehidupan. 

Ini adalah shalat dalam bentuk kesadaran berkelanjutan, di mana seseorang tetap menjaga nilai-nilai shalat (kesucian hati, kejujuran, keadilan, empati) dalam bekerja, bermasyarakat, bahkan dalam bersikap terhadap alam.

Shalat yang Membawa Kedamaian

Dalam QS At-Taubah 9:103, disebutkan bahwa shalat Rasulullah membawa ketenteraman bagi umat:

…اِنَّ صَلٰوتَكَ سَكَنٌ لَّهُمْۗ….۝١٠٣

“…Sesungguhnya shalatmu adalah ketenteraman bagi mereka (inna shalataka sakanun lahum).”

Ayat ini menggarisbawahi peran sosial dari shalat yang ditegakkan dengan kesadaran. 

Shalat yang benar tidak hanya menenangkan individu, tetapi juga membawa kedamaian bagi lingkungan dan komunitasnya. Shalat menjadi sumber keteladanan, inspirasi, dan penenang jiwa umat yang gelisah.

Mencari Ampunan dengan Kesadaran

Hampir semua orang menginginkan ampunan dari Allah. Namun, ampunan tidak otomatis datang hanya karena mengucap istighfar, melainkan juga tergantung pada isi hati dan kesungguhan untuk memperbaiki diri.

رَبُّكُمْ اَعْلَمُ بِمَا فِيْ نُفُوْسِكُمْۗ اِنْ تَكُوْنُوْا صٰلِحِيْنَ فَاِنَّهٗ كَانَ لِلْاَوَّابِيْنَ غَفُوْرًا ۝٢٥

“Tuhanmu lebih mengetahui apa yang ada dalam hatimu. Jika kamu orang yang baik, maka sungguh, Dia Maha Pengampun bagi orang-orang yang bertobat.” (QS Al-Isra 17:25)

Maka, orang yang menegakkan shalat dalam kesadaran—yang menjadikannya sarana zikr, penjaga moral, dan sumber kedamaian—adalah orang yang layak mengharap rahmat dan ampunan-Nya.

Akhir Kata

Menegakkan shalat bukanlah sekadar menggugurkan kewajiban, melainkan menghidupkan kesadaran yang membentuk karakter dan membimbing langkah. 

Ia adalah jalan hidup yang menjaga kita dari kehancuran dan menuntun kepada cahaya Allah.

Shalat bukan hanya gerakan. Ia adalah kehidupan. (husni fahro)

Example 120x600