Scroll untuk baca artikel
BeritaHikmah

Pelajaran Tunduk dari Makhluk Kecil dan Diam

4
×

Pelajaran Tunduk dari Makhluk Kecil dan Diam

Share this article

Penulis; emha | Editor: asyary

ppmindonesia.com.Jakarta– Di tengah gemuruh dunia yang dipenuhi hiruk-pikuk manusia, terdapat makhluk-makhluk kecil dan diam—pohon dan semut—yang tetap hidup dalam keteraturan, harmoni, dan kepatuhan total kepada hukum Sang Pencipta. Tanpa pernah terlambat. 

Tanpa membantah. Mereka tidak mengenal maksiat, tidak memiliki pilihan untuk ingkar. Namun mereka menyembah Allah dengan cara mereka sendiri.

Pertanyaannya, bagaimana makhluk tanpa akal itu bisa disebut menyembah? Apa bentuk ibadah mereka kepada Allah?

Semuanya Bertasbih

Islam mengajarkan bahwa seluruh makhluk di alam semesta ini tunduk kepada Allah, baik secara sadar maupun tidak. Hal ini ditegaskan dalam Al-Qur’an:

تُسَبِّحُ لَهُ السَّمٰوٰتُ السَّبْعُ وَالْاَرْضُ وَمَنْ فِيْهِنَّۗ وَاِنْ مِّنْ شَيْءٍ اِلَّا يُسَبِّحُ بِحَمْدِهٖ وَلٰكِنْ لَّا تَفْقَهُوْنَ تَسْبِيْحَهُمْۗ… ۝٤٤

 “Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. Dan tidak ada suatu pun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu tidak mengerti tasbih mereka.” (QS. Al-Isra’: 44)

Ayat ini menjadi bukti bahwa tasbih bukan sekadar zikir lisan sebagaimana manusia pahami. Tasbih bisa jadi merupakan bentuk keteraturan, fungsi, dan kepatuhan makhluk kepada hukum ilahi yang telah ditetapkan bagi mereka.

Pohon yang terus tumbuh ke arah cahaya, menyerap karbon dioksida dan mengeluarkan oksigen bagi kehidupan. 

Semut yang membangun koloni, membentuk sistem sosial yang rapi, bekerja keras tanpa disuruh. Semuanya melaksanakan peran mereka tanpa henti. Bukankah itu bentuk ibadah?

Pohon: Dzikir yang Diam

Dalam banyak ayat, Allah menggambarkan pohon sebagai bagian dari makhluk yang tunduk kepada-Nya:

اَلَمْ تَرَ اَنَّ اللّٰهَ يَسْجُدُ لَهٗ مَنْ فِى السَّمٰوٰتِ وَمَنْ فِى الْاَرْضِ وَالشَّمْسُ وَالْقَمَرُ وَالنُّجُوْمُ وَالْجِبَالُ وَالشَّجَرُ وَالدَّوَاۤبُّ وَكَثِيْرٌ مِّنَ النَّاسِۗ…۝١٨

 “Tidakkah kamu memperhatikan bahwa kepada Allah bersujud siapa yang di langit dan siapa yang di bumi, matahari, bulan, bintang-bintang, gunung-gunung, pohon-pohon, binatang-binatang melata dan banyak di antara manusia?” (QS. Al-Hajj: 18)

Sujud dalam ayat ini bukan hanya sujud fisik sebagaimana dalam shalat manusia, melainkan tunduknya seluruh sistem pohon kepada hukum penciptaannya. Ia tumbuh sesuai sunatullah, memberikan manfaat bagi makhluk lain, dan mati dengan tenang ketika waktunya tiba.

Para ulama tafsir, seperti Imam Fakhruddin Ar-Razi, menegaskan bahwa sujudnya makhluk bukan berwujud ruku’ dan sujud seperti manusia, tapi berupa ketaatan terhadap hukum dan tujuan penciptaannya.

Semut: Makhluk Kecil yang Taat

Kisah semut juga tercatat dalam Al-Qur’an, dalam surat yang bahkan dinamai dengan namanya:

حَتّٰىٓ اِذَآ اَتَوْا عَلٰى وَادِ النَّمْلِۙ قَالَتْ نَمْلَةٌ يّٰٓاَيُّهَا النَّمْلُ ادْخُلُوْا مَسٰكِنَكُمْۚ لَا يَحْطِمَنَّكُمْ سُلَيْمٰنُ وَجُنُوْدُهٗۙ وَهُمْ لَا يَشْعُرُوْنَ ۝١٨

 “Hingga apabila mereka sampai di lembah semut, berkatalah seekor semut: ‘Hai semut-semut, masuklah ke dalam sarang-sarangmu agar kamu tidak diinjak oleh Sulaiman dan tentaranya sedangkan mereka tidak menyadari.’” (QS. An-Naml: 18)

Perhatikan bagaimana semut dalam ayat ini memiliki kesadaran kolektif, rasa tanggung jawab terhadap kaumnya, dan sistem komunikasi. Ia tidak hanya tunduk pada hukum alam, tetapi juga menjalankan amanah sosial dalam komunitasnya. 

Dalam tafsir Imam Al-Baghawi, ayat ini menunjukkan betapa Allah menganugerahkan bentuk komunikasi dan tugas-tugas kompleks bahkan kepada makhluk kecil seperti semut.

Semut hidup dengan etos kerja yang tinggi, tidak pernah membuat kekacauan. Ia menyimpan makanan untuk musim sulit, bekerja dalam koloni, dan menjaga ketertiban. Bukankah ini semua adalah tanda ketundukan kepada hukum Allah?

Bukan Ritual, Tapi Fitrah

Berbeda dari manusia yang diberi akal dan pilihan untuk tunduk atau membangkang, pohon dan semut menyembah Allah dalam kepasrahan mutlak. Mereka tidak punya pilihan untuk ingkar. Mereka tidak shalat, tidak puasa, tapi mereka menjalankan perannya dengan sempurna. Inilah ibadah mereka.

Dalam kata-kata Hasan al-Bashri, seorang ulama tabi’in besar, disebutkan:

 “Wahai anak Adam, lihatlah bagaimana binatang dan pohon memuji Tuhan mereka tanpa dosa, sedangkan engkau penuh kelalaian dalam menyebut nama-Nya.”

Pelajaran bagi Manusia

Manusia seringkali sombong karena merasa punya akal dan kebebasan. Namun sayangnya, justru sering lalai dari tujuan penciptaannya. Pohon dan semut, meski tanpa akal, tetap berada dalam orbit kepatuhan.

Pohon tak protes saat ditebang. Semut tak membangkang saat harus mati demi koloni. Mereka diam, namun suaranya sampai kepada langit. Mereka kecil, namun kesaksiannya besar bagi manusia.

Syaikh Muhammad Mutawalli As-Sya’rawi pernah menyatakan,

 “Makhluk-makhluk selain manusia telah menunjukkan kepatuhan total kepada Allah. Maka mereka tidak akan dihisab. Karena hisab hanya untuk mereka yang diberi pilihan.”

Alam sebagai Cermin Diri

Merenungi pohon dan semut bukan sekadar biologi. Itu adalah pelajaran teologis. Bahwa ibadah bukan hanya soal ritual, tapi tentang menjalankan fungsi dan fitrah yang diberikan Allah. Pohon dan semut menyembah Allah dengan cara mereka: diam, kecil, tapi total dalam tunduk.

Bukankah sudah waktunya kita belajar dari mereka?

مَا خَلَقْنَا السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضَ وَمَا بَيْنَهُمَآ اِلَّا بِالْحَقِّ وَاَجَلٍ مُّسَمًّىۗ وَالَّذِيْنَ كَفَرُوْا عَمَّآ اُنْذِرُوْا مُعْرِضُوْنَ ۝٣

“Tidaklah Kami ciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya melainkan dengan haq (kebenaran) dan dalam waktu yang ditentukan. Dan orang-orang yang kafir berpaling dari apa yang diperingatkan kepada mereka.” (QS. Al-Ahqaf: 3)

Maka, dari semut dan pohon, kita belajar makna ketundukan sejati: menjalani hidup sesuai dengan fitrah dan tujuan penciptaan, tanpa membangkang.(emha)

Example 120x600