Scroll untuk baca artikel
BeritaHikmah

Jejak Sains Modern dalam Ayat Suci: Embrio, DNA, dan Keajaiban Al-Qur’an

8
×

Jejak Sains Modern dalam Ayat Suci: Embrio, DNA, dan Keajaiban Al-Qur’an

Share this article

Penulis; emha | Editor: asyary

ppmindonesia.com.Jakarta – Di tengah derasnya kemajuan ilmu pengetahuan modern, satu pertanyaan klasik terus menggema: benarkah sains dan agama dua hal yang tidak bisa berdampingan? Pertanyaan ini menjadi semakin relevan ketika hasil-hasil riset ilmiah justru menemukan kemiripan dengan narasi-narasi kitab suci, khususnya Al-Qur’an.

Dalam beberapa dekade terakhir, para ilmuwan dan cendekiawan Muslim menemukan bahwa ayat-ayat Al-Qur’an memuat deskripsi menakjubkan tentang proses-proses biologis seperti pembentukan embrio, kode genetik, hingga penentuan jenis kelamin. 

Temuan-temuan ini menyiratkan bahwa jejak ilmu pengetahuan modern sebenarnya telah tertulis dalam teks suci sejak lebih dari 1.400 tahun lalu.

Dari Setetes Air Hingga Makhluk Sempurna

Salah satu bidang yang paling sering dikaitkan dengan keajaiban ilmiah Al-Qur’an adalah embriologi—ilmu yang mempelajari perkembangan janin manusia dalam rahim. Dalam Al-Qur’an surat Al-Mu’minun disebutkan:

ثُمَّ خَلَقْنَا النُّطْفَةَ عَلَقَةً فَخَلَقْنَا الْعَلَقَةَ مُضْغَةً …۝١٤

“Kemudian Kami jadikan air mani itu sebagai ‘alaqah (segumpal darah yang melekat), lalu Kami jadikan ‘alaqah itu sebagai mudghah (gumpalan daging yang dikunyah)…” (QS Al-Mu’minun 23:14)

Deskripsi tersebut bukan sekadar puitis. Kata ‘alaqah secara linguistik berarti “sesuatu yang menempel”, juga bisa berarti “lintah”. Studi embriologi membuktikan bahwa embrio manusia pada hari ke-22 hingga 24 memang menyerupai lintah dalam bentuk dan fungsinya—menempel pada dinding rahim dan menyerap darah untuk berkembang.

Profesor Keith L. Moore, salah satu otoritas dunia dalam anatomi dan embriologi dari Universitas Toronto, Kanada, menulis:

 “Deskripsi tahap-tahap perkembangan manusia dalam Al-Qur’an sangat akurat. Tidak mungkin seorang pun pada abad ke-7 memiliki pengetahuan seperti itu tanpa mikroskop.”

Kode Genetik dan Penentu Jenis Kelamin

Satu lagi aspek biologis yang dijelaskan secara mengejutkan dalam Al-Qur’an adalah mengenai penentuan jenis kelamin manusia. Dalam surat Al-Qiyamah, Allah berfirman:

اَلَمْ يَكُ نُطْفَةً مِّنْ مَّنِيٍّ يُّمْنٰى ۝٣٧ثُمَّ كَانَ عَلَقَةً فَخَلَقَ فَسَوّٰىۙ ۝٣٨فَجَعَلَ مِنْهُ الزَّوْجَيْنِ الذَّكَرَ وَالْاُنْثٰىۗ ۝٣٩

“Bukankah dia dahulu setetes mani yang ditumpahkan, lalu menjadi ‘alaqah, dan kemudian Allah menciptakannya dan menyempurnakannya, dan menjadikan darinya dua jenis, laki-laki dan perempuan?” (QS Al-Qiyamah 75:37–39)

Kata “minhu” (darinya) dalam konteks ini mengacu pada air mani laki-laki, bukan ovum perempuan. Ilmu genetika modern membenarkan bahwa jenis kelamin manusia ditentukan oleh kromosom Y dari sperma pria, bukan dari sel telur wanita yang selalu membawa kromosom X.

Fakta ini baru dapat diketahui setelah penemuan DNA dan struktur kromosom pada abad ke-20. Namun Al-Qur’an telah menegaskan fakta biologis tersebut sejak 14 abad lalu.

Sains Tidak Menggugurkan Wahyu

Penting untuk dipahami bahwa Al-Qur’an bukan buku sains. Ia adalah kitab petunjuk hidup, namun petunjuk tersebut sering kali bersinggungan dengan realitas ilmiah. Dan ketika fakta-fakta ilmiah itu terbukti di kemudian hari, maka semakin kuatlah hubungan antara wahyu dan observasi ilmiah.

Sebagaimana ditegaskan oleh Dr. Maurice Bucaille, penulis The Bible, The Qur’an and Science:

 “Dalam Al-Qur’an tidak ditemukan satu pun pernyataan yang bertentangan dengan ilmu pengetahuan modern. Justru, ia mengandung fakta-fakta yang baru ditemukan belakangan oleh sains.”

Mendorong Akal, Memuliakan Ilmu

Alih-alih menegasikan sains, Al-Qur’an justru secara konsisten mengajak manusia berpikir, merenung, dan menjadikan alam sebagai bahan pengamatan.

 قُلِ انْظُرُوْا مَاذَا فِى السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِۗ… ۝١٠١

“Katakanlah: Perhatikanlah apa yang ada di langit dan di bumi!”(QS Yunus 10:101)

اِنَّ فِيْ خَلْقِ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ وَاخْتِلَافِ الَّيْلِ وَالنَّهَارِ لَاٰيٰتٍ لِّاُولِى الْاَلْبَابِۙ ۝١٩٠

“Sesungguhnya pada penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang, terdapat tanda-tanda bagi orang yang berakal.” (QS Ali Imran 3:190)

Dalam perspektif ini, ilmu pengetahuan bukanlah ancaman bagi iman. Justru ia merupakan salah satu sarana paling sahih untuk mengenal dan mengagumi Sang Pencipta. Dengan kata lain, iman yang tercerahkan oleh ilmu pengetahuan akan semakin kokoh dan merdeka.

Menyatukan yang Terlihat dan Tak Terlihat

Jejak sains dalam ayat suci bukanlah untuk menjadikan wahyu sebagai alat pembuktian laboratorium. Tetapi ia menjadi jembatan reflektif antara apa yang terlihat dan tak terlihat. Bahwa di balik hukum genetika, struktur sel, dan proses biologis, ada kekuatan Ilahi yang mengaturnya dengan presisi dan keseimbangan.

الَّذِيْٓ اَحْسَنَ كُلَّ شَيْءٍ خَلَقَهٗ وَبَدَاَ خَلْقَ الْاِنْسَانِ مِنْ طِيْنٍ ۝٧ثُمَّ جَعَلَ نَسْلَهٗ مِنْ سُلٰلَةٍ مِّنْ مَّاۤءٍ مَّهِيْنٍۚ ۝٨

“Dia-lah yang menciptakan segala sesuatu dengan sebaik-baiknya dan Dia memulai penciptaan manusia dari tanah. Kemudian Dia menjadikan keturunannya dari saripati air yang hina.” (QS As-Sajdah 32:7–8)

Dalam zaman modern ini, iman dan ilmu seharusnya tidak saling menghakimi, melainkan saling menguatkan. Karena ketika sains mengungkap kompleksitas ciptaan, wahyu memberi kita arah dan makna mengapa semua itu ada.(emha)

 

Example 120x600