Scroll untuk baca artikel
BeritaEdukasi

Tahun Baru Hijriah: Sejarah, Makna, dan Keutamaannya bagi Umat Islam

225
×

Tahun Baru Hijriah: Sejarah, Makna, dan Keutamaannya bagi Umat Islam

Share this article

Penulis : acank| Editor : asyary

ppmindonesia.com.Jakarta – Setiap pergantian tahun, dunia Islam menyambut sebuah momentum penuh makna: 1 Muharram, awal tahun dalam kalender Hijriah.

Berbeda dengan euforia malam tahun baru masehi yang kerap diwarnai pesta dan kembang api, tahun baru Hijriah diperingati dalam nuansa yang lebih khidmat, reflektif, dan spiritual.

Kalender Hijriah bukan sekadar sistem penanggalan berbasis peredaran bulan. Ia adalah simbol sejarah dan identitas peradaban Islam.

Di balik penetapan 1 Muharram sebagai awal tahun Islam, tersimpan kisah hijrah Nabi Muhammad ﷺ yang mengubah arah sejarah umat manusia—sebuah momen transformatif dari penindasan menuju pembebasan, dari kegelapan menuju cahaya.

Jejak Sejarah Penanggalan Hijriah

Kalender Hijriah pertama kali ditetapkan secara resmi pada masa Khalifah Umar bin Khattab, sekitar 17 tahun setelah peristiwa hijrah Nabi dari Makkah ke Madinah.

Inisiatif ini muncul ketika Gubernur Basrah, Abu Musa Al-Asy’ari, menyampaikan kebingungannya kepada Khalifah Umar karena menerima surat-surat resmi tanpa penanggalan yang jelas. Hal ini menyulitkan pengarsipan dan administrasi negara.

Khalifah Umar segera mengundang para sahabat terkemuka seperti Ali bin Abi Thalib, Utsman bin Affan, Abdurrahman bin Auf, dan Zubair bin Awwam untuk bermusyawarah. Berbagai usulan pun bermunculan: sebagian mengusulkan kelahiran Rasulullah, ada pula yang mengusulkan peristiwa Isra’ Mi’raj sebagai titik awal penanggalan Islam.

Namun akhirnya, usulan Ali bin Abi Thalib yang menyarankan peristiwa hijrah Nabi sebagai tonggak awal kalender Islam disepakati. Hijrah bukan hanya peristiwa geografis, tetapi juga spiritual dan politis—ia menandai lahirnya masyarakat Islam yang mandiri di Madinah. Maka, 1 Muharram 1 Hijriyah ditetapkan sebagai awal penanggalan umat Islam.

Sejarawan Islam, Dr. Syamsuddin Arif, menegaskan bahwa penetapan kalender Hijriah merupakan bukti peradaban Islam yang memiliki kesadaran historis dan administratif. “Hijrah menjadi titik balik, bukan hanya dalam sejarah Rasulullah, tetapi dalam sejarah peradaban Islam.

Maka sangat logis jika kita menjadikannya awal penanggalan,” ujar dosen dan peneliti di Institute for the Study of Islamic Thought and Civilizations (INSISTS) ini.

Makna Hijrah: Lebih dari Sekadar Pindah Tempat

Hijrah Nabi Muhammad ﷺ bukanlah pelarian. Ia adalah strategi dakwah yang matang, penuh risiko, namun sarat dengan pesan perjuangan. Makkah kala itu menjadi tempat yang sempit bagi dakwah Islam—penindasan dan boikot ekonomi membuat kehidupan umat Islam berada di ujung tanduk. Di Madinah, Rasulullah membangun masyarakat Islam yang plural, inklusif, dan berdaulat.

“Hijrah adalah metafora spiritual bagi setiap Muslim,” jelas KH. Ahmad Syafi’i Mufid, Ketua Dewan Pakar MUI Pusat. “Setiap tahun baru Hijriah, kita diingatkan bahwa transformasi pribadi dan sosial harus terus diupayakan. Hijrah bukan hanya meninggalkan tempat, tapi meninggalkan keburukan menuju kebaikan.”

Dalam konteks kekinian, tahun baru Hijriah menjadi ajakan untuk muhasabah (evaluasi diri) dan tajdid (pembaruan iman). Ia mengajak umat Islam untuk berhijrah dari ketertinggalan menuju kemajuan, dari kerusakan moral menuju akhlak mulia, dari individualisme menuju ukhuwah dan solidaritas sosial.

Keutamaan Bulan Muharram

Bulan Muharram yang menjadi pembuka tahun Hijriah termasuk salah satu dari empat bulan haram yang dimuliakan Allah, sebagaimana disebut dalam QS. At-Taubah ayat 36. Dalam bulan ini, umat Islam dianjurkan memperbanyak amal saleh dan menghindari permusuhan.

Rasulullah SAW menyebut Muharram sebagai “Syahrullah” atau bulan Allah. Dalam sebuah hadits riwayat Muslim, beliau bersabda: “Puasa yang paling utama setelah Ramadan adalah puasa di bulan Allah, yakni Muharram.”

Di antara keutamaan Muharram adalah dianjurkannya puasa Tasu’a (9 Muharram) dan Asyura (10 Muharram). Puasa Asyura bahkan diyakini dapat menghapus dosa-dosa kecil setahun yang lalu.

“Puasa Asyura memiliki dimensi historis dan spiritual,” kata Ustadz Muhammad Nuzul Dzikri, pengasuh kajian rutin Masjid Al-Ihsan. “Ia mengingatkan kita pada keselamatan Nabi Musa dari tirani Fir’aun. Maka puasa itu juga menjadi simbol pembebasan dan keberpihakan pada kebenaran.”

Tahun Baru Islam, Momentum Perubahan

Berbeda dari kemeriahan tahun baru masehi, tahun baru Hijriah lebih menekankan makna ketenangan dan refleksi. Ia adalah saat yang tepat untuk menata niat dan memperbarui komitmen terhadap nilai-nilai Islam.

Sebagaimana Nabi berhijrah demi menegakkan nilai keadilan dan keimanan, umat Islam hari ini pun dituntut untuk melakukan hijrah dalam berbagai aspek: dari kemalasan menuju produktivitas, dari kemiskinan menuju kemandirian, dari ketergantungan menuju pemberdayaan.

Tahun baru Hijriah bukan hanya milik sejarah, tapi panggilan masa depan. Ia adalah pengingat bahwa Islam adalah agama yang hidup dalam waktu, menapaki masa lalu dengan hikmah, menjalani masa kini dengan kesadaran, dan menyongsong masa depan dengan harapan.(acank)

Example 120x600