Scroll untuk baca artikel
BeritaNasional

Revitalisasi Ekonomi Kerakyatan: Dari Koperasi ke Kawah Candradimuka Komunitas

97
×

Revitalisasi Ekonomi Kerakyatan: Dari Koperasi ke Kawah Candradimuka Komunitas

Share this article

Penulis ; acank | Editor ; asyary |

ppmindonesia.com.Jakarta – Dalam derap pembangunan yang terus berakselerasi, kita dihadapkan pada ironi yang kian nyata: pertumbuhan ekonomi terus naik, namun ketimpangan sosial dan akses terhadap sumber daya produktif tetap melebar. Demokrasi politik telah relatif terwujud, namun demokrasi ekonomi, sebagaimana dicita-citakan oleh para pendiri bangsa dalam Pasal 33 UUD 1945, masih jauh dari harapan.

Ekonomi nasional yang seharusnya disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan kini kerap dikendalikan oleh kekuatan modal besar yang menjauh dari denyut kehidupan rakyat banyak. Di sinilah pentingnya kita merefleksikan kembali peran koperasi dan lembaga-lembaga swadaya masyarakat sebagai tulang punggung ekonomi rakyat.

Koperasi: Pilar yang Terabaikan

Koperasi telah lama disebut sebagai “soko guru” perekonomian Indonesia. Dalam pengertiannya yang paling ideal, koperasi merupakan bentuk usaha paling demokratis. Ia berdiri atas prinsip “dari, oleh, dan untuk anggota”. Setiap suara dihargai, dan setiap hasil usaha dibagi secara adil. Namun dalam praktiknya, koperasi sering kali hanya hadir sebagai formalitas kelembagaan yang tidak hidup dalam ekosistem masyarakat.

Tak sedikit koperasi yang hanya jadi papan nama—tanpa partisipasi aktif anggota, tanpa keberlanjutan usaha, dan tanpa keberpihakan kepada kebutuhan riil komunitas. Sebaliknya, di tengah kesulitan dan keterbatasan, banyak kelompok swadaya masyarakat (LSF) tumbuh dari bawah secara alami. Mereka hadir sebagai respons terhadap kebutuhan praktis: dari kelompok tani, kelompok wanita tani (KWT), kelompok perajin, karang taruna produktif, hingga pokdarwis dan komunitas simpan pinjam informal.

Kelompok-kelompok ini, meski informal, mengandung kekuatan sosial yang besar: modal sosial, kepercayaan, dan solidaritas komunitas. Sayangnya, mereka kerap terpinggirkan dari kebijakan resmi, tak terjangkau oleh akses pembiayaan, dan terjebak pada skala usaha mikro yang stagnan.

Sinergi: Jalan Tengah Menuju Revitalisasi

Jika koperasi adalah bentuk kelembagaan ekonomi formal, maka LSF adalah “kawah candradimuka” tempat nilai-nilai kewirausahaan sosial ditempa. Keduanya tidak semestinya berdiri terpisah, apalagi berjalan sendiri-sendiri. Di sinilah gagasan revitalisasi ekonomi kerakyatan menemukan momentumnya: menjadikan koperasi sebagai rumah besar yang inklusif, yang mampu merangkul dan menguatkan LSF sebagai motor penggerak komunitas.

Sinergi ini bukan sekadar konsep administratif, tetapi kerja kolaboratif yang mensyaratkan perubahan paradigma. Koperasi mesti membuka diri dan merendahkan dinding formalismenya agar bisa menyatu dengan semangat dan dinamika komunitas. Sebaliknya, kelompok-kelompok swadaya perlu memperkuat tata kelola, kemampuan usaha, dan jejaring kelembagaan agar naik kelas dan tak selamanya berada di tepian ekonomi nasional.

Dari Pelatihan ke Perubahan

Gagasan inilah yang sedang dibumikan oleh Pusat Peranserta Masyarakat (PPM) melalui Pelatihan Kader Pemberdayaan Masyarakat yang digelar di Islamic Center Bekasi pada 5–6 Juli 2025. Dengan mengusung tema “Strategi Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Berbasiskan Ekonomi Lokal, pelatihan ini dirancang bukan hanya sebagai transfer pengetahuan, melainkan juga ruang kaderisasi nilai dan strategi.

Peserta pelatihan—mayoritas generasi muda dari berbagai wilayah—diajak untuk memahami realitas ekonomi umat, menggali potensi lokal, serta merancang rencana aksi yang konkret. Mereka tidak hanya belajar teori koperasi dan manajemen usaha komunitas, tetapi juga diuji untuk menyusun rencana strategis pemberdayaan yang bisa diimplementasikan di wilayah masing-masing.

Pendekatan pelatihan yang partisipatif, aplikatif, dan berbasis nilai-nilai Islam ini menegaskan komitmen PPM dalam menanamkan semangat dakwah bil hal—dakwah yang menyatu dengan tindakan, menyatu dengan kebutuhan masyarakat, dan membebaskan dari ketergantungan struktural.

Membangun Ekonomi yang Membebaskan

Ekonomi kerakyatan yang sesungguhnya bukanlah jargon politis atau sekadar instrumen redistribusi. Ia adalah upaya membangun struktur yang memungkinkan masyarakat berpartisipasi penuh, berdaya secara kolektif, dan memiliki kedaulatan atas hidupnya sendiri.

Dari koperasi ke kelompok tani, dari kelompok simpan pinjam ke karang taruna, semua harus diikat dalam jejaring kolaboratif yang setara dan saling memperkuat. Pemerintah, akademisi, dan sektor swasta harus mengambil peran strategis dalam menciptakan ekosistem yang sehat: memudahkan akses permodalan, membuka ruang pasar, serta menyediakan regulasi yang berpihak pada ekonomi komunitas.

Revitalisasi ekonomi kerakyatan bukan nostalgia masa lalu. Ia adalah harapan masa depan, ketika pertumbuhan bukan hanya milik elite, dan kesejahteraan tidak ditentukan oleh seberapa kuat modal, tetapi seberapa kuat solidaritas dan keberdayaan kolektif.(acank)

Example 120x600