ppmindonesia.com, Jakarta – Di sebuah desa kecil, sekelompok pemuda mendirikan koperasi tani yang tak hanya menyalurkan pupuk dan bibit, tetapi juga memastikan setiap petani mendapatkan hak yang sama untuk belajar, berkembang, dan memperoleh penghasilan yang layak. Di sisi lain kota, sekelompok relawan muda membuka rumah baca untuk anak-anak, mengajarkan literasi sambil menanamkan nilai kejujuran, gotong royong, dan cinta lingkungan.
Mereka mungkin tak banyak berbicara tentang dalil dan teks agama. Mereka juga jarang terlihat di mimbar atau layar televisi. Namun, nilai-nilai Islam yang mereka bawa terasa nyata: memberi manfaat, membawa keadilan, dan merawat bumi.
Inilah yang dikenal sebagai dakwah bil hal — dakwah lewat perbuatan nyata.
Dari Kata ke Aksi
Dalam tradisi Islam, dakwah sering dipahami sebagai seruan melalui lisan: ceramah, khutbah, tulisan. Itu penting. Namun, sejarah juga menunjukkan bahwa Islam menyebar luas karena teladan nyata para pemeluknya dalam perdagangan, pendidikan, hingga pelayanan sosial.
Kini, di tengah era digital yang riuh dengan kata-kata, masyarakat kembali rindu pada keteladanan. Rindu pada dakwah yang tak hanya terdengar indah, tetapi juga terasa nyata dan menyapa kebutuhan mereka sehari-hari.
Dakwah bil hal adalah cara Islam menyapa manusia secara manusiawi. Bukan sekadar membujuk, tetapi menunjukkan. Bukan hanya mengatakan, tetapi melakukan.
Lebih Dari Sekadar Amal
Dakwah bil hal bukan sekadar berbagi sembako ketika bencana melanda, bukan sekadar donasi musiman saat Ramadan. Lebih dari itu, ia adalah upaya sadar dan konsisten untuk mengubah kondisi masyarakat secara struktural: menghapus ketidakadilan, memberdayakan yang lemah, mendidik yang tertinggal, dan menyatukan yang terpecah.
Pusat Peranserta Masyarakat (PPM), misalnya, mengajarkan nilai kekhalifahan kepada para kadernya dengan cara memberdayakan ekonomi petani, mengajarkan manajemen koperasi yang jujur, hingga mengajak masyarakat menjaga lingkungan. Semua itu dilakukan sebagai wujud dakwah — menghidupkan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari.
Menjawab Tantangan Zaman
Tantangan zaman ini tak lagi sederhana. Konsumerisme, individualisme, dan kerusakan lingkungan menggerogoti sendi-sendi masyarakat. Di satu sisi, teknologi membuka peluang untuk menyebarkan kebaikan lebih cepat, tetapi di sisi lain juga menebar fitnah dan kebencian lebih luas.
Di sinilah dakwah bil hal menemukan relevansinya. Karena manusia butuh bukti, bukan hanya janji. Mereka butuh contoh nyata, bukan sekadar slogan.
Pemuda bisa memulainya dari hal kecil: mendirikan kelompok belajar, membuka lapangan kerja, mengajarkan keterampilan baru, atau menginisiasi kampanye lingkungan. Semua itu adalah dakwah, selama dilakukan dengan niat memperbaiki dan memberi manfaat.
Cahaya dari Tindakan
Dakwah bil hal mengingatkan kita pada pesan Nabi Muhammad SAW: “Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lain.” Nilai-nilai Islam yang sejati selalu hadir dalam bentuk yang memberi rahmat bagi semesta.
Dakwah bil hal juga sejalan dengan firman Allah:
وَلْتَكُنْ مِّنْكُمْ اُمَّةٌ يَّدْعُوْنَ اِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِۗ وَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ ١٠٤
“Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan umat yang menyeru kepada kebaikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar. Mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS Ali Imran:104)
Ajakan itu bukan hanya dengan suara, tetapi juga dengan aksi. Bukan hanya dengan telunjuk, tetapi juga dengan tangan yang membantu.
Di tengah dunia yang dipenuhi retorika, dakwah bil hal menawarkan sesuatu yang lebih: keikhlasan dalam bekerja, kesungguhan dalam memberi, dan keberanian untuk menjadi teladan.
Masyarakat tak hanya butuh didengar, tetapi juga dirangkul. Nilai-nilai Islam yang luhur akan lebih mudah menyapa hati jika datang melalui tindakan nyata.
Dan dari tindakan nyata itulah, cahaya dakwah memancar — pelan, tetapi pasti — menerangi sekitar.(acank)