Scroll untuk baca artikel
BeritaHikmah

Bangsa Ini Tak Kekurangan Ibadah, Tapi Kejujuran

104
×

Bangsa Ini Tak Kekurangan Ibadah, Tapi Kejujuran

Share this article

Punulis : husni fahro| Edditor; asyary

ppmindonesia.com. Bogor- Tak ada bangsa di dunia yang setiap hari kegiatannya dimulai dengan azan, yang menyudahi malamnya dengan lantunan doa, dan di antaranya dipenuhi dengan seremonial keagamaan sebanyak Indonesia. Kita punya hari libur nasional untuk semua agama besar. 

Masjid dibangun megah di tiap kota, bahkan kantor-kantor pemerintahan pun rutin menyelenggarakan pengajian. Tapi ada sesuatu yang hilang dari semua itu: kejujuran.

Bangsa ini tidak kekurangan ibadah, tapi kekurangan integritas. Kita melimpah dalam ritual, namun defisit dalam moral. Banyak yang fasih membaca ayat, namun gagal mempraktikkan maknanya. 

Bahkan korupsi sering dilakukan oleh orang-orang yang rajin beribadah. Ada sesuatu yang salah dalam cara kita memahami agama.

Ibadah yang Tak Mengubah Moral, Untuk Apa?

Allah mengingatkan dalam QS. Al-Ma’un:

اَرَءَيْتَ الَّذِيْ يُكَذِّبُ بِالدِّيْنِۗ ۝١فَذٰلِكَ الَّذِيْ يَدُعُّ الْيَتِيْمَۙ ۝٢وَلَا يَحُضُّ عَلٰى طَعَامِ الْمِسْكِيْنِۗ ۝٣فَوَيْلٌ لِّلْمُصَلِّيْنَۙ ۝٤الَّذِيْنَ هُمْ عَنْ صَلَاتِهِمْ سَاهُوْنَۙ ۝٥الَّذِيْنَ هُمْ يُرَاۤءُوْنَۙ ۝٦وَيَمْنَعُوْنَ الْمَاعُوْنَࣖ ۝٧

“Tahukah kamu orang yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin. Maka celakalah orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai terhadap shalatnya, yang berbuat riya, dan enggan (menolong dengan) barang berguna.” (QS. Al-Ma’un: 1–7)

Ayat ini menampar keras kita semua. Bahwa shalat pun bisa menjadi sia-sia jika tak disertai kejujuran sosial dan kepedulian. Ibadah bukan hanya tentang ritual, tapi tentang akhlak dan amanah. Maka jangan heran bila korupsi tetap merajalela, walau pelakunya alumni pesantren atau rajin umrah tiap tahun. Karena agama telah dikecilkan menjadi simbol, bukan menjadi sistem nilai.

Jujur Itu Kunci Keselamatan

Rasulullah ﷺ pernah ditanya: “Apakah orang beriman bisa menjadi penakut?” Beliau menjawab, “Ya.”

“Apakah orang beriman bisa menjadi pelit?” Beliau menjawab, “Ya.”

Lalu ditanya: “Apakah orang beriman bisa berdusta?” Maka beliau menjawab: “Tidak.” (HR. Malik)

Jujur adalah fondasi keimanan. Tanpanya, semua amal akan rapuh. Maka sangat menyedihkan jika bangsa dengan mayoritas Muslim terbesar ini justru akrab dengan praktik ketidakjujuran: dari manipulasi data, suap, nepotisme, hingga korupsi berjemaah. Ini bukan hanya masalah moral, tapi kegagalan kita menerjemahkan makna ibadah dalam kehidupan nyata.

Al-Qur’an menegaskan:

اِنَّ الَّذِيْنَ قَالُوْا رَبُّنَا اللّٰهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوْا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلٰۤىِٕكَةُ اَلَّا تَخَافُوْا وَلَا تَحْزَنُوْا وَاَبْشِرُوْا بِالْجَنَّةِ الَّتِيْ كُنْتُمْ تُوْعَدُوْنَ ۝٣٠

 “Sesungguhnya orang-orang yang berkata, ‘Tuhan kami adalah Allah’ kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan), ‘Janganlah kalian takut dan jangan bersedih hati, serta bergembiralah dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan kepadamu..’” (QS. Fussilat: 30)

Ayat ini mengajarkan bahwa keimanan yang teguh harus ditunjukkan dengan konsistensi dan keberanian moral, bukan hanya dengan ritual kosong.

Dari Ritual ke Etika Sosial

Cendekiawan Muslim, Prof. M. Quraish Shihab, dalam tafsirnya menulis bahwa shalat bukanlah sekadar kewajiban jasmani, tapi alat untuk menyucikan diri dan menegakkan nilai-nilai kebenaran. Jika shalat kita tak mampu mencegah dari kekejian dan kemungkaran, maka kita harus bertanya: Shalat macam apa yang sedang kita lakukan?

Karena itu, bangsa ini tidak cukup hanya dengan memperbanyak kegiatan ibadah, jika tidak diiringi dengan pendidikan kejujuran dan keadilan. Kita tak akan maju hanya dengan lomba azan atau festival hafiz, jika budaya manipulasi tetap dibiarkan hidup.

Kita Butuh Revolusi Nilai, Bukan Seremonial

Sudah saatnya kita berhenti mengukur keberagamaan dari jumlah sajadah yang digelar atau jumlah jamaah yang hadir. Ukurlah dari keadilan dalam keputusan, amanah dalam kekuasaan, dan kejujuran dalam laku harian. Karena bangsa ini tidak akan hancur karena kekurangan masjid, tapi akan runtuh karena kekurangan moral.

Seperti kata Buya Hamka:

 “Agama tanpa akhlak adalah kebohongan. Dan ibadah tanpa kejujuran adalah kemunafikan.”

Saatnya Menjadikan Kejujuran sebagai Pilar Ibadah

Bangsa ini tidak kurang berdoa. Tapi kita kekurangan tekad untuk menjadi jujur.

Kita tidak kurang ayat-ayat Al-Qur’an. Tapi kita kurang yang benar-benar mengamalkannya.

Dan kita tidak kekurangan pemimpin yang religius. Tapi kita kekurangan pemimpin yang berani berkata benar dan hidup bersih.

Maka jika ingin rahmat Allah benar-benar turun, mari perbaiki ruh ibadah kita. Bukan sekadar menambah jumlahnya, tapi menanamkan nilainya dalam tindakan.

Karena negeri ini tidak butuh lebih banyak upacara keagamaan—ia butuh lebih banyak orang jujur. (hunsi fahro)

*Husni Fahro; peminat kajian  Nasionalis Religius dan solidarits sosial, alumni IAIN Sumatera Utara tinggal di Bogor.

 

Example 120x600