ppmindonesia.com.Jakarta – Di tengah kilauan layar gawai, derasnya informasi media sosial, dan budaya instan yang mewarnai kehidupan sehari-hari, pemuda hari ini dihadapkan pada pilihan besar: larut dalam arus atau menjadi agen perubahan. Dalam konteks Islam, pilihan itu tak lain adalah bagaimana mereka menjalankan peran sebagai khalifah — wakil Allah di bumi — di tengah tantangan dan peluang yang ditawarkan era digital.
Pusat Peranserta Masyarakat (PPM), melalui program pelatihan kader yang akan digelar pada 5–6 Juli di Islamic Center Bekasi, membawa pesan yang relevan: pemuda bukan hanya generasi penerus, tetapi juga generasi pelaku yang bertanggung jawab menjaga keadilan, keseimbangan, dan kemakmuran di zamannya.
Kekhalifahan dalam Dunia Baru
Bagi sebagian orang, konsep kekhalifahan mungkin terdengar kuno, seolah hanya relevan pada zaman para sahabat. Namun PPM menawarkan pandangan segar: kekhalifahan adalah panggilan sepanjang masa yang bisa diwujudkan di mana saja, termasuk di ruang digital.
“Menjadi khalifah hari ini berarti memastikan teknologi membawa manfaat, bukan mudarat. Media sosial bisa jadi sarana dakwah, bukan fitnah. E-commerce bisa jadi sarana berbagi rezeki, bukan eksploitasi. Pemuda yang cerdas digital adalah mereka yang tahu mana jalan yang diridhai,” ujar salah satu Anwar Hariyono sekjen PPM Nasional dalam wawancara dengan redaksi ppmindonsia.com. (4/7/2025)
Tantangan yang Nyata
Tidak mudah menjalankan peran sebagai khalifah di era ini. Dunia maya memunculkan tantangan yang tak pernah dibayangkan generasi sebelumnya: informasi palsu, budaya pamer, ujaran kebencian, hingga kecanduan layar. Nilai-nilai spiritual sering terpinggirkan oleh budaya instan dan konsumtif yang digaungkan di dunia digital.
Data menunjukkan bahwa mayoritas pengguna internet di Indonesia adalah generasi muda, namun tak semua mampu memanfaatkan teknologi untuk hal yang positif. Di sinilah pelatihan PPM mencoba membuka wawasan peserta tentang bagaimana teknologi dapat menjadi alat pemberdayaan, bukan alat penghancur.
Peluang yang Terbuka
Namun di balik tantangan itu, tersimpan juga peluang besar. Dunia digital memungkinkan pemuda memperluas jaringan, memperkuat solidaritas sosial, menyebarkan pesan kebaikan, hingga menggerakkan ekonomi kreatif berbasis komunitas.
Dalam pelatihan nanti, para peserta akan diajak untuk melihat potensi peran mereka sebagai khalifah tidak hanya di ladang dan pasar, tetapi juga di ruang-ruang virtual: membangun kampanye sosial, mendukung UMKM lokal secara daring, menyuarakan keadilan, dan melawan hoaks dengan literasi yang baik.
Pemuda sebagai Harapan
Di tengah pesimisme terhadap generasi muda yang kerap dicap apatis atau hedonis, PPM percaya bahwa dengan pembekalan yang tepat, mereka justru bisa menjadi ujung tombak perubahan. Pemuda yang melek teknologi, tetapi tetap berpegang pada nilai-nilai kekhalifahan, adalah harapan bagi terwujudnya masyarakat yang adil, makmur, dan harmonis.
Mengutip sebuah pesan dalam Al-Qur’an: “Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sampai mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri” (QS Ar-Ra’d:11). Ayat ini mengingatkan bahwa perubahan besar dimulai dari diri sendiri, dari niat untuk menjadi khalifah yang bertanggung jawab — bahkan di zaman digital.
Dengan upaya kecil namun konsisten, pemuda hari ini dapat mengubah arah zamannya: dari arus yang merusak menjadi gelombang yang membangun. Karena di ujungnya, peran sebagai khalifah bukanlah pilihan, melainkan amanah. Dan era digital hanyalah salah satu panggung untuk memainkannya dengan baik.(emha)