Scroll untuk baca artikel
BeritaPertanian

Mulai dari Pekarangan: Langkah Sederhana Membangun Ketahanan Pangan Organik

233
×

Mulai dari Pekarangan: Langkah Sederhana Membangun Ketahanan Pangan Organik

Share this article

Penulis ; acank | Editor ; asyary |

ppmindonesia.com.Jakarta – Di tengah kota yang sesak dan kampung yang kian padat, sering kali kita lupa bahwa tanah — sekecil apa pun luasnya — selalu punya cara untuk memberi kembali. Di pojok halaman rumah, di sela pagar, bahkan di atas genteng, ada ruang-ruang yang bisa kita sulap menjadi sumber kehidupan.

Saat harga pangan terus melambung, lahan pertanian tergerus pembangunan, dan bumi kita merintih akibat racun kimia, banyak orang bertanya: apa yang bisa saya lakukan? Jawabannya sederhana: mulai dari pekarangan sendiri.

Bagi Guntoro Soewarno, petani organik sekaligus penggerak gerakan ketahanan pangan di Semarang, pekarangan bukan sekadar tempat menjemur pakaian atau menaruh pot bunga. “Pekarangan itu sekolah,” ujarnya. “Tempat belajar tentang bumi, tentang sabar, dan tentang tanggung jawab memberi makan keluarga dengan cara yang sehat.”

Ia percaya bahwa membangun ketahanan pangan tidak harus dimulai dengan hektar-hektaran lahan atau modal besar. Cukup satu-dua meter tanah di rumah, atau beberapa pot di balkon, sudah bisa menjadi awal untuk merdeka dari pangan beracun.

Di kebun-kebun kecil itu, Guntoro mengajarkan warga cara menanam sayuran tanpa pupuk kimia, cara membuat kompos sendiri, cara mengolah sisa dapur menjadi pupuk cair. Hasilnya mungkin tidak seberapa besar untuk dijual, tetapi lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga dan berbagi dengan tetangga.

Pekarangan yang ditanami dengan cara organik punya kelebihan yang tak ternilai: hasilnya lebih sehat, tanahnya tetap subur, serangga-serangga bermanfaat kembali berdatangan. Anak-anak yang melihat tanaman itu tumbuh pun belajar bahwa makanan tidak datang dari plastik-plastik di pasar modern, tetapi dari tanah yang mereka pijak.

Ketika pandemi melanda beberapa tahun lalu, banyak keluarga yang sebelumnya menganggap kebun sebagai hobi iseng akhirnya menyadari bahwa keberadaan pekarangan mereka adalah penyelamat. Sayuran segar bisa dipanen setiap hari. Tak perlu antre atau panik saat harga cabai dan bawang naik.

Tentu saja, tidak semua orang punya pekarangan luas. Tetapi keterbatasan bukan alasan untuk berhenti mencoba. Banyak warga kota yang kini kreatif memanfaatkan dinding rumah untuk vertical gardening, membuat rak tanam di balkon, atau menanam di pot bekas. Prinsipnya sama: mulai dari yang ada, mulai dari yang kecil.

Di satu sisi, gerakan ini juga menumbuhkan kesadaran bahwa kita semua punya peran dalam menjaga bumi. Bahwa tanggung jawab memberi makan keluarga dengan cara sehat bukan hanya tugas petani di desa, tetapi juga tugas kita sendiri.

Hari ini, saat ancaman krisis pangan dan krisis iklim terasa semakin nyata, pekarangan rumah bisa menjadi benteng kecil untuk bertahan. Langkah sederhana ini, jika dilakukan bersama-sama, akan menjadi gerakan besar untuk membangun ketahanan pangan organik yang berkelanjutan.

Tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan sendiri, tetapi juga untuk memberi contoh bagi tetangga, kampung, dan bahkan kota.

Karena sejatinya, ketahanan pangan bukan hanya soal kemampuan membeli, tetapi juga soal keberanian menanam.

Dan perubahan besar itu, bisa dimulai dari langkah kecil di pekarangan rumah kita sendiri.

“Pekarangan bukan hanya tanah di sekitar rumah. Ia adalah ladang harapan, sekolah kehidupan, dan langkah sederhana untuk membangun masa depan yang lebih sehat dan mandiri.”

Example 120x600