Scroll untuk baca artikel
BeritaHikmah

Saat Amal Dijadikan Sarana Dagang: Kritik atas Fenomena Amalan Instan

115
×

Saat Amal Dijadikan Sarana Dagang: Kritik atas Fenomena Amalan Instan

Share this article

Punulis : husni fahro| Edditor; asyary

ppmindonesia.com.Bogor– Di berbagai platform digital, kita dengan mudah menemukan iklan-iklan yang menawarkan “amalan-amalan instan” dengan janji kekayaan, jodoh cepat, atau pelunasan utang. Fenomena ini kian subur, seakan amal ibadah telah direduksi menjadi sekadar transaksi. Tidak sedikit pula yang mengikuti tanpa menimbang apakah cara itu selaras dengan tujuan pengabdian kepada Allah atau sekadar mengejar dunia.

Padahal, hakikat ibadah dalam Islam bukanlah untuk bernegosiasi dengan Allah demi harta dunia, tetapi untuk menunjukkan ketaatan dan pengabdian murni. Allah menegaskan dalam firman-Nya:

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْاِنْسَ اِلَّا لِيَعْبُدُوْنِ ۝٥٦

 “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah kepada-Ku” (QS Adz-Dzariyat [51]:56).

Sayangnya, sebagian orang beribadah karena terbius anggapan bahwa semakin banyak amal tertentu, maka semakin besar peluang mendapatkan limpahan harta dan fasilitas duniawi. Allah sendiri sudah mengingatkan bahwa kekayaan dan keturunan bukanlah ukuran kebaikan seseorang:

اَيَحْسَبُوْنَ اَنَّمَا نُمِدُّهُمْ بِهٖ مِنْ مَّالٍ وَّبَنِيْنَۙ ۝٥٥نُسَارِعُ لَهُمْ فِى الْخَيْرٰتِۗ بَلْ لَّا يَشْعُرُوْنَ ۝٥٦

 “Apakah mereka mengira bahwa dengan harta dan anak-anak yang Kami berikan itu, Kami bersegera memberikan kebaikan kepada mereka? Tidak, tetapi mereka tidak sadar” (QS Al-Mu’minun [23]:55–56).

Fenomena ini sejatinya bukan baru. Di masa Nabi pun sudah ada orang-orang yang beribadah dengan niat yang salah. Dalam QS At-Taubah [9]:74, Allah menggambarkan kaum munafik:

يَحْلِفُوْنَ بِاللّٰهِ مَا قَالُوْاۗ وَلَقَدْ قَالُوْا كَلِمَةَ الْكُفْرِ وَكَفَرُوْا بَعْدَ اِسْلَامِهِمْ وَهَمُّوْا بِمَا لَمْ يَنَالُوْاۚ وَمَا نَقَمُوْٓا اِلَّآ اَنْ اَغْنٰىهُمُ اللّٰهُ وَرَسُوْلُهٗ مِنْ فَضْلِهٖۚ فَاِنْ يَّتُوْبُوْا يَكُ خَيْرًا لَّهُمْۚ وَاِنْ يَّتَوَلَّوْا يُعَذِّبْهُمُ اللّٰهُ عَذَابًا اَلِيْمًا فِى الدُّنْيَا وَالْاٰخِرَةِۚ وَمَا لَهُمْ فِى الْاَرْضِ مِنْ وَّلِيٍّ وَّلَا نَصِيْرٍ ۝٧٤

 “Mereka (orang-orang munafik) bersumpah dengan (nama) Allah bahwa mereka tidak mengatakan (sesuatu yang menyakiti Nabi Muhammad). Sungguh, mereka benar-benar telah mengucapkan perkataan kekafiran (dengan mencela Nabi Muhammad) dan (karenanya) menjadi kafir setelah berislam. Mereka menginginkan apa yang tidak dapat mereka capai. Mereka tidak mencela melainkan karena Allah dan Rasul-Nya telah melimpahkan karunia-Nya kepada mereka. Maka, jika mereka bertobat, itu lebih baik bagi mereka. Jika berpaling, niscaya Allah akan mengazab mereka dengan azab yang pedih di dunia dan akhirat. Mereka tidak mempunyai pelindung dan tidak (pula) penolong di bumi..”

Amalan yang diniatkan semata-mata untuk keuntungan duniawi bisa menggeser orientasi hidup seorang Muslim dari dinillah (agama Allah) kepada nafsu dunia. Dr. Yusuf Al-Qaradawi dalam Al-Ibadah fil Islam mengingatkan:

 “Ibadah bukanlah semata gerak tubuh atau ritual yang bertujuan memenuhi hajat dunia. Ibadah adalah sarana untuk mendidik jiwa, menundukkan hawa nafsu, dan mendekatkan diri kepada Allah.”

Begitu juga Prof. Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Mishbah menulis:

 “Orang yang menjadikan ibadah sebagai sarana dagang dunia akan terjerumus pada kesalahpahaman tentang hakikat agama, bahkan bisa menodai nilai pengabdian yang sebenarnya.”

Kritik terhadap “amalan instan” ini bukan berarti menghalangi orang untuk berdoa dan berikhtiar. Islam mengajarkan doa dan usaha, tetapi orientasi utama tetaplah keridhaan Allah, bukan semata hasil materi. Orang-orang yang mendapat kebaikan di dunia dan akhirat justru mereka yang beramal dengan niat yang lurus dan sabar. Al-Qur’an menyebut mereka:

اِنَّهُمْ كَانُوْا يُسٰرِعُوْنَ فِى الْخَيْرٰتِ وَيَدْعُوْنَنَا رَغَبًا وَّرَهَبًاۗ وَكَانُوْا لَنَا خٰشِعِيْنَ ۝٩٠

 “Sesungguhnya mereka bersegera dalam kebaikan dan mereka berdoa kepada Kami dengan harap dan cemas. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyuk kepada Kami” (QS Al-Anbiya [21]:90).

Maka, sudah saatnya kita menata niat, meluruskan tujuan, dan tidak lagi menjadikan amal sebagai alat transaksi demi dunia. Jangan biarkan ibadah kehilangan ruhnya hanya karena godaan harta atau janji-janji semu para pedagang amalan.

Ibadah adalah wujud cinta dan pengabdian kepada Sang Pencipta. Itu yang akan menyelamatkan kita, bukan angka di rekening. (husni fahro)

*Husni Fahro, seorang pemikir kebangsaan dan pengkaji Al-Qur’an asal Bogor. Alumni IAIN Sumatera Utara ini dikenal dengan gagasannya tentang Nasionalisme Religius dan kepeduliannya pada isu-isu solidaritas sosial.”

Example 120x600