ppmindonesia.com.Jakarta – Tak ada yang lebih berbahaya bagi manusia daripada melepaskan nalarnya sendiri. Dalam sejarah, banyak peradaban besar runtuh bukan karena kurang kekuatan fisik, tetapi karena terlalu lama terbelenggu oleh mitos yang tak pernah diuji.
Mitos membuat kita nyaman, tetapi sekaligus rapuh. Ia memberi penjelasan sederhana untuk dunia yang rumit, tetapi menutup pintu bagi pertanyaan dan penemuan baru. Akibatnya, kita hanya berjalan di tempat, bahkan mundur, sementara tantangan terus datang silih berganti.
Berabad-abad lalu, manusia percaya bahwa bumi datar, gerhana sebagai murka langit, dan penyakit sebagai hukuman gaib. Semua itu runtuh ketika manusia mulai menggenggam nalar: Galileo dengan teleskopnya, Pasteur dengan mikroskopnya, dan Franklin dengan layang-layang di badai.
Bertrand Russell pernah mengingatkan, “Bahkan jika semua orang percaya pada sesuatu, itu tidak menjadikannya benar.” Nalar manusia tidak tunduk pada mayoritas, apalagi pada rasa takut yang diwariskan. Nalar hidup dari keberanian untuk bertanya, menguji, dan menolak jawaban yang tidak berpijak pada bukti.
Namun, di era digital hari ini, mitos justru menemukan panggung baru. Hoaks menyebar lebih cepat daripada fakta. Teori konspirasi yang tak masuk akal dipercaya jutaan orang. Semua itu memperlihatkan bahwa menggenggam nalar tetap pekerjaan yang berat, bahkan di zaman yang disebut “modern”.
Nalar bukan berarti sinis terhadap keyakinan atau menolak nilai-nilai luhur. Nalar adalah penjaga agar keyakinan kita tetap bersih dari kebohongan, dan nilai-nilai kita tetap relevan dengan kenyataan. Ia tidak menolak harapan atau keajaiban, tetapi memastikan kita tidak diperdaya oleh kebohongan yang dibalut mitos.
Di tengah dunia yang terus berubah, kita butuh lebih banyak orang yang berani menggenggam nalar, dan dengan itu perlahan meruntuhkan mitos yang menyesatkan. Seperti kata Carl Sagan, “Klaim luar biasa membutuhkan bukti yang luar biasa.”
Pada akhirnya, nalar adalah satu-satunya obor yang dapat menuntun kita keluar dari gelapnya takhayul, menuju cahaya pengetahuan yang memuliakan martabat manusia. (acank)