ppmindonesia.com.Jakarta – Salah satu keindahan Islam adalah ajarannya yang membumi: sesuai fitrah manusia, mudah diterapkan di mana pun, dan mampu hidup berdampingan dengan berbagai perbedaan.
Namun, sering kali yang terjadi justru sebaliknya. Kita menyaksikan umat Islam yang mudah terpecah hanya karena berbeda cara shalat, cara berzikir, bahkan berbeda organisasi. Padahal Islam datang untuk menyatukan, bukan untuk memecah-belah.
Allah berfirman:
وَاعْتَصِمُوْا بِحَبْلِ اللّٰهِ جَمِيْعًا وَّلَا تَفَرَّقُوْاۖ… ١٠٣
“Dan berpeganglah kamu semua pada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai…” (QS. Ali Imran: 103)
Pesan ini jelas. Persatuan adalah perintah, perpecahan adalah larangan. Tetapi ironisnya, justru dalam perkara-perkara kecil kita sering berselisih. Imam membaca basmalah atau tidak saat shalat Subuh bisa jadi bahan pertengkaran.
Ada yang menyebut kunut itu sunnah, ada yang menyebut bid’ah. Ada yang memilih mazhab Syafi’i, ada yang Hanafi, lalu saling merendahkan.
Mustofa Bisri (Gus Mus) pernah berkata:
“Islam itu mudah, yang bikin sulit itu orang-orang yang merasa paling benar sendiri. Padahal yang merasa benar itu belum tentu benar, apalagi kalau sampai menyalahkan orang lain.”
Sikap seperti inilah yang membuat Islam tampak kaku dan menakutkan bagi sebagian orang. Padahal Nabi sendiri mencontohkan kelembutan, kelapangan dada, dan penghargaan terhadap orang lain, bahkan kepada mereka yang berbeda agama. Dalam Al-Qur’an disebutkan:
اِنَّ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَالَّذِيْنَ هَادُوْا وَالنَّصٰرٰى وَالصَّابِــِٕيْنَ مَنْ اٰمَنَ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِ وَعَمِلَ صَالِحًا فَلَهُمْ اَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْۚ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُوْنَ ٦٢
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani, dan orang-orang Shabiin, siapa saja di antara mereka yang beriman kepada Allah, hari kemudian, dan beramal saleh, maka bagi mereka pahala di sisi Tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran atas mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (QS. Al-Baqarah: 62)
Ayat ini menunjukkan bahwa yang Allah lihat bukan label kita, melainkan iman, amal saleh, dan akhlak kita. Jadi tidak ada alasan untuk memusuhi orang hanya karena berbeda keyakinan, apalagi hanya karena berbeda mazhab atau organisasi.
Imam Syafi’i pernah berkata dengan rendah hati:
“Pendapatku benar, tetapi mungkin salah. Pendapat orang lain salah, tetapi mungkin benar.”
Inilah teladan sikap ilmiah dan bijaksana. Meski memiliki keyakinan atas pendapat sendiri, beliau tetap membuka ruang bagi kebenaran di pihak lain.
Islam membumi berarti Islam yang meresap ke dalam kehidupan nyata, Islam yang bisa dirasakan manfaatnya oleh siapa saja tanpa melihat latar belakang. Nabi Muhammad ﷺ bersabda:
“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain.” (HR. Ahmad)
Jika kita memahami Islam dengan benar, seharusnya kita menjadi pribadi yang lebih rendah hati, lebih banyak memberi, dan lebih mudah memaafkan. Berbeda pendapat itu wajar, yang tidak wajar adalah memaksakan pendapat sambil menyakiti sesama.
Cobalah lihat ketika terjadi bencana alam. Tidak ada yang menanyakan dulu, “Kamu agamanya apa? Mazhabmu apa?” sebelum menolong. Semua orang membantu karena yang kita lihat adalah kemanusiaan.
Inilah esensi Islam yang membumi: rahmat bagi semesta alam, bukan hanya bagi satu kelompok tertentu. Dalam QS. Al-Anbiya: 107, Allah menegaskan:
وَمَآ اَرْسَلْنٰكَ اِلَّا رَحْمَةً لِّلْعٰلَمِيْنَ ١٠٧
“Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam.”
Maka sudah sepatutnya kita menjauh dari pertengkaran, memperluas rasa hormat, dan menanamkan kasih sayang dalam setiap langkah. Islam tidak pernah mengajarkan untuk membenci, apalagi memusuhi saudara sendiri hanya karena perbedaan yang bersifat furu’ (cabang).
Islam yang membumi bukanlah Islam yang sibuk memvonis sesat, tetapi Islam yang hadir untuk menyinari, menenangkan, dan membawa manfaat.
Marilah kita jaga hati, akhlak, dan ucapan kita. Hormati perbedaan, jauhi pertengkaran, dan teruslah berdoa agar Allah membimbing kita semua ke jalan yang diridai-Nya.
اِنَّ الَّذِيْنَ فَرَّقُوْا دِيْنَهُمْ وَكَانُوْا شِيَعًا لَّسْتَ مِنْهُمْ فِيْ شَيْءٍۗ اِنَّمَآ اَمْرُهُمْ اِلَى اللّٰهِ ثُمَّ يُنَبِّئُهُمْ بِمَا كَانُوْا يَفْعَلُوْنَ ١٥٩
“Sesungguhnya orang-orang yang memecah belah agamanya dan mereka menjadi bergolongan-golongan, tidak ada sedikit pun tanggung jawabmu terhadap mereka…” (QS. Al-An’am: 159)
Semoga kita termasuk golongan yang berpegang pada tali Allah, saling menghormati, dan membawa Islam yang membumi, penuh rahmat, bukan permusuhan.(emha)