ppmindonesia.com.Jakarta – Di sebuah desa, seorang pria tercebur ke sungai dan berteriak minta tolong. Orang-orang berdatangan. Ada yang Muslim, ada yang Kristen, ada yang Hindu, ada yang tidak beragama.
Tidak ada satu pun yang bertanya dulu: “Kau agamanya apa?” sebelum menarik tangan si korban. Semua segera berlari, melempar tali, dan mengulurkan tangan. Itulah fitrah kemanusiaan yang diajarkan Islam — melampaui sekat-sekat agama.
Islam datang bukan hanya sebagai aturan ibadah ritual, tetapi juga sebagai petunjuk akhlak dan kemanusiaan. Nabi Muhammad ﷺ diutus bukan hanya untuk umat Islam, tetapi sebagai rahmat bagi seluruh alam. Firman Allah:
وَمَآ اَرْسَلْنٰكَ اِلَّا رَحْمَةً لِّلْعٰلَمِيْنَ ١٠٧
“Dan tidaklah Kami mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam.” (QS. Al-Anbiya: 107)
Namun ironis, kadang kita justru lupa. Kita terjebak pada sekat-sekat agama, golongan, atau mazhab, sampai lupa kepada kemanusiaan itu sendiri. Padahal, ketika bencana menimpa saudara-saudara kita di Aceh dulu, bantuan datang dari seluruh dunia, dari orang-orang dengan berbagai agama.
Ketika gempa mengguncang Jepang atau Turki, relawan dari Indonesia — Muslim — juga datang membantu.
Abdurrahman Wahid (Gus Dur) pernah mengingatkan:
“Tidak penting apa pun agama dan sukumu. Kalau kamu bisa berbuat baik kepada siapa saja, orang pasti akan menghormatimu.”
Dalam Al-Qur’an, perintah untuk berbuat baik kepada sesama manusia ditegaskan berulang kali. Salah satunya:
اِنَّ اللّٰهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْاِحْسَانِ …٩٠
“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan…” (QS. An-Nahl: 90)
Adil kepada siapa? Berbuat baik kepada siapa? Tidak ada batasan bahwa hanya kepada Muslim saja. Bahkan Nabi Muhammad ﷺ pernah menolong tetangganya yang Yahudi, bahkan hadir melayat ketika tetangganya yang non-Muslim meninggal.
Sayangnya, kadang kita justru mengkotak-kotakkan kebaikan. Kita hanya membantu kalau orang itu “seiman” dengan kita. Kita hanya peduli kalau dia dari kelompok kita. Padahal, di hadapan Allah, semua manusia adalah ciptaan-Nya.
Dalam sebuah hadis riwayat Muslim, Nabi ﷺ bersabda:
“Kasihanilah siapa pun yang ada di bumi, niscaya yang di langit akan mengasihi kalian.”
Tidak disebutkan di situ: kasihilah hanya Muslim, tetapi siapa pun yang ada di bumi.
Ketika seorang anak kecil menangis karena lapar, apakah kita akan bertanya dulu: “Orang tuamu Muslim atau bukan?” sebelum memberi makan? Ketika seorang perempuan tua terjatuh di jalan, apakah kita akan bertanya dulu: “Apa agamamu?” sebelum membantunya berdiri?
Jika itu yang kita lakukan, berarti kita sudah kehilangan jiwa kemanusiaan yang diajarkan agama ini.
Islam yang diajarkan Nabi adalah Islam yang membebaskan, menenangkan, dan membawa manfaat bagi siapa saja. Dalam sebuah hadis dikatakan:
“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain.” (HR. Ahmad)
Maka marilah kita belajar melembutkan hati, memperluas kasih sayang, dan tidak lagi memandang orang hanya dari atribut agamanya. Sebab pada akhirnya, yang dilihat Allah bukanlah label agama kita saja, melainkan iman, amal saleh, dan akhlak kita kepada sesama.
…اِنَّ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللّٰهِ اَتْقٰىكُمْۗ اِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ ١٣
“Sesungguhnya yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah adalah yang paling bertakwa di antara kalian…” (QS. Al-Hujurat: 13)
Dan takwa itu bukan hanya soal shalat dan puasa, tetapi juga soal bagaimana kita memperlakukan sesama makhluk-Nya.
Tolonglah siapa saja. Karena kemanusiaan ada di atas semua sekat. Dan siapa tahu, kebaikan kecil yang kita lakukan untuk siapa pun hari ini, akan menjadi sebab Allah menolong kita kelak di hari yang sangat kita butuhkan pertolongan-Nya.(acank)