Scroll untuk baca artikel
BeritaNasional

Tarif 0 Persen untuk AS, Ancaman Bagi Petani dan Peternak Lokal

76
×

Tarif 0 Persen untuk AS, Ancaman Bagi Petani dan Peternak Lokal

Share this article

Penulis; acank| Editor; asyary

ppmindonesia.com.Jakarta – Pemerintah Indonesia dan Amerika Serikat (AS) baru saja menandatangani kesepakatan dagang yang diklaim sebagai “bersejarah”. Presiden AS Donald Trump mengumumkan bahwa Indonesia mendapatkan penurunan tarif ekspor ke AS, dari semula 32 persen menjadi 19 persen. Sebagai gantinya, Indonesia memberikan pembebasan tarif bea masuk alias 0 persen untuk produk-produk asal AS yang masuk ke pasar dalam negeri.

Sekilas, penurunan tarif untuk ekspor Indonesia ke AS terdengar menggembirakan. Namun, di balik angka-angka itu, tersimpan kekhawatiran serius: apakah kesepakatan ini benar-benar menguntungkan, atau justru mengorbankan kedaulatan pangan nasional dan melemahkan industri pertanian serta peternakan dalam negeri?

Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, Alex Indra Lukman, menegaskan bahwa pembebasan tarif untuk produk pertanian dan peternakan AS berpotensi membunuh pelaku usaha lokal, terutama peternak unggas mandiri yang menopang lebih dari 5 juta lapangan kerja.

“Ini bukan sekadar soal dagang. Ini ancaman nyata bagi petani dan peternak kita. Jangan sampai Indonesia kembali menjadi pasar pasif yang hanya menikmati limpahan barang murah dari luar negeri dengan mengorbankan rakyatnya sendiri,” ujarnya, Jumat (17/7/2025).

Kekhawatiran itu tidak berlebihan. Dengan tarif 0 persen, produk pertanian dan peternakan asal AS dapat dijual di Indonesia dengan harga yang sangat rendah. Bayangkan saja, jika ayam beku impor dari AS dijual jauh di bawah harga pokok produksi peternak lokal, bagaimana rakyat kecil bisa bertahan?

Selain itu, menurut Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, perjanjian ini bisa memperburuk neraca perdagangan Indonesia. “Ekspor kita memang mendapatkan penurunan tarif menjadi 19 persen, tetapi impor produk AS masuk tanpa hambatan apa pun. Produk AS yang lebih kompetitif bisa membanjiri pasar, dan industri kita akan kalah bersaing,” kata Bhima.

Dari perspektif buruh, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan Partai Buruh, Said Iqbal, bahkan menyebut kebijakan ini sebagai salah satu penyebab gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) di berbagai sektor. “Dengan membanjirnya produk AS yang nol persen tarif, produsen lokal, UMKM, dan pabrik-pabrik kecil akan kalah bersaing. Yang terjadi adalah PHK,” ujarnya.

Pemerintah, tentu saja, punya dalih sendiri. Presiden Prabowo Subianto menyebut perundingan dengan Trump berlangsung sangat alot, namun perlu untuk membuka peluang ekspor ke AS dan mendapatkan komitmen pembelian produk Indonesia. Selain itu, pemerintah juga menyebut kesepakatan ini diiringi pembelian pesawat Boeing, gandum, dan komoditas energi yang dianggap penting bagi pembangunan nasional.

Namun, persoalannya bukan hanya soal angka-angka ekspor atau pembelian komoditas besar. Persoalan sebenarnya terletak pada dampak jangka panjang terhadap petani, peternak, UMKM, dan keberlanjutan ketahanan pangan.

Alex Indra Lukman mengingatkan, “Membuka keran impor dengan tarif 0 persen tanpa perlindungan yang jelas terhadap produksi domestik adalah bentuk ‘pengabdian’ pada kepentingan luar, bukan pada kedaulatan pangan nasional.”

Pemerintah memang menyatakan akan menyiapkan langkah-langkah pengamanan, seperti kemudahan perizinan bagi UMKM dan kemungkinan penerapan safeguard. Tetapi sampai kini belum ada penjelasan rinci soal mekanisme perlindungan harga dasar bagi petani dan peternak lokal.

Kesepakatan dagang dengan AS ini sekali lagi menyadarkan kita bahwa kedaulatan pangan bukan sekadar jargon politik, melainkan soal keberlangsungan hidup jutaan keluarga petani, peternak, dan buruh kecil.

Sebagai negara dengan potensi pertanian yang besar, Indonesia seharusnya berhati-hati agar tidak hanya mengejar angka ekspor, sementara rakyatnya sendiri harus menanggung beban persaingan yang tidak adil.

Tarif 0 persen untuk produk-produk AS boleh jadi terlihat sebagai langkah strategis untuk memperbaiki hubungan dagang. Namun, jika tidak diimbangi dengan perlindungan nyata bagi sektor domestik, kebijakan ini hanya akan menjadi jalan pintas yang mahal harganya.

Jangan sampai dalam euforia membuka pasar, kita justru menutup peluang rakyat kecil untuk bertahan hidup.(acank)

 

Example 120x600