ppmindonesia.com. Bogor – Dalam sejarah umat manusia, ada dua senjata paling ampuh untuk melawan kebodohan: pertanyaan yang membakar dan bukti yang mengubur. Keduanya telah memaksa kita untuk keluar dari gelapnya takhayul dan dogma yang selama berabad-abad membungkam akal sehat.
Pertanyaan yang membakar adalah keberanian untuk berkata: “Apa buktinya?”, bahkan ketika seluruh dunia menjawab dengan kemarahan. Bukti yang mengubur adalah tekad untuk menemukan kebenaran, meski itu berarti meruntuhkan keyakinan yang sudah lama berdiri.
Galileo mempertanyakan pusat alam semesta. Darwin mempertanyakan asal-usul spesies. Pasteur mempertanyakan asal penyakit. Semua pertanyaan itu awalnya dipandang sebagai penghinaan terhadap otoritas. Tetapi karena keberanian mereka bertanya, dan ketekunan mereka mengumpulkan bukti, mitos-mitos besar akhirnya runtuh.
Richard Feynman pernah berkata, “Sains adalah keyakinan atas ketidakyakinan. Kita harus cukup berani untuk mengatakan bahwa kita tidak tahu.” Sikap inilah yang membedakan mereka yang berjalan dalam terang pengetahuan dengan mereka yang terkurung dalam keyakinan buta.
Ironisnya, di era digital, ketika akses pada informasi begitu mudah, kita justru menyaksikan kebangkitan kembali takhayul, teori konspirasi, dan klaim yang tak pernah terbukti. Banyak orang lebih suka jawaban yang sederhana namun salah daripada pertanyaan yang sulit namun jujur.
Padahal, tanpa pertanyaan yang membakar, kita hanya menjadi penonton pasif dalam hidup kita sendiri. Tanpa bukti yang mengubur, kita mudah ditipu oleh mereka yang ingin menjual kebohongan sebagai kebenaran.
Carl Sagan pernah mengingatkan: “Klaim luar biasa memerlukan bukti yang luar biasa.” Dan bukti hanya datang kepada mereka yang berani bertanya dan sabar mencari jawabannya.
Di tengah riuhnya suara yang menawarkan kebenaran instan, kita harus ingat: pertanyaan adalah obor yang menyalakan jalan, dan bukti adalah sekop yang membersihkan kuburan mitos. Keduanya adalah hakikat martabat manusia.
Maka jangan pernah padamkan pertanyaanmu, dan jangan pernah berhenti mencari bukti. Karena di situlah letak kemerdekaan pikiran kita.(rohim nasution)
*Rohim Nasution sebagai aktifis senior PPM, pernah memipin sebagai Wakil Sekretaris Jenderal PPM Nasional (1999- 2004) dalam advokasi dan pemberdayaan masyarakat