Scroll untuk baca artikel
BeritaOpini

Dana Desa Dijadikan Jaminan Kopdes Merah Putih, Pengamat Ingatkan Risiko Gagal Bayar

58
×

Dana Desa Dijadikan Jaminan Kopdes Merah Putih, Pengamat Ingatkan Risiko Gagal Bayar

Share this article

Penulis; acank| Editor; asyary

ppmindonesia.com.Jakarta – Rencana pemerintah menjadikan dana desa sebagai jaminan pembiayaan program Koperasi Desa (Kopdes) Merah Putih menuai perhatian dari sejumlah kalangan. Pengamat menilai, meskipun langkah ini bisa menjadi solusi pendanaan, namun berisiko tinggi apabila koperasi gagal bayar. Karena itu, tata kelola yang profesional dan pengawasan ketat dinilai menjadi syarat mutlak untuk menjamin keberhasilan program.

Presiden Prabowo Subianto telah meresmikan peluncuran Kopdes Merah Putih di Bentangan, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, pada Senin (21/7/2025). Dalam kesempatan itu, Presiden menegaskan bahwa dana desa yang selama ini belum dimanfaatkan secara maksimal dapat menjadi instrumen utama pendanaan koperasi.

“Dananya dari mana? Dananya sudah tersedia. Dana desa itu satu miliar satu tahun, dan sudah berjalan 10 tahun,” ujarnya.

Prabowo juga menilai bahwa pembangunan satu koperasi desa hanya memerlukan dana antara Rp2 miliar hingga Rp2,5 miliar per tahun, bahkan bisa lebih hemat jika memanfaatkan aset desa yang belum digunakan.

Dana desa sebagai penyangga risiko

Namun, pernyataan Menteri BUMN Erick Thohir dalam rapat kerja bersama DPR bahwa dana desa bisa digunakan sebagai guarantor atau penjamin atas pinjaman koperasi ke bank pelat merah, memicu kekhawatiran. Erick menyebut, skema ini tengah digodok agar dana desa bisa difungsikan sebagai jaminan ketika koperasi mengalami kesulitan pembayaran pinjaman.

Menanggapi hal tersebut, pengamat pertanian dari Core Indonesia, Eliza Mardian, mengingatkan bahwa menjadikan dana desa sebagai jaminan pembiayaan mengandung risiko serius, terutama jika kapasitas manajemen koperasi belum matang.

“Kalau sejak awal dana desa sudah dijadikan jaminan, maka pengurus Kopdes Merah Putih harus mengelola usaha secara sangat hati-hati. Salah strategi sedikit saja bisa berakibat gagal bayar, dan itu akan berdampak pada belanja desa,” ujarnya.

Menurut Eliza, selama lebih dari satu dekade, dana desa telah difokuskan untuk infrastruktur dan program ketahanan pangan. Kini, ketika arah pendanaan mulai bergeser ke sektor produktif seperti koperasi, tuntutan profesionalisme juga meningkat.

“Ini bukan hanya soal penyerapan anggaran, tapi soal kemampuan bisnis. Kalau koperasi tidak siap, dampaknya bisa kemana-mana, termasuk terganggunya program desa lainnya,” katanya.

Peran bank dan verifikasi usaha

Pemerintah melalui Kementerian Keuangan kini tengah menyiapkan peraturan menteri keuangan (PMK) sebagai payung hukum pembiayaan Kopdes Merah Putih, terutama yang bersumber dari bank-bank BUMN atau Himbara. Setiap koperasi desa yang mengajukan pembiayaan diwajibkan menyusun proposal atau rencana bisnis yang akan diverifikasi oleh bank.

“Jadi tidak asal minta pembiayaan, harus ada proposal yang dicek kelayakannya. Semua akan diverifikasi,” ujar Deputi Bidang Pengembangan Usaha Koperasi Kemenkop, Panel Barus.

Panel menegaskan bahwa upaya mitigasi risiko gagal bayar menjadi bagian penting dari desain program ini. Ia juga menambahkan bahwa kontrol sosial dari warga desa akan menjadi pengawas alami koperasi agar tetap pada jalur yang benar.

“Semakin banyak warga desa yang merasa memiliki koperasi, maka pengawasan pun akan berjalan secara sukarela dan efektif,” ujarnya.

Risiko sistemik bagi keuangan desa

Head of Research LPPI, Trioksa Siahaan, menyatakan bahwa melibatkan dana desa sebagai jaminan bukan hal yang keliru, namun harus disertai perhitungan matang. Ia menekankan bahwa koperasi desa harus memiliki struktur kelembagaan yang kuat dan manajemen risiko yang profesional.

“Kalau terjadi gagal bayar secara masif, bukan hanya desa yang terganggu, tapi juga stabilitas likuiditas bank yang ikut terlibat,” katanya.

Ia menyarankan agar pembiayaan koperasi dilakukan secara bertahap dan berdasarkan penilaian kinerja. Sementara itu, bank seperti BRI dan Mandiri telah menyatakan kesiapan mendampingi koperasi dengan pelatihan pencatatan keuangan, manajemen arus kas, hingga pelatihan kewirausahaan.

Menghindari beban ganda desa

Dalam pandangan Eliza Mardian, yang perlu diantisipasi adalah beban ganda bagi desa apabila jaminan dana desa benar-benar diberlakukan. Artinya, jika koperasi mengalami kendala keuangan, maka sebagian anggaran desa yang seharusnya untuk pembangunan atau layanan publik harus dialihkan untuk menutup kewajiban ke bank.

“Desa harus mengatur ulang belanja, bisa jadi ada pengurangan untuk pegawai desa atau pengadaan fasilitas umum. Ini akan terasa sekali terutama di desa yang masih tergantung pada dana pusat,” ujarnya.

Oleh karena itu, ia mengusulkan agar dana desa digunakan sebagai dana pendamping atau modal awal terbatas, sementara koperasi didorong membangun modal sendiri melalui swadaya dan iuran anggota. Perbankan sebaiknya hanya masuk ketika koperasi sudah stabil dan membutuhkan ekspansi.

Akhir Kata:

Skema pembiayaan Kopdes Merah Putih yang melibatkan dana desa sebagai jaminan memerlukan kewaspadaan tinggi. Keberhasilan program tidak hanya bergantung pada besaran dana, tetapi juga pada ketepatan strategi, transparansi manajemen, dan kesiapan sumber daya manusia di desa. Tanpa hal itu, risiko gagal bayar bisa menjadi beban baru bagi desa-desa di seluruh Indonesia.

Example 120x600