ppmindonesia.com.Jakarta – Mengapa banyak orang merasa kurang, padahal hidupnya berkecukupan? Mengapa sebagian mengeluh sempitnya rezeki, sementara yang lain hidup sederhana tapi bahagia?
Pertanyaan-pertanyaan ini menjadi pembuka kajian Al-Qur’an yang disampaikan Husni Nasution dalam kanal Kajian Syahida. Dalam kajian bertema “Nikmat Tak Terhitung, Rezeki Terukur”, beliau mengajak kita merenungi kembali hakikat rezeki, nikmat, dan rasa cukup.
Tak Terhitung, Tapi Tak Selalu Terlihat
Husni Nasution Husni mengawali dengan mengutip QS. An-Nahl ayat 18:
وَاِنْ تَعُدُّوْا نِعْمَةَ اللّٰهِ لَا تُحْصُوْهَاۗ اِنَّ اللّٰهَ لَغَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ ١٨
“Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak akan mampu menghitungnya.”
“Masalah kita bukan kurang nikmat,” ujar beliau. “Masalahnya adalah kita jarang menghitung nikmat yang sudah ada. Kita terlalu fokus pada yang belum dimiliki.”
Ia menekankan bahwa nikmat Allah bukan hanya harta. Sehat, udara, akal, iman, keluarga, waktu luang, dan kesempatan untuk berbuat baik—semua itu adalah nikmat luar biasa yang sering kali kita lupakan.
Rezeki: Ditakar Sesuai Kebijaksanaan Ilahi
Mengacu pada QS. Al-Hijr ayat 21:
وَاِنْ مِّنْ شَيْءٍ اِلَّا عِنْدَنَا خَزَاۤىِٕنُهٗ وَمَا نُنَزِّلُهٗٓ اِلَّا بِقَدَرٍ مَّعْلُوْمٍ ٢١
“Dan tidak ada sesuatu pun melainkan pada sisi Kami-lah khazanahnya, dan Kami tidak menurunkannya melainkan dengan ukuran yang tertentu.”
Husni Nasution menjelaskan bahwa rezeki tidak diberikan secara serampangan. Setiap orang menerima sesuai takaran yang telah ditetapkan Allah. Bahkan, dalam QS. Ar-Ra’d ayat 26 disebutkan:
اَللّٰهُ يَبْسُطُ الرِّزْقَ لِمَنْ يَّشَاۤءُ وَيَقْدِرُۗ… ٢٦
“Allah melapangkan rezeki bagi siapa yang Dia kehendaki dan menyempitkannya bagi siapa yang Dia kehendaki.”
“Kalau rezekimu terasa sempit,” kata beliau, “bukan berarti Allah tak adil. Bisa jadi itulah ukuran terbaik untukmu. Mungkin Allah ingin engkau lebih banyak berdoa, lebih kuat bersabar, atau lebih tajam memaknai hidup.”
Perbedaan Bukan Ketidakadilan, Tapi Sistem Sosial Ilahiah
Dalam QS. Az-Zukhruf ayat 32, Allah menjelaskan:
…نَحْنُ قَسَمْنَا بَيْنَهُمْ مَّعِيْشَتَهُمْ فِى الْحَيٰوةِ الدُّنْيَاۙ وَرَفَعْنَا بَعْضَهُمْ فَوْقَ بَعْضٍ دَرَجٰتٍ لِّيَتَّخِذَ بَعْضُهُمْ بَعْضًا سُخْرِيًّاۗ ….٣٢
“Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebagian mereka atas sebagian yang lain dalam beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan yang lain…”
Menurut Husni Nasution, ayat ini mengajarkan bahwa perbedaan rezeki adalah mekanisme sosial yang dikehendaki Allah agar terjadi saling ketergantungan dan saling pemberdayaan. Yang kuat menolong yang lemah. Yang berpunya berbagi pada yang kekurangan.
“Bukan untuk saling menjatuhkan, tapi untuk membangun sistem kehidupan yang adil dan harmonis,” jelasnya.
Ukurannya Bukan Seberapa Banyak, Tapi Seberapa Bersyukur
Poin penting dalam kajian ini adalah bahwa rezeki bukan hanya tentang jumlah, tapi tentang persepsi dan sikap kita terhadapnya. Orang yang tidak bersyukur akan selalu merasa kurang, meskipun diberi banyak. Sebaliknya, orang yang bersyukur akan selalu merasa cukup, bahkan dalam keterbatasan.
Husni Nasution mengutip QS. Ibrahim ayat 7:
لَىِٕنْ شَكَرْتُمْ لَاَزِيْدَنَّكُمْ وَلَىِٕنْ كَفَرْتُمْ اِنَّ عَذَابِيْ لَشَدِيْدٌ ٧
“Jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.”
Beliau menambahkan, “Jangan ukur rezeki hanya dengan nominal. Ukurlah dengan kedamaian hati, keberkahan waktu, dan manfaat yang bisa dibagikan.”
Menutup Kajian: Ajak Diri untuk Melihat Ulang
Di akhir kajian, Husni Nasution mengajak jamaah untuk menengok ulang hidupnya masing-masing. “Cobalah berhenti sejenak dari membandingkan hidup kita dengan orang lain. Tanyakan: Sudahkah kita syukuri semua yang telah kita punya?”
Karena boleh jadi, seperti judul kajian ini:
“Merasa Kurang? Mungkin Bukan Rezekimu yang Sedikit, Tapi Syukurmu.”(emha)
*Husni Nasution, seorang pemikir kebangsaan dan pengkaji Al-Qur’an asal Bogor. Alumni IAIN Sumatera Utara ini dikenal dengan gagasannya tentang Nasionalisme Religius dan kepeduliannya pada isu-isu solidaritas sosial.”