Scroll untuk baca artikel
BeritaHikmah

Menuju Surga Tak Pernah Mudah: Pelajaran dari Nabi Musa dan Rasulullah

35
×

Menuju Surga Tak Pernah Mudah: Pelajaran dari Nabi Musa dan Rasulullah

Share this article

Penulis: emha| Editor; asyary|

ppmindonesia.com.JakartaSurga, dambaan setiap insan beriman, bukanlah hadiah murah yang didapat dengan amal ringan. Al-Qur’an tidak pernah menggambarkan surga sebagai destinasi instan, melainkan sebagai capaian berat yang ditempuh dengan kesabaran, kejujuran, dan pengorbanan dalam perjuangan panjang. 

Bahkan para nabi yang dijamin surga pun melewati jalan terjal yang melelahkan dan penuh penderitaan. Salah satu contohnya adalah Nabi Musa dan Rasulullah Muhammad SAW.

Dalam QS Thaha ayat 40, Allah mengingatkan bagaimana masa muda Nabi Musa diwarnai tragedi dan pengasingan:

…وَقَتَلْتَ نَفْسًا فَنَجَّيْنٰكَ مِنَ الْغَمِّ وَفَتَنّٰكَ فُتُوْنًا ەۗ فَلَبِثْتَ سِنِيْنَ فِيْٓ اَهْلِ مَدْيَنَ ەۙ ثُمَّ جِئْتَ عَلٰى قَدَرٍ يّٰمُوْسٰى ۝٤٠

 “Dan engkau (wahai Musa) telah membunuh seseorang, lalu Kami selamatkan engkau dari kesusahan itu dan Kami telah mengujimu dengan berbagai cobaan. Maka engkau tinggal beberapa tahun di antara penduduk Madyan, kemudian engkau datang menurut ketentuan (Kami), wahai Musa.” (QS 20:40)

Kisah ini tidak hanya mengungkap sisi kemanusiaan Musa yang pernah tergelincir dalam kemarahan hingga membunuh seseorang, tetapi juga menunjukkan bahwa jalan kerasulan pun ditempuh dengan ujian berat. Dalam pelariannya, Musa tidak hidup mewah, bahkan pernah berdoa penuh kepasrahan:

 “Rabbi innī limā anzalta ilayya min khairin faqīr”,

“Ya Tuhanku, sesungguhnya aku sangat memerlukan sesuatu kebaikan yang Engkau turunkan kepadaku.” (QS 28:24)

Doa itu lahir dari kefakiran dan keputusasaan. Tapi di baliknya, tersimpan semangat keimanan dan kerendahan hati yang kelak menjadi bekal kerasulan. Musa, sang nabi besar, pernah berada di titik nadir, hidup sebagai pelarian, miskin, dan tanpa arah.

Demikian pula Rasulullah SAW. Dalam momen paling berat bersama para sahabat, beliau bertanya: “Mata nasrullah?” — “Kapankah pertolongan Allah akan datang?” Pertanyaan ini bukan lahir dari keraguan, tapi dari kelelahan manusiawi yang luar biasa setelah menghadapi tekanan bertubi-tubi.

Allah mengabadikan momen ini dalam QS Al-Baqarah ayat 214:

اَمْ حَسِبْتُمْ اَنْ تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ وَلَمَّا يَأْتِكُمْ مَّثَلُ الَّذِيْنَ خَلَوْا مِنْ قَبْلِكُمْۗ مَسَّتْهُمُ الْبَأْسَاۤءُ وَالضَّرَّاۤءُ وَزُلْزِلُوْا حَتّٰى يَقُوْلَ الرَّسُوْلُ وَالَّذِيْنَ اٰمَنُوْا مَعَهٗ مَتٰى نَصْرُ اللّٰهِۗ اَلَآ اِنَّ نَصْرَ اللّٰهِ قَرِيْبٌ ۝٢١٤

“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (ujian) seperti yang dialami orang-orang sebelum kamu? Mereka ditimpa kemelaratan, penderitaan, dan diguncang (dengan berbagai ujian), sehingga Rasul dan orang-orang beriman yang bersamanya berkata: ‘Kapankah datang pertolongan Allah?’ Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu dekat.” (QS 2:214)

Ayat ini mengingatkan bahwa jalan menuju surga harus melewati medan tempur kesabaran dan pengorbanan. Ujian bukanlah tanda Allah tidak menyayangi, tetapi justru menjadi bagian dari proses pemurnian iman.

Menggugat Narasi Amal Ringan

Di tengah zaman yang pragmatis, kita sering mendengar narasi yang menggampangkan surga. Ada yang berkata, “Baca shalawat masuk surga,” atau “Kasih makan kucing bisa jadi jalan ke surga.” Meskipun tidak sepenuhnya keliru, narasi semacam itu bisa menyesatkan jika tidak dibarengi pemahaman kontekstual.

Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Mishbah menegaskan bahwa amal sekecil apapun tidak akan sia-sia di sisi Allah, namun tetap harus dilandasi keimanan yang kuat dan konsistensi dalam kebaikan. “Surga bukan hanya tentang amal, tapi tentang keteguhan hati dalam ujian dan keikhlasan dalam jalan Allah,” tulis beliau.

Senada, Buya Hamka dalam Tafsir Al-Azhar menyatakan bahwa surga bukan milik orang yang hanya ingin enaknya, tapi milik mereka yang berjuang. “Nabi pun diuji, padahal mereka kekasih Allah. Maka jangan kau kira kau lebih ringan jalannya menuju surga daripada para nabi.”

Jalan Terjal tapi Pasti

Al-Qur’an tidak pernah menjanjikan kemudahan tanpa ujian. Tapi Al-Qur’an juga tidak membiarkan umatnya dalam kesulitan tanpa harapan. Dalam QS Al-Insyirah ayat 6 Allah menegaskan:

> “Inna ma’al ‘usri yusra” — “Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan.”

Dan dalam QS Yunus ayat 103:

ثُمَّ نُنَجِّيْ رُسُلَنَا وَالَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كَذٰلِكَۚ حَقًّا عَلَيْنَا نُنْجِ الْمُؤْمِنِيْنَࣖ ۝١٠٣

 “Kemudian Kami selamatkan rasul-rasul Kami dan orang-orang yang beriman. Demikianlah menjadi kewajiban Kami menyelamatkan orang-orang mukmin.” (QS 10:103)

Itulah janji Allah: ujian itu pasti, pertolongan-Nya pun pasti.

Akhir Kata

Menuju surga bukan soal ‘sekadar amal’, melainkan soal kesungguhan menghadapi hidup dengan iman, amal, dan kesabaran. Nabi Musa dan Nabi Muhammad telah menunjukkan betapa berat jalan itu. Maka mari berhenti memanjakan diri dengan narasi surga instan, dan mulai menguatkan diri dalam jalan panjang yang telah Allah bentangkan bagi orang-orang pilihan-Nya.(emha)

 

Example 120x600