Scroll untuk baca artikel
BeritaNasional

Perdebatan Angka Pertumbuhan Ekonomi: Antara Statistik dan Kondisi Riil

27
×

Perdebatan Angka Pertumbuhan Ekonomi: Antara Statistik dan Kondisi Riil

Share this article

Penulis; acank| Editor; asyary

ppmidonesia.com. Jakarta — Laporan Badan Pusat Statistik (BPS) bahwa ekonomi Indonesia tumbuh 5,12 persen secara tahunan (year-on-year/yoy) pada kuartal II-2025 memicu perdebatan. Sejumlah ekonom menilai capaian tersebut tidak sepenuhnya selaras dengan kondisi di lapangan.

Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, menyoroti perbedaan mencolok antara data BPS dan indikator seperti Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur. Menurut BPS, industri pengolahan tumbuh 5,68 persen (yoy). Namun, PMI Manufaktur justru berada di zona kontraksi, turun dari 47,4 pada Mei menjadi 46,9 pada Juni 2025.

“Selisihnya terlalu jauh. Kalau industrinya tumbuh sekuat itu, PMI seharusnya berada di atas 50 poin, yang berarti ekspansi,” kata Bhima, dikutip dari Kompas, Rabu (6/8/2025).

Indikator Lapangan Tunjukkan Pelemahan

Bhima menilai sejumlah indikator lapangan justru mengarah pada pelemahan ekonomi. Ia menyebut peningkatan pemutusan hubungan kerja (PHK) massal di sektor padat karya, seperti tekstil dan alas kaki, sebagai salah satu sinyal utama.

“Kalau industri benar-benar ekspansi, seharusnya penyerapan tenaga kerja meningkat, bukan justru banyak PHK,” ujarnya.

Selain itu, banyak perusahaan melakukan efisiensi, mengurangi jam kerja, hingga menunda investasi akibat melemahnya permintaan. Penurunan penjualan semen juga menjadi tanda lesunya sektor infrastruktur dan properti. Di industri hilirisasi mineral, beberapa smelter nikel bahkan menghentikan produksi karena harga komoditas anjlok dan biaya operasional melonjak.

“PHK meningkat, penjualan semen turun, smelter nikel berhenti produksi — ini semua tanda perlambatan, bukan pertumbuhan,” kata Bhima.

BPS Pertahankan Data

BPS menegaskan metode penghitungan PDB sudah sesuai standar internasional dan didukung data lengkap. Deputi Bidang Neraca dan Analisis Statistik BPS, Moh Edy Mahmud, menjelaskan bahwa pertumbuhan kumulatif ekonomi Semester I 2025 mencapai 4,99 persen, lebih rendah dari Semester I 2024 yang tumbuh 5,08 persen.

“Kuartal I hanya tumbuh 4,87 persen, sehingga meski kuartal II lebih tinggi, angka kumulatif belum tembus 5 persen,” ujarnya.

Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti, menegaskan pihaknya tidak meragukan keakuratan laporan tersebut. “Data pendukungnya lengkap dan sudah sesuai standar internasional,” katanya.

BPS mencatat, dibanding kuartal sebelumnya, perekonomian kuartal II tumbuh 4,04 persen (quarter-to-quarter/qtq). Nilai Produk Domestik Bruto (PDB) Atas Dasar Harga Berlaku tercatat Rp5.947 triliun, sedangkan PDB Atas Dasar Harga Konstan mencapai Rp3.396,3 triliun.

Pemerintah Percaya Data BPS

Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan pemerintah tetap menjadikan data BPS sebagai acuan. “Mereka menjelaskan metodologi dan sumber data secara transparan. Selama ini, BPS jadi rujukan utama,” ujarnya.

Sri menambahkan, Presiden Prabowo Subianto tidak menaruh perhatian pada keraguan sejumlah pihak. “Data rumah tangga juga dari BPS. Integritasnya tetap terjaga,” katanya.

Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan menilai capaian pertumbuhan ini positif. “Bahkan bisa lebih tinggi lagi kalau deregulasi berjalan lancar,” ucapnya.

Meski pemerintah dan BPS kompak mempertahankan data resmi, jurang perbedaan antara angka statistik dan sinyal lapangan membuat perdebatan ini belum mereda. Pertanyaannya: apakah ekonomi Indonesia benar-benar tumbuh, atau sekadar terlihat demikian di atas kertas?(acank)

Example 120x600