ppmindonesia.com. Bogor — Dalam kajian Qur’an bil Qur’an terbaru di kanal Syahida, narasumber Husni Nasution mengangkat tema yang jarang disentuh tetapi sarat peringatan: larangan membedakan antara para rasul Allah. Menurutnya, ini bukan sekadar etika menghormati semua nabi, melainkan prinsip akidah yang ditegaskan Al-Qur’an dan diikat dengan ancaman serius.
Husni memulai pemaparannya dengan membacakan Qur’an Surah An-Nisā’ [4]:150-151. Ayat itu mengkritik keras orang yang beriman kepada sebagian rasul namun mengingkari yang lain, atau membeda-bedakan kedudukan mereka.
“Mereka itulah orang-orang kafir yang sebenar-benarnya (kāfirīna ḥaqqā),” tegas ayat tersebut.
Ironisnya, menurut Husni, fenomena ini justru marak di kalangan umat Islam sendiri. “Mayoritas umat mengunggulkan Rasulullah Muhammad ﷺ secara berlebihan, bahkan ada yang percaya segala sesuatu tercipta dari Nur Muhammad. Padahal ini sudah membedakan posisi di antara para rasul,” ujarnya.
Ia menyoroti kontradiksi di tengah kebiasaan umat yang sering membaca “lā nufarriqu baina aḥadin min rusulih” (kami tidak membeda-bedakan seorang pun di antara para rasul-Nya) selepas shalat atau dalam tahlilan. “Banyak yang melafalkannya tanpa menyadari makna mendalamnya,” tambahnya.
Risalah Satu, Bahasa Berbeda
Mengutip Qur’an 4:163-164, Husni menjelaskan bahwa semua rasul menerima wahyu yang sama. Perbedaan hanya terletak pada bahasa dan konteks kaumnya masing-masing, sebagaimana ditegaskan Qur’an 14:4. “Bahasa berbeda, tapi inti risalahnya tetap satu: mengajak manusia menyembah hanya kepada Allah, tanpa perantara,” kata Husni.
Mitos Syafa’at yang Mengakar
Kajian ini juga menyoroti keyakinan populer bahwa Rasulullah Muhammad ﷺ akan memberi syafa’at hanya kepada umatnya di akhirat. Menurut Husni, paham ini tidak hanya berpotensi membedakan rasul, tetapi juga bertentangan dengan pernyataan tegas Al-Qur’an.
Qur’an 39:43-44 menyebutkan, “Katakanlah: Syafa’at itu semuanya milik Allah.” Sedangkan Qur’an 2:123 memperingatkan tentang Hari Perhitungan ketika tidak ada yang dapat membela orang lain, tidak ada tebusan, dan syafa’at tak lagi berguna.
“Rasulullah sendiri sangat memahami ayat ini. Beliau menyampaikannya bukan hanya sebagai utusan, tapi juga sebagai teladan yang tidak akan mengatakan sesuatu yang bertentangan dengan perintah Allah,” ujar Husni, merujuk pada Qur’an 61:3 tentang larangan mengatakan sesuatu yang tidak dilakukan.
Pesan Penutup
Di akhir kajian, Husni mengajak umat untuk menimbang ulang keyakinan yang diwarisi tanpa kajian. “Cinta kepada Rasulullah harus diwujudkan dengan mengikuti risalah yang beliau bawa, bukan dengan mengangkat beliau ke derajat yang beliau sendiri tidak pernah klaim,” tegasnya.
Pesan Al-Qur’an jelas: seluruh rasul diutus membawa satu risalah tauhid, dan syafa’at hanya milik Allah. Mengabaikan pesan ini bukan sekadar kelalaian, tetapi penyimpangan yang bisa menjerumuskan akidah.(syahida)
*Husni Nasution, alumnus IAIN Sumatera Utara dari Bogor, dikenal sebagai pemikir kebangsaan dan pengkaji Al-Qur’an. Ia dikenal dengan konsep ‘Nasionalisme Religius’ yang mengintegrasikan nilai-nilai keislaman dan keindonesiaan, serta perhatian besar terhadap solidaritas sosial.