ppmindonesia.com.Jakarta – Anggaran pendidikan yang mencapai Rp757,8 triliun pada 2025 kembali menuai sorotan. Program-program besar seperti Sekolah Rakyat dengan kucuran Rp24,9 triliun—yang salah satunya untuk pengadaan laptop bagi murid—dipandang tidak seimbang dengan kondisi kesejahteraan guru honorer yang masih jauh dari layak.
Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) menilai, alokasi anggaran belum menyentuh masalah mendasar: rendahnya upah dan jaminan kerja bagi guru non-aparatur sipil negara (ASN). “Bagaimana mungkin murid disiapkan dengan fasilitas canggih, sementara guru yang mendidik mereka masih ada yang bergaji Rp200 ribu per bulan?” ujar Koordinator Nasional P2G, Satriwan Salim, dilansir dari inilah.com.
Laptop Canggih, Gaji Guru Rendah
Program Sekolah Rakyat menjadi salah satu unggulan pemerintah dengan target memperluas akses pendidikan dan mengurangi kesenjangan. Murid di sekolah tersebut bahkan dijanjikan memperoleh fasilitas laptop untuk mendukung pembelajaran digital.
Namun, di sisi lain, banyak guru honorer yang mengajar di sekolah negeri maupun swasta masih menerima gaji jauh di bawah upah minimum. “Ketimpangan ini nyata. Murid dapat perangkat modern, sementara guru sebagai ujung tombak pendidikan hidup dalam keterbatasan,” tambah Satriwan.
P2G menilai pemerintah terlalu fokus pada pembangunan fisik dan program populis, namun abai terhadap kesejahteraan pendidik. Padahal, kualitas pendidikan ditentukan bukan hanya oleh sarana, melainkan juga oleh kualitas dan kesejahteraan tenaga pendidik.
Janji Politik yang Belum Terjawab
Dalam masa kampanye, pasangan Presiden dan Wakil Presiden terpilih, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka, menjanjikan peningkatan standar upah guru non-ASN serta perbaikan kesejahteraan tenaga pendidik. Namun, hingga kini janji itu belum terwujud dalam rincian anggaran pendidikan.
“Ketika anggaran ratusan triliun rupiah hanya diarahkan pada proyek-proyek besar, bukan pada penguatan SDM guru, maka akar persoalan pendidikan tidak akan selesai,” kata Satriwan, dikutip dari inilah.com..
Mendesak Refocusing Anggaran
P2G mendorong pemerintah untuk melakukan refocusing anggaran agar lebih berpihak pada peningkatan gaji guru honorer, kepastian status kepegawaian, serta program pelatihan dan peningkatan kompetensi.
“Kalau kita ingin pendidikan maju, guru harus dimuliakan dulu. Jangan sampai kita melahirkan generasi yang pintar teknologi, tapi dididik oleh guru yang tertekan secara ekonomi,” tegasnya.
Kritik ini menambah daftar panjang polemik pengelolaan anggaran pendidikan. Dengan 20 persen APBN dialokasikan untuk sektor pendidikan, publik kini menagih komitmen pemerintah agar dana besar itu benar-benar dirasakan para pendidik di lapangan.(acank)