Scroll untuk baca artikel
Berita

Sujud dalam Perspektif Qur’an: Ketundukan, Bukan Formalitas

7
×

Sujud dalam Perspektif Qur’an: Ketundukan, Bukan Formalitas

Share this article

Penulis: syahida| Editor: asyary|

ppmindonesia.com.Bogor– Apa makna sebenarnya dari “sujud” dalam Al-Qur’an? Apakah sekadar gerakan tubuh dengan menempelkan dahi ke lantai, atau lebih dari itu: sebuah simbol ketundukan hati yang lahir dari kesadaran iman?

Pertanyaan ini kembali mengemuka dalam kajian Qur’an bil Qur’an yang disampaikan oleh Husni Nasution melalui kanal Syahida. Dengan merujuk pada sejumlah ayat, beliau mengajak umat Islam untuk melihat kembali makna terdalam dari “sujud” sebagaimana diabadikan dalam kitab suci.

Mukmin yang Sujud, Kafir yang Menolak

Al-Qur’an menggariskan perbedaan sikap yang sangat jelas antara orang beriman dan orang kafir ketika ayat-ayat Allah dibacakan.

Allah berfirman:

فَمَا لَهُمْ لَا يُؤْمِنُوْنَۙ ۝٢٠وَاِذَا قُرِئَ عَلَيْهِمُ الْقُرْاٰنُ لَا يَسْجُدُوْنَۗ ۩ ۝٢١بَلِ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا يُكَذِّبُوْنَۖ ۝٢٢

“Maka mengapa mereka tidak beriman? Dan apabila Al-Qur’an dibacakan kepada mereka, mereka tidak bersujud. Bahkan orang-orang kafir itu mendustakan.” (QS. Al-Insyiqaq [84]: 20-22)

Di sini, sujud ditampilkan sebagai respon iman. Orang kafir enggan tunduk, bahkan menolak dengan kesombongan.

Sebaliknya, Al-Qur’an menggambarkan sifat orang beriman:

اِنَّمَا يُؤْمِنُ بِاٰيٰتِنَا الَّذِيْنَ اِذَا ذُكِّرُوْا بِهَا خَرُّوْا سُجَّدًا وَّسَبَّحُوْا بِحَمْدِ رَبِّهِمْ وَهُمْ لَا يَسْتَكْبِرُوْنَ ۩ ۝١٥

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami hanyalah mereka yang apabila diperingatkan dengannya, mereka tersungkur sujud serta bertasbih memuji Rabb mereka, dan mereka tidak menyombongkan diri.” (QS. As-Sajdah [32]: 15)

Sujud, dalam konteks ini, bukanlah formalitas fisik belaka. Ia adalah bahasa hati yang tunduk kepada Allah saat menerima peringatan-Nya.

Sujud: Simbol Kepatuhan Hati

Menurut Husni Nasution, jika makna sujud hanya dipersempit pada gerakan fisik, maka setiap kali ayat dibacakan seseorang wajib menempelkan jidat ke lantai. Padahal, Al-Qur’an mengajarkan bahwa makna terdalam dari sujud adalah tunduk, patuh, dan setia kepada petunjuk Allah.

Hati yang benar-benar sujud akan dirahmati Allah dan dijauhkan dari kecenderungan jahat. Hal ini ditegaskan dalam firman-Nya:

 وَمَآ اُبَرِّئُ نَفْسِيْۚ اِنَّ النَّفْسَ لَاَمَّارَةٌ ۢ بِالسُّوْۤءِ اِلَّا مَا رَحِمَ رَبِّيْۗ اِنَّ رَبِّيْ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ ۝٥٣

“Aku tidak (menyatakan) diriku bebas (dari kesalahan) karena sesungguhnya nafsu itu selalu mendorong kepada kejahatan, kecuali (nafsu) yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Yusuf [12]: 53)

Dengan demikian, sujud adalah kondisi batin yang membuat manusia bebas dari dominasi hawa nafsu, bukan sekadar ritual gerakan yang hampa makna.

Sikap Mukmin dan Kafir terhadap Al-Qur’an

Perbedaan sikap ini juga dijelaskan Al-Qur’an dalam QS. An-Nahl. Ketika ditanya: “Apa yang diturunkan Tuhanmu?”

وَقِيْلَ لِلَّذِيْنَ اتَّقَوْا مَاذَآ اَنْزَلَ رَبُّكُمْۗ قَالُوْا خَيْرًاۚ لِلَّ…. ۝٣٠

Kemudian, dikatakan kepada orang yang bertakwa, “Apa yang telah Tuhanmu turunkan?”Orang bertakwa menjawab: “Kebaikan.” (QS. 16:30)

وَاِذَا قِيْلَ لَهُمْ مَّاذَآ اَنْزَلَ رَبُّكُمْۙ قَالُوْٓا اَسَاطِيْرُ الْاَوَّلِيْنَ ۝٢٤

“Apabila dikatakan kepada mereka, “Apa yang telah Tuhanmu turunkan?”Orang kafir justru berkata: “Dongeng-dongeng orang terdahulu.” (QS. 16:24)

Inilah garis pembeda yang nyata. Mukmin melihat Al-Qur’an sebagai sumber kebaikan, sementara kafir meremehkannya sebagai cerita masa lalu.

Padahal, Al-Qur’an bukan sekadar kisah. Ia adalah tafsir terbaik (ahsana tafsīran), hadits terbaik (ahsan al-hadīts), dan kisah terbaik (ahsanal qashash).

Al-Qur’an sebagai Pertimbangan Hidup

Sebagai ahsanal qashash, Al-Qur’an memberikan pertimbangan terbaik bagi akal dan hati manusia. Itulah mengapa Allah menyebutnya sebagai qashashul haqq – kisah yang benar dan logis, yang menjadi pedoman dalam kehidupan.

اِنَّ هٰذَا لَهُوَ الْقَصَصُ الْحَقُّۚ وَمَا مِنْ اِلٰهٍ اِلَّا اللّٰهُۗ وَاِنَّ اللّٰهَ لَهُوَ الْعَزِيْزُ الْحَكِيْمُ ۝٦٢

“Sesungguhnya inilah kisah yang benar, dan tidak ada tuhan selain Allah; dan sesungguhnya Allah, Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Ali Imran [3]: 62)

Akhir Kata

Melalui ayat-ayat ini, jelaslah bahwa “sujud” dalam Al-Qur’an bukan sekadar formalitas gerakan jasmani. Ia adalah sikap batin: ketundukan, kepatuhan, dan kerendahan hati di hadapan Allah.

Pertanyaannya kini kembali pada kita: Apakah hati kita benar-benar sujud ketika ayat-ayat Allah diperdengarkan, atau justru masih keras menolak seperti sikap orang kafir? (syahida)

*Husni Nasution, alumnus IAIN Sumatera Utara dari Bogor, dikenal sebagai pemikir kebangsaan dan pengkaji Al-Qur’an. Ia dikenal dengan konsep ‘Nasionalisme Religius’ yang mengintegrasikan nilai-nilai keislaman dan keindonesiaan, serta perhatian besar terhadap solidaritas sosial. 

 

Example 120x600