Scroll untuk baca artikel
BeritaHikmah

Qur’an Bil Qur’an: Bukti Kebenaran yang Harus Dipikirkan Manusia

150
×

Qur’an Bil Qur’an: Bukti Kebenaran yang Harus Dipikirkan Manusia

Share this article

Penulis: syahida| Editor: asyary|

ppmindonesia.com.BogorAl-Qur’an hadir bukan hanya sebagai kitab suci untuk dibaca, tetapi juga untuk dipikirkan secara mendalam. Inilah yang ditegaskan dalam QS. Muhammad [47]:24:

اَفَلَا يَتَدَبَّرُوْنَ الْقُرْاٰنَ اَمْ عَلٰى قُلُوْبٍ اَقْفَالُهَا ۝٢٤

“Apakah mereka tidak memikirkan Al-Qur’an itu, ataukah hati mereka telah terkunci?”

Pertanyaan ini, menurut Husni Nasution, narasumber kanal Syahida, menyingkap dua kondisi manusia dalam berhadapan dengan Al-Qur’an. Pertama, mereka yang enggan memikirkannya. Kedua, mereka yang hatinya terkunci rapat hingga cahaya kebenaran tak lagi bisa menembus.

“Yang menarik, pertanyaan ini muncul setelah Allah menjelaskan bahwa orang-orang yang berbuat kerusakan di bumi adalah mereka yang dilaknat (QS. Muhammad [47]:22–23). Namun, masih ada celah untuk keluar dari laknat itu, yaitu dengan cara memikirkan Al-Qur’an,” ujar Husni.

Al-Qur’an Sebagai Standar Terbaik

Al-Qur’an menegaskan dirinya sebagai sumber pertimbangan dan kebenaran yang tak tertandingi. Ia disebut sebagai ahsanal qashash — kisah terbaik dan pertimbangan terbaik (QS. Yusuf [12]:3), ahsanal hadīts — perkataan terbaik (QS. Az-Zumar [39]:23), dan ahsana tafsīran — penjelasan terbaik (QS. Al-Furqan [25]:33).

Dengan status tersebut, tidak ada alasan bagi manusia untuk mengabaikan perintah untuk berpikir. Sebab, siapa yang menutup diri dari Al-Qur’an, maka ia berisiko jatuh dalam kebinasaan moral maupun spiritual.

Hina Karena Tidak Berpikir dan Tidak Beriman

Betapa pentingnya berpikir ditegaskan pula dalam QS. Al-Anfal [8]:22. Allah menyebut makhluk yang paling hina di sisi-Nya adalah mereka yang tuli, bisu, dan tidak mau berpikir. Bahkan lebih jauh, QS. Al-Anfal [8]:55 menambahkan bahwa makhluk yang paling buruk di sisi Allah adalah mereka yang tidak beriman.

“Dari sini terlihat jelas, jika seseorang ingin selamat dari kehinaan, syaratnya ada dua: berpikir dan beriman. Dan berpikir yang paling mendasar adalah memikirkan kebenaran Al-Qur’an,” kata Husni.

Dari Sains hingga Prinsip Dasar

Sebagian ayat Al-Qur’an memang mengajak manusia menjelajahi lapisan langit dan bumi, sebagaimana ditegaskan dalam QS. Ar-Rahman [55]:33. Untuk memikirkan ayat-ayat ini, tentu dibutuhkan keilmuan khusus dalam bidang sains dan teknologi.

Namun, memikirkan Al-Qur’an tidak hanya berhenti pada level ilmiah. Pada tingkat paling dasar, manusia sudah bisa merenungkan status Al-Qur’an sebagai kitab yang “la rayba fīh” — tiada keraguan di dalamnya (QS. Al-Baqarah [2]:2).

Sesuatu yang tidak meragukan, tentu harus dapat dibuktikan. Dan pembuktiannya, kata Husni, ada dalam ayat-ayat Al-Qur’an lainnya yang saling menafsirkan. Inilah yang disebut metode Qur’an bil Qur’an — cara memahami Al-Qur’an dengan merujuk langsung pada penjelasan ayat-ayat di dalamnya.

Menemukan Bukti dengan Memikirkan

Dengan pendekatan ini, Al-Qur’an tidak hanya dibaca sebagai teks ritual, melainkan dipikirkan sebagai bukti kebenaran yang terukur. Allah seakan menantang manusia untuk menguji, merenungkan, dan membuktikan sendiri pesan-pesannya.

“Al-Qur’an bukan kitab mitos. Ia adalah kitab kebenaran yang dapat dibuktikan, dipikirkan, dan diimani. Justru karena itu, manusia tidak punya alasan untuk mengabaikannya,” tegas Husni.

Jalan Mulia

Kesimpulannya, berpikir dan beriman adalah dua jalan yang akan mengangkat derajat manusia di hadapan Allah. Tanpa berpikir, iman bisa jatuh pada fanatisme buta. Tanpa iman, berpikir bisa tergelincir pada kesombongan intelektual.

Al-Qur’an menuntut keterlibatan keduanya. Sebab, hanya dengan berpikir dan beriman, manusia dapat menemukan kebenaran. (syahida)

Example 120x600