Scroll untuk baca artikel
BeritaNasional

Sorotan Tunjangan Fantastis Anggota DPR di Tengah Tantangan Ekonomi Rakyat

133
×

Sorotan Tunjangan Fantastis Anggota DPR di Tengah Tantangan Ekonomi Rakyat

Share this article

Penulis ; acank | Editor ; asyary |

ppmindonesia.com.Jakarta, – Kebijakan tunjangan dan fasilitas yang diterima anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI kembali menjadi sorotan tajam. Di tengah daya beli masyarakat yang masih sulit dan ketimpangan pendidikan yang lebar, besaran tunjangan yang mencapai lebih dari Rp 100 juta per bulan bagi setiap anggota dewan dinilai tidak masuk akal dan memprihatinkan.

Pada periode 2024-2029, anggota DPR menerima tambahan tunjangan pengganti rumah dinas sebesar Rp 50 juta per bulan. Ditambah dengan berbagai tunjangan lain, seperti tunjangan komunikasi, kehormatan, beras, bensin, dan makan, total pendapatan bulanan mereka dapat melampaui angka Rp 100 juta. Tunjangan bensin, misalnya, disebut naik menjadi sekitar Rp 7 juta dari sebelumnya Rp 4-5 juta per bulan.

Wakil Ketua DPR, Adies Kadir, membantah adanya kenaikan tunjangan secara keseluruhan. “Intinya gaji tidak ada kenaikan, tunjangan juga yang lain tidak. Hanya tunjangan perumahan,” ujarnya kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (20/8). Namun, pernyataannya justru memantik polemik setelah ia didapati salah hitung dalam konferensi pers mengenai alasan tunjangan rumah tersebut.

Suara Rakyat: Dari Guru hingga Aktivis

Besaran tunjangan itu kontras dengan kondisi sebagian besar masyarakat, termasuk para guru yang menjadi ujung tombak pendidikan.

Zifa (24), seorang guru SMA di Jakarta Barat, menyatakan kekecewaannya yang mendalam. Ia membandingkan tunjangan DPR yang fantastis dengan gaji guru honorer yang masih sangat rendah, bahkan banyak yang tidak mencapai Rp 1 juta.

“Kita sebagai guru ya, merasa sakit hati sebenarnya. Seharusnya bisa dilihat, kondisi masyarakat Indonesia itu lebih miris daripada anggota DPR,” kata Zifa. Ia menambahkan, alokasi anggaran untuk tunjangan dewan seharusnya dialihkan untuk pemerataan pendidikan dan menciptakan lapangan kerja.

Pendapat senada disampaikan Erren (20), seorang freelancer. Ia menilai perhitungan tunjangan yang “salah” oleh pimpinan DPR menunjukkan ketidakjelasan dan ketidakpatutan.

“Rp 50 juta itu bisa untuk bayar berapa ratusan gaji guru honorer yang ada di Indonesia sekarang. Gaji mereka bahkan tidak sampai Rp1 juta, ada yang cuma Rp 600 ribu, tetapi mereka justru yang menjunjung tinggi pendidikan,” tegas Erren.

Rahma (24), guru lainnya, dengan nada kecewa menyindir, “Yang seharusnya dia dewan perwakilan rakyat, ini jadi dewan beban rakyat.”

Lembaga Masyarakat Soroti Ironi Besar

Pusat Peranserta Masyarakat (PPM), lembaga yang fokus pada pemberdayaan masyarakat, menyoroti ironi dalam kebijakan ini.

“Sungguh ironi di saat rakyat dalam kesusahan, daya beli menurun, dan PHK meningkat, anggota DPR yang terhormat menaikkan tunjangan rumah, listrik, dan bensin. Mereka merasa masih kurang, padahal setiap rapat atau kunjungan sudah mendapat biaya kompensasi,” ujar Anwar Hariyono, Sekretaris Jenderal PPM Nasional.

Ia mempertanyakan, “Apa hanya Anggota DPR saja yang merasa memperjuangkan bangsa dan kepentingan rakyat? Lalu bidan, guru, dosen tidak mendapatkan tunjangan bensin, rumah, dan uang rapat. Penghasilan mereka rata-rata jauh dari layak.”

Aksi Demonstrasi Dijadwalkan, Kemarahan Rakyat Membuncah

Kekecewaan publik ini diwujudkan dalam rencana aksi demonstrasi yang digelar pada 25 Agustus 2024. Meski menyadari tuntutan pembubaran DPR adalah hal yang sulit, aksi ini dimaksudkan sebagai bentuk protes simbolis.

“Meskipun para pemdemo tahu betul bahwa hal itu sangat sulit dan hampir tidak mungkin, ini menjadi bukti bahwa rakyat marah dengan kenaikan tunjangan anggota DPR di saat ekonomi rakyat sulit,” ujar Depri Cane Nasution, seorang aktivis PPM.

Ia mempertanyakan komitmen para wakil rakyat, “Apakah ini yang namanya Anggota DPR yang selalu mengatakan berjuang demi rakyat, atau demi kebutuhan kantong sendiri?”

Sementara itu, Moch Jumhur Hidayat, yang menjadi Ketua Umum PPM Nasional   dan ketua Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) sebuah serikat, mengomentari bahwa meski banyak yang meragukan keefektifan demonstrasi, aksi tersebut tetaplah sebuah bentuk kontrol sosial. “Meskipun banyak yang mengatakan bahwa demo hari tidak ada yang bertanggung jawab,” ujarnya.

Protes ini menyuarakan kegelisahan yang lebih dalam: ketidakadilan dalam alokasi anggaran negara dan kekhawatiran bahwa para wakil rakyat justru semakin menjauh dari rasa empati terhadap konstituen yang mempercayakan suara mereka.(acank)

Example 120x600