ppmindonesia.com.Jakarta, – Aksi ribuan buruh yang memadati kawasan Gedung DPR RI, Jakarta, Kamis (28/8/2025), berakhir ricuh setelah aparat kepolisian berupaya membubarkan massa dengan water cannon. Demonstrasi yang diberi nama HOSTUM (Hapus Outsourcing, Tolak Upah Murah) ini membawa sederet tuntutan mulai dari pencabutan sistem outsourcing, kenaikan upah minimum, hingga desakan reformasi hukum dan politik.
Kericuhan pecah sekitar pukul 14.00 WIB, ketika aparat mencoba memukul mundur mahasiswa yang bergabung dalam barisan demonstran. Massa aksi sempat melawan dengan melempari petugas menggunakan botol dan batu. Situasi memanas setelah mobil water cannon keluar dari dalam kompleks DPR dan menyemprotkan air ke arah kerumunan, membuat massa berhamburan ke jalan tol.
Tuntutan Buruh
Sejak pagi, buruh dari berbagai serikat pekerja telah mendatangi gedung parlemen. Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) sekaligus Ketua Partai Buruh, Said Iqbal, menyebut tidak kurang dari 10 ribu buruh dari Jabodetabek ikut bergabung dalam aksi.
“Ada enam tuntutan utama yang kami bawa, termasuk penghapusan outsourcing, kenaikan upah minimum 2026 sebesar 8,5 sampai 10,5 persen, dan pengesahan RUU Ketenagakerjaan sesuai putusan Mahkamah Konstitusi,” ujar Said Iqbal.
Selain itu, buruh juga menuntut penghentian gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal, pembentukan satgas khusus pengawasan PHK, serta reformasi pajak perburuhan. Beberapa poin pajak yang dipersoalkan antara lain kenaikan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) menjadi Rp7,5 juta, penghapusan pajak pesangon, pajak THR, dan JHT, serta penghapusan diskriminasi pajak terhadap perempuan menikah.
Tuntutan lainnya adalah pengesahan RUU Perampasan Aset dan pemberantasan korupsi, serta revisi UU Pemilu dengan “redesign” sistem pemilu 2029 yang lebih adil dan transparan.
Pusat Peranserta Masyarakat (PPM) Soroti Tuntutan Cabut Outsourcing
Pusat Peranserta Masyarakat (PPM) Nasional turut menyoroti aksi buruh, khususnya soal penghapusan sistem outsourcing. Isu ini dinilai krusial karena menyangkut kepastian kerja dan kesejahteraan jutaan tenaga kerja di Indonesia.
Sekretaris Jenderal PPM Nasional, Anwar Hariyono, mengingatkan bahwa Presiden Prabowo Subianto sebelumnya telah berjanji dalam pidatonya pada peringatan Hari Buruh Internasional (May Day) di Monas, Jakarta, 1 Mei 2025, untuk mencabut sistem outsourcing. Namun, hingga kini draf RUU terkait outsourcing yang sudah masuk ke DPR masih belum jelas arah pembahasannya dan belum kunjung disahkan menjadi Undang-Undang.
“DPR harus segera menyelesaikan draf undang-undang tersebut agar tidak terjadi kegelisahan sosial di kalangan buruh dan tenaga kerja. Jangan sampai janji politik hanya menjadi retorika tanpa kepastian hukum,” tegas Anwar.
Menurutnya, keterlambatan pengesahan RUU ini disebabkan oleh tarik-menarik kepentingan antara pemerintah, DPR, dan pengusaha. Jika kebijakan terkait outsourcing terus berlarut tanpa kepastian, potensi konflik sosial di tingkat akar rumput akan semakin besar, terlebih di tengah tingginya angka PHK massal dan desakan kenaikan upah minimum.
“Outsourcing ini bukan sekadar soal teknis ketenagakerjaan, tapi soal keadilan sosial. Jika buruh terus dihadapkan pada sistem kerja yang tidak pasti, mereka akan terus terjebak dalam lingkaran kemiskinan. Negara harus hadir untuk memberi kepastian,” lanjut Anwar.
PPM juga mendorong agar DPR dan pemerintah tidak lagi mengulur waktu dalam menyelesaikan regulasi ketenagakerjaan yang adil. Menurutnya, buruh dan pekerja Indonesia sudah terlalu lama menjadi korban tarik-menarik kepentingan antara pemilik modal dan elit politik.
Suara dari Akar Rumput
Di tengah riuhnya aksi, suara-suara dari buruh dan masyarakat kecil turut mewarnai jalannya demonstrasi. Surmi, salah seorang buruh perempuan, menegaskan mereka turun ke jalan karena menolak upah murah.
“Upah buruh harus naik. Masa upah DPR saja bisa naik Rp3 juta sehari, tapi kami terus ditekan dengan alasan inflasi dan efisiensi,” ungkapnya.
Kisah lain datang dari Rasja, seorang warga Baduy berusia 38 tahun, yang berjalan lebih dari 145 kilometer dari Kampung Kanekes menuju Jakarta untuk bergabung dalam aksi. Dengan ikat kepala biru khas Baduy, ia menyuarakan keresahan yang sama.
“Rakyat kecil tidak butuh janji, tapi butuh makan dan pekerjaan. Jangan terus dibohongi,” ucap Rasja.
Antisipasi Aparat
Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya, Kombes Komarudin, mengatakan pihaknya telah menyiapkan skenario rekayasa lalu lintas untuk mengantisipasi kemacetan di sekitar DPR. Namun, ia mengingatkan massa agar tidak masuk jalan tol karena dapat membahayakan pengendara lain.
Sementara itu, Sekretariat Jenderal DPR telah mengeluarkan edaran agar Aparatur Sipil Negara (ASN) dan tenaga ahli bekerja dari rumah (WFH) pada hari demo sebagai langkah antisipasi.
Tuntutan Aksi
Meski berakhir ricuh, aksi buruh pada 28 Agustus 2025 menegaskan kembali bahwa isu ketenagakerjaan, terutama outsourcing dan upah minimum, masih menjadi persoalan besar yang belum terselesaikan.
Desakan buruh agar DPR segera menuntaskan RUU Ketenagakerjaan dan RUU Perampasan Aset menunjukkan bahwa mereka tidak hanya menuntut kesejahteraan ekonomi, tetapi juga keadilan hukum dan politik.(acank)
 













 
							

 












