ppmindonesia.com . Jakarta — Gelombang aksi demonstrasi yang berlangsung di sekitar Kompleks DPR/MPR dalam beberapa hari terakhir memuncak dengan insiden tragis yang merenggut korban jiwa.
Seorang pengemudi ojek online, Affan Kurniawan, meninggal dunia setelah terlindas kendaraan taktis (Rantis) milik Brimob di kawasan Jalan Penjernihan, Pejompongan, Jakarta, Kamis malam (28/8/2025).
Peristiwa ini menyulut kemarahan publik dan memperlebar gelombang protes yang sebelumnya diarahkan kepada DPR terkait kebijakan tunjangan fantastis bagi para anggota dewan.
Banyak pihak menilai tragedi ini bukan semata akibat benturan massa dengan aparat, melainkan buah dari keacuhan DPR terhadap aspirasi rakyat.
DPR Dinilai Tak Peka
Pengamat politik sekaligus Direktur Eksekutif Rumah Politik Indonesia, Fernando Emas, menilai DPR gagal menjaga sensitivitas sosial di tengah kesulitan ekonomi masyarakat.
“Situasi politik dan demonstrasi belakangan ini berawal dari ulah dan pernyataan para anggota DPR. Akibat mental miskin dan rakus yang hanya ingin menikmati hasil keringat rakyat, tragedi pun terjadi,” ujar Fernando dalam keterangannya, Sabtu (30/8).
Fernando menegaskan DPR seharusnya membuka telinga terhadap tuntutan masyarakat, khususnya mahasiswa dan buruh yang menolak tunjangan rumah dan fasilitas mewah anggota dewan.
“Jika DPR terus menutup mata terhadap aspirasi rakyat, sangat mungkin aksi serupa akan terus berlanjut dengan jumlah massa yang lebih banyak. Jangan lupa peristiwa 1998, ketika massa berhasil menduduki gedung DPR,” tegasnya.
PPM Nasional: Aparat Justru Memperuncing Situasi
Keprihatinan juga datang dari Pusat Peranserta Masyarakat (PPM) Nasional. Sekretaris Jenderal PPM, Anwar Hariyono, menilai aparat kepolisian gagal menunjukkan peran sebagai pelindung rakyat.
“Alih-alih memberikan rasa aman, aparat justru menampilkan sikap perlawanan kepada demonstran. Tragedi 28 Agustus harus dijadikan introspeksi serius,” ujarnya kepada ppmindonesia (30/8/25).
Anwar menambahkan, insiden ini mestinya menjadi cermin bagi anggota DPR agar tidak lagi mengumbar pernyataan arogan atau menunjukkan perilaku tidak pantas, seperti berjoget usai sidang paripurna, sementara rakyat menghadapi kenaikan pajak, PHK massal, dan kesulitan ekonomi.
Hal senada disampaikan Pupun Purwana, Presidium PPM Nasional. Ia menegaskan bahwa rakyat memiliki alasan kuat untuk mengkritik DPR. “Jangan salahkan rakyat turun ke jalan. DPR hari ini hanya mengaku mewakili rakyat saat pemilu, tapi setelah itu justru abai,” katanya.
Imbauan Menjaga Aksi Tetap Damai
Meski menyoroti keras perilaku DPR dan aparat, Ketua Presidium PPM Nasional, Eko Suryono, mengimbau agar para aktivis tetap menjaga aksi demonstrasi berlangsung damai.
“Aspirasi adalah hak warga negara, tapi jangan sampai berbuat anarkis dan merusak fasilitas umum. Itu bukan tipe aktivis PPM,” ujarnya dalam pesan singkat kepada ppmindonesia.
Menurut Eko, kericuhan justru akan berdampak buruk pada masyarakat luas. “Jika aksi meluas menjadi ricuh, roda ekonomi akan terganggu dan dampaknya panjang bagi rakyat,” tambahnya.
Aksi yang Mulai Bergeser Arah
Aktivis PPM, Depri Cane Nasution, mengingatkan agar massa demonstrasi tetap fokus pada tuntutan awal, yakni penolakan terhadap fasilitas dan tunjangan, secara akuntabilitas.
“Akhir-akhir ini aksi seolah bergeser menjadi konfrontasi rakyat dengan kepolisian. Kantor-kantor polsek menjadi sasaran amarah, sehingga tujuan utama melawan kebijakan DPR terlupakan. Pertanyaannya, apakah ini memang ada skenario untuk membelokkan arah gerakan?” ujarnya.
Pelajaran Pahit dari Tragedi
Meninggalnya Affan Kurniawan menjadi simbol luka rakyat yang semakin dalam. Tragedi ini menjadi peringatan bahwa arogansi elit politik, ditambah pendekatan represif aparat, hanya akan memperlebar jurang antara rakyat dan penguasa.
Pesan yang paling jelas dari jalanan: DPR harus mendengar rakyat. Jika tidak, bukan mustahil gelombang protes akan terus membesar dan mengulang sejarah kelam politik Indonesia.(acank)
 













 
									

 












