ppmindonesia.com.Jakarta, – Gelombang demonstrasi yang berlangsung sejak akhir Agustus 2025 berujung pada amukan massa terhadap rumah sejumlah anggota DPR RI. Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach (Partai NasDem), serta Eko Patrio dan Uya Kuya (Partai Amanat Nasional/PAN), menjadi sorotan publik akibat pernyataan mereka yang dianggap menyinggung rakyat di tengah situasi krisis.
Menanggapi tekanan yang meluas, Partai NasDem dan PAN mengambil langkah tegas dengan menonaktifkan para legislator tersebut dari keanggotaan fraksi DPR RI, terhitung mulai Senin (1/9/2025).
Ketua Umum Partai NasDem, Surya Paloh, menegaskan bahwa keputusan itu diambil untuk menjaga marwah partai serta merespons kekecewaan masyarakat. “Ada pernyataan dari anggota Fraksi NasDem yang menyinggung dan mencederai perasaan rakyat.
Itu penyimpangan dari perjuangan Partai NasDem yang berlandaskan aspirasi masyarakat,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Minggu (31/8/2025).
Sementara itu, Wakil Ketua Umum PAN, Viva Yoga Mauladi, menyampaikan keputusan serupa. “Mencermati dinamika yang berkembang, DPP PAN memutuskan menonaktifkan saudara Eko Hendro Purnomo (Eko Patrio) dan Surya Utama (Uya Kuya) sebagai anggota Fraksi PAN DPR RI,” katanya.
Publik Ingin Lebih
Meski langkah dua partai ini dianggap cepat, sebagian kalangan menilai penonaktifan saja tidak cukup.
Aktivis Pusat Peranserta Masyarakat (PPM) Nasional, Depri Cane Nasution, menilai publik kini menuntut sanksi yang lebih tegas berupa Pergantian Antar Waktu (PAW).
“Kalau hanya sekadar menonaktifkan atau menerima permintaan maaf, masyarakat akan menilainya sebagai pengabaian etika politik.
Publik menginginkan perubahan nyata, bukan rotasi jabatan yang bersifat sementara,” ujarnya.
PPM juga menyoroti akar permasalahan yang lebih besar, yakni rendahnya sensitivitas DPR terhadap penderitaan rakyat.
“Di saat rakyat menghadapi kesulitan ekonomi, justru tunjangan dewan dinaikkan. Hal semacam ini semakin memperlebar jarak antara wakil rakyat dan masyarakat yang diwakilinya,” kata Sekretaris Jenderal PPM Nasional, Anwar Hariyono.
Krisis Kepercayaan
Sepekan terakhir, ribuan demonstran mendatangi Gedung DPR/MPR. Namun, lembaga legislatif itu belum juga memberikan tanggapan resmi. Hal ini menambah dalam krisis kepercayaan publik terhadap DPR.
PPM menilai, permintaan maaf atau janji memperbaiki kinerja sudah tidak memadai. “Rakyat sudah terlalu sering mendengar janji politik. Yang dibutuhkan adalah tindakan nyata: sahkan RUU Perampasan Aset, revisi kebijakan ketenagakerjaan, dan kurangi fasilitas mewah DPR,” ujar Anwar.
Momentum Perbaikan
Kehadiran ketua umum partai dalam merespons dinamika ini dinilai penting untuk meredam gejolak. Namun, bagi publik, sanksi terhadap individu tidak cukup jika tidak dibarengi dengan reformasi etika politik di parlemen.
“Langkah tegas partai memang patut diapresiasi, tetapi ini baru permulaan. Masyarakat menunggu apakah DPR dan partai politik benar-benar siap melakukan perbaikan sistemik, ataukah hanya bertindak reaktif ketika krisis terjadi,” kata Pupun Purwana, anggota Presidium PPM Nasional.
Bagi rakyat, momen ini adalah ujian. Apakah wakil rakyat mampu kembali kepada sumpah jabatannya, atau justru semakin jauh dari aspirasi yang seharusnya mereka perjuangkan. (emha)
 













 
									

 












