Scroll untuk baca artikel
BeritaNasional

PPM: Wakil Rakyat Harus Hadirkan Ketulusan, Bukan Kesombongan

141
×

PPM: Wakil Rakyat Harus Hadirkan Ketulusan, Bukan Kesombongan

Share this article

Penulis: acank | Editor: asyary |

Suasana Sidang Paripurna Dewan Perwakillan Rakyat (ppm.dov

ppmindonesia.com. Jakarta, – Gelombang demonstrasi yang berlangsung sejak 25–29 Agustus 2025 di Jakarta berujung pada aksi massa yang meluas hingga ke rumah sejumlah anggota DPR RI. 

Kediaman Ahmad Sahroni (NasDem), Eko Patrio dan Uya Kuya (PAN), hingga artis sekaligus legislator Nafa Urbach (NasDem), menjadi sasaran amukan warga. Rumah Menteri Keuangan Sri Mulyani pun tak luput dari kemarahan publik.

Pusat Peranserta Masyarakat (PPM) Nasional menyayangkan kejadian tersebut. Namun, organisasi itu menilai peristiwa ini harus dilihat sebagai sinyal keras bagi para pejabat publik agar lebih berhati-hati dalam bersikap.

“Kemarahan rakyat ini tidak bisa lagi dikendalikan. Inilah teguran keras agar wakil rakyat tidak mengumbar pernyataan yang pongah dan arogan. Rakyat menginginkan ketulusan, bukan kesombongan,” ujar Sekretaris Jenderal PPM Nasional, Anwar Hariyono, saat dihubungi ppmindonesia Minggu (31/8/2025).

Sanksi Partai

Menanggapi dinamika yang berkembang, Partai NasDem resmi menonaktifkan Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach dari Fraksi DPR RI, terhitung mulai 1 September 2025. Keputusan serupa juga diambil Partai Amanat Nasional (PAN) dengan menonaktifkan Eko Patrio dan Uya Kuya.

Ketua Umum Partai NasDem, Surya Paloh, menyatakan bahwa sikap tegas ini diambil demi menjaga marwah partai dan aspirasi rakyat. “Aspirasi masyarakat harus menjadi acuan utama perjuangan Partai NasDem,” tegasnya.

Wakil Ketua Umum PAN, Viva Yoga Mauladi, menambahkan, keputusan menonaktifkan dua kader partainya adalah bentuk tanggung jawab politik di tengah kekecewaan publik.

Tuntutan Publik

Namun, bagi sebagian kalangan, langkah tersebut belum cukup. Aktivis PPM, Depri Cane Nasution, menyebut masyarakat kini menuntut sanksi lebih tegas berupa Pergantian Antar Waktu (PAW). “Jika hanya berhenti pada penonaktifan, publik akan melihatnya sebagai bentuk pengabaian etika politik,” ujarnya.

Depri juga mengingatkan bahwa persoalan utama bukan semata ucapan sejumlah anggota dewan, melainkan rendahnya kepekaan DPR terhadap kondisi rakyat. “Di saat ekonomi rakyat sulit, justru tunjangan anggota DPR dinaikkan. Hal inilah yang melukai perasaan masyarakat,” katanya.

Butuh Aksi Nyata

PPM menegaskan bahwa rakyat sudah lelah dengan retorika politik. Janji memperbaiki kinerja atau mendengar aspirasi rakyat dianggap sebagai ungkapan klise.

“Yang ditunggu adalah langkah nyata: segera selesaikan RUU Perampasan Aset, perbaiki UU Ketenagakerjaan, dan kurangi fasilitas mewah anggota DPR. Jangan lagi rakyat hanya dijadikan alat saat pemilu,” tegas Anwar Hariyono.

PPM juga mengingatkan aparat keamanan agar tidak bersikap represif dalam mengawal aksi unjuk rasa. “Rakyat datang menyampaikan aspirasi, bukan untuk dirusak atau diintimidasi. Pendekatan humanis akan membuat situasi lebih kondusif,” ujar Depri.

Krisis Kepercayaan

Sepekan terakhir, ribuan massa mendatangi Gedung DPR/MPR. Namun, tak sekali pun DPR memberikan tanggapan resmi. Kondisi ini kian memperdalam krisis kepercayaan antara rakyat dan wakilnya di parlemen.

Menurut PPM, jika DPR ingin kembali mendapatkan legitimasi, perbaikan kinerja tidak bisa ditunda lagi. “Wakil rakyat harus hadir dengan ketulusan, bukan kesombongan. Jika tidak, rakyat akan mencari jalannya sendiri untuk bersuara,” kata Anwar. (acank)

Example 120x600