Scroll untuk baca artikel
BeritaPolitik

PPM Nasional Ingatkan DPR dan Pemerintah: Jangan Abaikan Rakyat di Tengah Krisis

167
×

PPM Nasional Ingatkan DPR dan Pemerintah: Jangan Abaikan Rakyat di Tengah Krisis

Share this article

Penulis: acank | Editor: asyary |

ppmindonesia.com. Jakarta, — Gelombang demonstrasi yang berlangsung 25–31 Agustus masih menyisakan gema tuntutan publik terhadap DPR dan pemerintah.

Koalisi sipil, mahasiswa, buruh, hingga pengemudi ojek daring menuntut perubahan nyata di tengah krisis ekonomi dan politik yang dirasakan masyarakat. Pusat Peranserta Masyarakat (PPM) Nasional mengingatkan agar suara rakyat itu tidak diabaikan.

Sekretaris Jenderal PPM Nasional, Anwar Hariyono, menilai bahwa keresahan publik kian memuncak akibat berbagai kebijakan yang dianggap tidak berpihak pada masyarakat. 

Mulai dari tunjangan DPR yang dinilai berlebihan, kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di sejumlah daerah, hingga persoalan mendasar seperti gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK), mahalnya biaya pendidikan, serta ketidaktransparanan pejabat publik.

“Rakyat sudah menyampaikan kegelisahannya lewat jalanan. DPR dan pemerintah jangan menutup mata, sebab krisis demokrasi dan ekonomi ini nyata adanya,” ujarnya di Jakarta, Jumat (5/9).

Desakan Reformasi

Dalam demonstrasi 4 September lalu, tiga aliansi besar menggelar aksi serentak di Jakarta: Gerakan Buruh Bersama Rakyat (Gebrak) di Patung Kuda, BEM Seluruh Indonesia di depan Gedung DPR, dan koalisi influencer “Kolektif 17+8 Indonesia Berbenah” di Gerbang Pancasila, DPR.

Meski datang dari latar berbeda, substansi tuntutan mereka serupa: reformasi DPR, pengesahan RUU Perampasan Aset, penghentian represivitas aparat, dan pembentukan tim investigasi atas jatuhnya korban selama demonstrasi.

Koalisi influencer yang diikuti sejumlah pesohor, seperti Jerome Polin, Andovi dan Jovial Da Lopez, Fathia Izzati, hingga Jeremy Owen, menyerahkan dokumen berisi 17 tuntutan jangka pendek dan 8 tuntutan jangka panjang.

Mereka memberikan tenggat waktu dua tahap, yakni 5 September 2025 untuk beberapa tuntutan mendesak, serta Agustus 2026 untuk reformasi struktural.

Respons DPR dan Pemerintah

Menanggapi desakan itu, DPR RI melalui Ketua Puan Maharani menyatakan akan menindaklanjuti lewat rapat bersama delapan fraksi. Sejumlah langkah awal disepakati, antara lain penghentian tunjangan perumahan bagi anggota DPR dan moratorium kunjungan kerja ke luar negeri.

Namun, sejumlah poin krusial, seperti pembahasan RUU Perampasan Aset, belum masuk agenda resmi. Ketua Fraksi PKB, Jazilul Fawaid, menegaskan rapat baru menyentuh soal transformasi DPR. “Soal RUU Perampasan Aset, belum. Ini masih awalan,” ujarnya.

Dari pihak pemerintah, Penasihat Khusus Presiden Bidang Politik dan Keamanan, Wiranto, mengatakan Presiden Prabowo Subianto telah mendengar tuntutan masyarakat, tetapi tidak semua dapat dipenuhi sekaligus.

“Kalau semua permintaan dipenuhi juga repot. Tentunya akan dipilah dan diputuskan oleh Presiden,” kata Wiranto.

Jangan Terhenti di Simbolik

Menurut PPM Nasional, respons yang sebatas moratorium tunjangan belum menjawab akar masalah yang disuarakan masyarakat. Anwar Hariyono menegaskan, DPR dan pemerintah harus serius membahas agenda reformasi politik, ekonomi, dan hukum.

“Jika hanya berhenti pada simbolik pemotongan tunjangan, rakyat akan semakin apatis. Yang ditunggu adalah langkah konkret: transparansi anggaran, reformasi partai politik, pengesahan RUU Perampasan Aset, hingga perlindungan buruh dan pekerja informal,” katanya.

Ia juga menambahkan bahwa krisis kepercayaan terhadap lembaga negara harus diatasi dengan keterbukaan. “Hanya dengan keberanian melakukan reformasi menyeluruh, pemerintah dan DPR bisa meraih kembali kepercayaan rakyat,” ujar Anwar.. (acank)

Example 120x600