ppmindonesia.com.Jakarta, – Al-Qur’an tidak hanya mengajak manusia untuk beriman, tetapi juga untuk berpikir dan merenungi tanda-tanda alam. Langit, bumi, siang, malam, bahkan pergantian musim disebut sebagai āyāt (tanda-tanda) yang merefleksikan perjalanan kehidupan.
Dalam sebuah kajian Qur’an bil Qur’an yang disampaikan Husni Nasution melalui kanal Syahida, ia menekankan bahwa kosmos dalam pandangan Al-Qur’an bukan sekadar ruang hampa, tetapi sistem yang teratur untuk menjadi cermin bagi manusia.
Allah berfirman dalam Surah Ali Imran ayat 190:
﴿ إِنَّ فِي خَلْقِ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِ وَٱخۡتِلَٰفِ ٱلَّيۡلِ وَٱلنَّهَارِ لَأٓيَٰتٖ لِّأُوْلِي ٱلۡأَلۡبَٰبِ ﴾
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang yang berakal.”
Menurut Husni, ayat ini menegaskan bahwa perjalanan kosmik harus dibaca dengan akal dan hati yang jernih. “Alam adalah kitab terbuka.
Siang dan malam bukan hanya siklus waktu, tapi juga pelajaran tentang silih bergantinya keadaan hidup: terang dan gelap, bahagia dan duka, lahir dan mati,” jelasnya.
Kosmos Sebagai Cermin Kehidupan
Qur’an berulang kali mengingatkan manusia untuk tidak hanya mengamati langit dan bumi, tetapi juga menautkannya dengan kesadaran spiritual. Dalam Surah Ar-Rum ayat 22 disebutkan:
﴿ وَمِنۡ ءَايَٰتِهِۦ خَلۡقُ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِ وَٱخۡتِلَٰفُ أَلۡسِنَتِكُمۡ وَأَلۡوَٰنِكُمۡۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَأٓيَٰتٗ لِّلۡعَٰلِمِينَ ﴾
“Dan di antara tanda-tanda-Nya ialah penciptaan langit dan bumi serta berbedanya bahasa dan warna kulitmu. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang mengetahui.”
Husni menekankan, keberagaman bahasa, warna kulit, dan budaya adalah bagian dari “tata kosmos” yang selaras dengan keteraturan alam. Perbedaan manusia harus dipahami sebagai rahmat, bukan sumber pertentangan.
Siklus Alam dan Siklus Kehidupan
Al-Qur’an juga menggunakan pergantian musim sebagai perumpamaan kehidupan. Surah Ar-Rum ayat 50 menegaskan:
﴿ فَٱنظُرۡ إِلَىٰٓ ءَاثَٰرِ رَحۡمَتِ ٱللَّهِ كَيۡفَ يُحۡيِ ٱلۡأَرۡضَ بَعۡدَ مَوۡتِهَآۚ إِنَّ ذَٰلِكَ لَمُحۡيِ ٱلۡمَوۡتَىٰۖ وَهُوَ عَلَىٰ كُلِّ شَيۡءٖ قَدِيرٞ ﴾
“Maka perhatikanlah bekas-bekas rahmat Allah, bagaimana Dia menghidupkan bumi setelah matinya. Sesungguhnya (Allah) itulah yang menghidupkan yang mati, dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu.”
Pergantian musim dari tandus ke hijau, dari kering ke subur, adalah simbol kebangkitan. Menurut Husni, ini menjadi isyarat bahwa perjalanan manusia pun mengenal siklus serupa: lahir, hidup, mati, dan dibangkitkan kembali.
Menjadi Bagian dari Tata Kosmos
Kajian ini menyimpulkan bahwa manusia tidak boleh merasa terlepas dari alam. Sebaliknya, kita adalah bagian dari sistem kosmik yang sama. Perusakan lingkungan, kerakusan sumber daya, atau mengabaikan harmoni dengan alam berarti melawan tanda-tanda Tuhan.
“Jika manusia merusak alam, ia sebenarnya sedang merusak dirinya sendiri. Karena langit dan bumi diciptakan dengan haqq (kebenaran dan keseimbangan). Tugas manusia adalah membaca tanda-tanda itu, lalu menjaga agar kehidupan berjalan seimbang,” pungkas Husni.
Dengan demikian, Al-Qur’an mengajarkan bahwa perjalanan hidup manusia selalu terkait erat dengan perjalanan alam. Langit, bumi, siang, malam, dan pergantian musim bukan sekadar fenomena, tetapi ayat-ayat Tuhan yang mengingatkan kita tentang arah kehidupan.(syahida)
*Husni Nasution, alumnus IAIN Sumatera Utara dari Bogor, dikenal sebagai pemikir kebangsaan dan pengkaji Al-Qur'an. Ia dikenal dengan konsep 'Nasionalisme Religius' yang mengintegrasikan nilai-nilai keislaman dan keindonesiaan, serta perhatian besar terhadap solidaritas sosial.
 













 
							

 












