Scroll untuk baca artikel
BeritaHikmah

Shalawat sebagai Wahyu: Kajian Qur’an bil Qur’an oleh Husni Nasution

9
×

Shalawat sebagai Wahyu: Kajian Qur’an bil Qur’an oleh Husni Nasution

Share this article

Penulis: syahida | Editor; asyary

ppmindonesia.com. Jakarta — Syahida Channel. Dalam kajian Syahida terbaru, Ustaz Husni Nasution menyoroti pemahaman umat tentang shalawathttps://ppmindonesia.com/index.php/2025/09/13/shalawat-sebagai-wahyu-kajian-quran-bil-quran-oleh-husni-nasution/ yang selama ini identik dengan doa atau bacaan ritual.

Dengan pendekatan Qur’an bil Qur’an, ia menegaskan bahwa shalawat Allah sejatinya adalah wahyu yang diturunkan melalui risalah kerasulan, bukan sekadar doa.

Shalawat yang Membebaskan

Husni mengawali kajiannya dengan QS Al-Ahzab [33]:43:

هُوَ ٱلَّذِى يُصَلِّى عَلَيْكُمْ وَمَلَـٰٓئِكَتُهُۥ لِيُخْرِجَكُم مِّنَ ٱلظُّلُمَـٰتِ إِلَى ٱلنُّورِ ۚ وَكَانَ بِٱلْمُؤْمِنِينَ رَحِيمًۭا

“Dialah yang bershalawat kepadamu, dan malaikat-Nya (pun berdoa untukmu), agar Dia mengeluarkan kamu dari kegelapan menuju cahaya. Dan Dia Maha Penyayang kepada orang-orang yang beriman.”

Menurut Husni, ayat ini menunjukkan bahwa yushalli berarti bimbingan ilahi untuk membebaskan manusia dari kezaliman. “Shalawat Allah bukan doa yang diucapkan, melainkan risalah kerasulan yang membawa manusia keluar dari kegelapan,” tegasnya.

Risalah sebagai Shalawat Allah

Penafsiran ini diperkuat oleh QS Ibrahim [14]:1:

الر ۚ كِتَـٰبٌ أَنزَلْنَـٰهُ إِلَيْكَ لِتُخْرِجَ ٱلنَّاسَ مِنَ ٱلظُّلُمَـٰتِ إِلَى ٱلنُّورِ

“Alif Lam Ra. Kitab yang Kami turunkan kepadamu agar engkau mengeluarkan manusia dari kegelapan menuju cahaya dengan izin Tuhan mereka.”

“Turunnya kitab adalah shalawat Allah kepada Rasulullah. Risalah kerasulan itulah wahyu yang memimpin manusia menuju jalan terang,” jelas Husni.

Ia juga menyinggung QS Al-Hadid [57]:9 yang menegaskan bahwa Allah menurunkan ayat-ayat yang jelas untuk mengeluarkan manusia dari kegelapan menuju cahaya.

Meluruskan Salah Kaprah

Husni kemudian mengkritisi pemahaman populer atas QS Al-Ahzab [33]:56:

إِنَّ ٱللَّهَ وَمَلَـٰٓئِكَتَهُۥ يُصَلُّونَ عَلَى ٱلنَّبِىِّ ۚ يَـٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ صَلُّوا۟ عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا۟ تَسْلِيمًا

“Sesungguhnya Allah dan malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Wahai orang-orang yang beriman! Bershalawatlah untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.”

Mayoritas umat Islam menjadikannya dalil untuk membaca Allahumma shalli ‘ala Muhammad. Namun, menurut Husni, perintah itu sejatinya bukan untuk mengembalikan shalawat kepada Allah.

“Kalau Allah dan malaikat sudah bershalawat kepada Nabi, maka tugas umat adalah menyambutnya, yakni dengan mengikuti risalah yang dibawa Nabi. Inilah bentuk shalawat kita kepada Rasulullah,” terangnya.

Pandangan ini juga pernah ditegaskan almarhum Buya Syakur dengan pertanyaan kritis: “Mengapa perintah Allah itu malah dikembalikan lagi kepada Allah?”

Shalawat sebagai Kepemimpinan

Husni menutup kajiannya dengan menautkan QS 2:257, QS 33:43, QS 33:56, QS 14:1, dan QS 57:9 sebagai satu kesatuan makna.

“Semua ayat itu menjelaskan shalawat sebagai wahyu. Shalawat adalah risalah kerasulan. Itulah cara Allah memimpin manusia agar terbebas dari kegelapan dan berjalan di atas cahaya iman,” pungkasnya.(syahida)

*Husni Nasution, alumnus IAIN Sumatera Utara dari Bogor, dikenal sebagai pemikir kebangsaan dan pengkaji Al-Qur'an. Ia dikenal dengan konsep 'Nasionalisme Religius' yang mengintegrasikan nilai-nilai keislaman dan keindonesiaan, serta perhatian besar terhadap solidaritas sosial. 
Example 120x600