Scroll untuk baca artikel
BeritaHikmah

Zakat 2,5 Persen dan Sa’i Tujuh Kali: Benarkah dari Al-Qur’an?

95
×

Zakat 2,5 Persen dan Sa’i Tujuh Kali: Benarkah dari Al-Qur’an?

Share this article

Penulis; acank| Editor; asyary

ppmindonesia.com.Jakarta – Umat Islam di seluruh dunia sudah akrab dengan dua angka sakral: 2,5 persen untuk zakat dan tujuh kali putaran sa’i antara Shafa dan Marwah.

Pertanyaannya, benarkah angka-angka itu datang langsung dari Al-Qur’an? Atau justru hasil tafsir dan tradisi yang kemudian diwariskan sebagai hukum baku?

Pertanyaan ini kerap dianggap mengusik kenyamanan. Namun, sebagaimana diingatkan Allah dalam Al-Qur’an, umat Islam dituntut untuk menggunakan akal sehat dalam memahami wahyu:

أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ ۚ أَمْ عَلَىٰ قُلُوبٍ أَقْفَالُهَا

“Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al-Qur’an, ataukah hati mereka terkunci?” (QS. Muhammad [47]: 24).

Zakat: Prinsip atau Angka Kaku?

Al-Qur’an memerintahkan zakat puluhan kali, namun tidak pernah menyebut angka 2,5 persen. Surah Al-Baqarah ayat 110 menekankan:

وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ ۖ وَمَا تُقَدِّمُوا لِأَنفُسِكُم مِّنْ خَيْرٍ تَجِدُوهُ عِندَ اللَّهِ ۗ

 

“Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Dan segala kebaikan yang kamu usahakan untuk dirimu, niscaya kamu akan mendapat pahalanya di sisi Allah.”

Tak ada angka di sini. Justru, Al-Qur’an menekankan esensi zakat sebagai pembersih harta, bentuk solidaritas, dan instrumen keadilan sosial.

Mohamed dalam karyanya Quran-Islam menyebut tegas: “Persentase zakat 2,5 persen bukan teks Al-Qur’an, melainkan hasil ijtihad. Al-Qur’an menyerukan berbagi sesuai kemampuan dan kebutuhan masyarakat.”

Jika demikian, tidakkah zakat 2,5 persen yang kini dianggap mutlak justru lahir dari tafsir manusia, bukan aturan eksplisit Allah?

Sa’i Tujuh Kali: Wahyu atau Tradisi?

Begitu pula dengan sa’i. Umat Islam terbiasa mengerjakannya tujuh kali bolak-balik. Namun, mari kita buka kembali QS. Al-Baqarah [2]:158:

إِنَّ الصَّفَا وَالْمَرْوَةَ مِن شَعَائِرِ اللَّهِ ۖ فَمَنْ حَجَّ الْبَيْتَ أَوِ اعْتَمَرَ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِ أَن يَطَّوَّفَ بِهِمَا ۚ

“Sesungguhnya Shafa dan Marwah adalah sebagian dari syi’ar Allah. Maka barangsiapa yang berhaji ke Baitullah atau berumrah, maka tidak ada dosa baginya mengerjakan sa’i antara keduanya.”

 

Sekali lagi, tidak ada angka tujuh. Jumlah itu datang dari hadis dan praktik Nabi, lalu diformalisasi ulama fiqh.

Mohamed menegaskan: “Al-Qur’an menyebut syi’ar, bukan hitungan. Penetapan tujuh kali adalah bagian dari tradisi kenabian, bukan teks eksplisit wahyu.”

Antara Allah dan Tradisi Manusia

Fazlur Rahman pernah mengingatkan bahwa zakat dan ibadah-ibadah lain dalam Al-Qur’an adalah “institusi moral yang fleksibel, tidak boleh direduksi menjadi rumus angka yang kaku.”

Namun, ironisnya, banyak umat Islam yang menganggap angka-angka itu sebagai dogma tak tergugat. Padahal, perbedaan antara aturan Allah dalam Al-Qur’an dan aturan hasil tradisi manusia perlu terus dikaji.

Quraish Shihab dalam Membumikan Al-Qur’an menyebut: “Al-Qur’an memberikan prinsip, sementara hadis dan ijtihad ulama memberikan rincian. Menyadari perbedaan sumber ini penting agar umat tidak terjebak pada fanatisme ritual.”

Zakat dan Sa’i

Zakat 2,5 persen dan sa’i tujuh kali tentu sah sebagai tradisi ibadah umat Islam. Tetapi, menganggapnya berasal langsung dari Al-Qur’an bisa menutup ruang kritis dan tafsir segar terhadap wahyu.

Sebab, Al-Qur’an sendiri telah menegaskan:

يُرِيدُ ٱللَّهُ بِكُمُ ٱلۡيُسۡرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ ٱلۡعُسۡرَ

“Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.” (QS. Al-Baqarah [2]:185).(emha)

 

Referensi:

  1. https://www.quran-islam.org/
  2. https://quran.kemenag.go.id/
Example 120x600